Silsilah bid'ah thaharah (4) - Apakah disunnahkan mendo'akan kesembuhan bagi siapa saja yang keluar dari WC
عندنا في مصر يقولون لمن يخرج من الخلاء " شفيتم؟ " فيقال لهم " شفاكم الله
وعافاكم " فهل في هذا حرج أم أن ذلك يعد من البدع وإن كان من البدع فنرجو
الدليل ؟
الجواب: أما المسألة الأولى: وهي أنهم إذا خرج الخارج لقضاء حاجته قالوا
له: " شفاك الله "، فإن هذا لا أصل له، ولم يكن السلف الصالح يفعلون ذلك
وهم خير قدوة لنا والإنسان مشروع له إذا أراد دخول الخلاء ليقضي حاجته من
بول أو غائط أن يقدم رجله اليسرى ويقول عند الدخول: ( باسم الله أعوذ بالله
من الخبث والخبائث " وإذا خرج قدم اليمنى وقال: " غفرانك الحمد لله الذي
أذهب عني الأذى وعافاني "وإن اقتصر على قول: " غفرانك " فحسن أما هذا
الدعاء الذي أشار إليه السائل، فلا أصل له ولا ينبغي أن يتخذه الناس عادة؛
لأن مثل هذه الأمور إذا اتخذت عادة صارت سنة وظنها الناس مشروعة وهي ليست
مشروعة
الشيخ ابن عثيمين من فتاوى نور على الدرب
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Di daerah kami di Mesir ada orang-orang yang mereka mengatakan kepada
siapa saja yang keluar dari dari WC; syufiitum (semoga engkau diberi
kesembuhan)? Lalu diucapkan untuk mereka; syafaakumullah wa 'aafaakum
(semoga Allah Allah memberi kesembuhan dan keselamatan kepada kalian.
Apakah hal ini tidak mengapa atau perkara tersebut dianggap bid'ah. Jika
termasuk bid'ah maka kami mohon dalilnya?
Adapun masalah yang pertama, yaitu bahwasanya mereka apabila ada yang
keluar (dari WC) setelah menunaikan hajatnya, lalu mereka berkata
kepadanya; syafaakallah (semoga Allah menyembuhkanmu), maka hal ini
tidak ada asalnya dan tidak pernah dilakukan oleh Salafush Shalih.
Padahal mereka adalah sebaik-baik panutan kita. Dan seseorang
disyariatkan baginya apabila hendak masuk ke WC untuk menunaikan
hajatnya, baik buang air kecil atau besar, hendaklah ia mendahulukan
kaki kiri dan berdoa ketika masuk; bismillah a'uudzu billahi minal
khubutsi wal khabaaits (Dengan menyebut nama Allah aku berlindung kepada
Allah dari setan laki-laki dan setan perempuan). Dan apabila keluar
(dari WC) mendahulukan kaki kanan dan berdoa; ghufraanak
alhamdulillahilladzi adzhaba 'anniy al adza wa 'aafaaniy (kumohon
ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang telang menghilangkan gangguan
dariku dan memberi kesalamatan kepadaku). Dan apabila ia mencukupkan
dengan ucapan; ghufraanaka, maka baik. Adapun doa yang telah
diisyaratkan oleh penanya, maka tidak ada asalnya dan tidak boleh
seseorang untuk menjadikannya sebagai kebiasaan. Karena perkara-perkara
semisal ini apabila dijadikan sebagai kebiasaan, maka ia akan menjadi
sunnah (jejak). Dan manusia menyangka hal tersebut disyariatkan, padahal
tidak ada syariatnya.
Asy Syaikh 'Ibnu 'Utsaimin dari Fatawa Nuurun 'ala Ad Darb
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy
*************************************************************
Silsilah bid'ah thaharah (5) - Apakah dianjurkan menghadap kiblat pada saat berwudhu
هل يستحب استقبال القبلة حال الوضوء؟
الجواب: ذكر بعض الفقهاء أنه يستحب استقبال القبلة حال الوضوء وعلل ذلك
بأنه عبادة وأن العبادة كما يتوجه الإنسان فيها بقلبه إلى الله فينبغي
للإنسان أن يتوجه بجسمه إلى بيت الله حتى أن بعضهم قال إن هذا متوجه في كل
عبادة إلا بدليل ولكن الذي يظهر لي من السنة أنه لا يسن أن يتقصد استقبال
القبلة عند الوضوء لأن استقبال القبلة عبادة ولو كان هذا مشروعاً لكان
نبينا صلى الله عليه وآله وسلم أول من يشرعه لأمته إما بفعله وإما بقوله
ولا أعلم إلى ساعتي هذه أن النبي صلى الله عليه وآله سلم كان يتقصد استقبال
القبلة عند الوضو
الشيخ ابن عثيمين من فتاوى نور على الدرب
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Apakah dianjurkan menghadap kiblat pada saat berwudhu?
Jawab:
Sebagian para fuqaha' menyebutkan bahwa dianjurkan menghadap kiblat pada
saat wudhu'. Alasannya karena hal tersebut adalah ibadah. Dan
bahwasanya ibadah itu sebagaimana seseorang menghadapkan hatinya kepada
Allah dalam (beribadah), demikian pula sepatutnya bagi seseorang untuk
meghadapkan jasmaninya ke baitullah. Hingga sebagian mereka mengatakan
bahwa hal ini berlaku dalam setiap ibadah kecuali dengan dalil. Namun
yang nampak bagiku bahwa termasuk sunnah adalah tidak dianjurkan untuk
menghadap kiblat pada saat berwudhu. Karena menghadap kiblat adalah
ibadah. Jikalau hal tersebut disyari'atkan, maka niscaya Nabi kita
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang pertama kali yang
mensyari'atkan untuk umatnya, baik dengan perbuatan maupun ucapan
beliau. Dan saya tidak mengetahui hingga saat ini bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam menghadap kiblat pada saat berwudhu.
Asy Syaikh Ibnu 'Utsaimin dari Fatawa Nuur 'ala Ad Darb
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy
*******************************************
Silsilah bid'ah thaharah (6) - Apakah melafazhkan niat termasuk bid'ah
سلسلة أنواع بدع الطهارة
إذا تلفظت في داخل المسجد وقلت: اللهم إني نويت الوضوء لصلاة العصر مثلا، أو نويت الصلاة بهذه الطريقة هل هذا يعتبر بدعة؟
الجواب: ليس التلفظ بالنية لا في الصلاة ولا في الوضوء بمشروع؛ لأن النية
محلها القلب، فيأتي المرء إلى الصلاة بنية الصلاة ويكفي، ويقوم للوضوء بنية
الوضوء ويكفي، وليس هناك حاجة إلى أن يقول: نويت أن أتوضأ، أو نويت أن
أصلي، أو نويت أن أصوم، أو ما أشبه ذلك، إنما النية محلها القلب، يقول
الرسول صلى الله عليه وسلم: (إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
ولم يكن عليه الصلاة والسلام ولا أصحابه يتلفظون بنية الصلاة، ولا بنية
الوضوء، فعلينا أن نتأسى بهم في ذلك، ولا نحدث في ديننا ما لا يأذن به الله
ورسوله، يقول عليه الصلاة والسلام: (من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد)
يعني: فهو مردود على صاحبه فبهذا يعلم أن التلفظ بالنية بدعة
(مجموع فتاوى ابن باز(10/423
Silsilah Bid'ah Thaharah (Bersuci)
Apabila saya telah mengatakan sebuah lafazh di dalam masjid dan saya
mengatakan; Allahumma inni nawaitu al wudhu'a li shalati al ashri (ya
Allah sesungguhnya aku niat berwudhu untuk shalat ashar) misalnya atau
(ucapan); nawaitu ash shalaataa (saya niat shalat) dengan cara ini,
apakah hal ini dianggap bid'ah?
Jawab:
Tidaklah melafazhkan niat, baik ketika shalat maupun wudhu disyariatkan.
Karena niat itu tempatnya di hati. Maka hendaklah seseorang shalat
dengan niat shalat dan itu cukup. Dan berwudhu dengan niat wudhu dan itu
cukup. Sehingga tidak ada disana suatu keperluan untuk mengucapkan;
nawaitu an atawadhdha'a (saya niat berwudhu, nawaitu an ushalliya (saya
niat untuk shalat), nawaitu an ashuuma (saya niat untuk puasa) atau
semisal itu. Hanya saja niat itu tempatnya di dalam hati. Rasul
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "sesungguhnya amalan-amalan itu
tergantung niatnya, dan hanyasaja setiap orang memperoleh apa yang dia
niatkan". Dan tidaklah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para
sahabatnya melafazhkan niat shalat, dan tidak pula niat wudhu. Wajib
bagi kita untuk meneladani mereka dalam hal tersebut. Dan kita tidak
boleh berbicara di dalam agama kita sesuatu yang tidak diizinkan oleh
Allah dan Rasul-Nya. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada di atasnya
perintah kami maka (amalan itu) tertolak". Yaitu tertolak atas
pelakunya. Oleh karena itu diketahui bahwa melafazhkan niat adalah
bid'ah.
Majmu' Fatawa Ibnu Baaz (10/423)
Alih bahasa: Al Ustadz Abdul 'Aziz As Samarindy
********************************************************
sumber: http://www.thalabilmusyari.web.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar