Pelajaran dari Kebodohan Ikhwanul Muslimin Mesir (Bag. 2)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Oleh : Al-Ustadz Sofyan chalid bin Idham Ruray
Kebodohan terhadap manhaj yang haq,
metode beragama yang benar, yang dicontohkan oleh generasi Salaf, yaitu
generasi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dan sahabat, inilah
diantara sebab utama terjadinya berbagai macam kesesatan, dan tidak
jarang mengakibatkan kekacauan suatu negeri dan tumpahnya darah kaum
muslimin.
Inilah yang terjadi pada
kelompok-kelompok sesat yang memiliki ideologi Khawarij, seperti
Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Al-Qo’idah dan lain-lain. Tatkala
berhadapan dengan para penguasa yang zalim, mereka lebih mengedepankan
emosi tanpa ilmu dan berjalan tanpa bimbingan ahli ilmu, akhirnya
mengantarkan mereka kepada kerusakan-kerusakan.
HARAMNYA PEMBERONTAKAN TERHADAP PEMERINTAH MUSLIM YANG ZALIM BERDASARKAN KESEPAKATAN (IJMA’) ULAMA
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa yang melihat suatu
(kemungkaran) yang ia benci pada pemimpinnya, maka hendaklah ia
bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari
jama’ah (pemerintah) kemudian ia mati, maka matinya adalah mati
jahiliyah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَة وَأُمُورًا
تُنْكِرُونَهَا قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ
أَدُّوا إِلَيْهِمْ حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan melihat (pada
pemimpin kalian) kecurangan dan hal-hal yang kalian ingkari
(kemungkaran)”. Mereka bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada
kami wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Tunaikan hak mereka (pemimpin)
dan mintalah kepada Allah hak kalian.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّة لاَ
يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ
رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ
قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ
تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ
فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan ada sepeninggalku para penguasa
yang tidak meneladani petunjukku dan tidak mengamalkan sunnahku, dan
akan muncul diantara mereka (para penguasa) orang-orang yang hati-hati
mereka adalah hati-hati setan dalam jasad manusia.” Aku (Hudzaifah)
berkata, “Bagaimana aku harus bersikap jika aku mengalami hal seperti
ini?” Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Engkau tetap
dengar dan taat kepada pemimpin itu, meskipun punggungmu dipukul dan
hartamu diambil, maka dengar dan taatlah.” [HR. Muslim dari Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu’anhu]
Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu berkata,
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعْنَاه فَكَانَ
فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
فِى مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ
عَلَيْنَا وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلاَّ أَنْ
تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam menyeru kami, lalu kami pun membai’at beliau, maka diantara yang
beliau ambil perjanjian atas kami adalah, kami membai’at beliau untuk
senantiasa mendengar dan taat kepada pemimpin, baik pada saat kami
senang maupun susah; sempit maupun lapang, dan dalam keadaan hak-hak
kami tidak dipenuhi, serta agar kami tidak berusaha merebut kekuasaan
dari pemiliknya. Beliau bersabda: Kecuali jika kalian telah melihat
kekafiran yang nyata, sedang kalian memiliki dalil dari Allah tentang
kekafirannya.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Wail bin Hujr radhiyallahu’anhu berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجُلٌ سَأَلَهُ فَقَالَ أَرَأَيْتَ إِنْ
كَانَ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَمْنَعُونَا حَقَّنَا وَيَسْأَلُونَا حَقَّهُم فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا
عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ
“Aku mendengar ketika seseorang
bertanya kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, “Apa pendapatmu
jika para pemimpin kami tidak memenuhi hak kami (sebagai rakyat), namun
tetap meminta hak mereka (sebagai pemimpin)?” Maka Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Dengar dan taati (pemimpin
kalian), karena sesungguhnya dosa mereka adalah tanggungan mereka dan
dosa kalian adalah tanggungan kalian.” [HR. Muslim dan At-Tirmidzi, Ash-Shahihah: 3176]
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata,
ولا نرى الخروج
على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم ، ولا ننزع يداً
من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما لم يأمروا بمعصيةٍ ،
وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة
“Kami tidak memandang bolehnya
memberontak kepada para pemimpin dan pemerintah kami, meskipun mereka
berbuat zhalim. Kami tidak mendoakan kejelekan bagi mereka. Kami tidak
melepaskan diri dari ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan
kepada mereka adalah ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban,
selama yang mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah).
Kami doakan mereka dengan kebaikan dan keselamatan.” [Matan Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah]
Ulama besar Syafi’iyah, An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
وأجمع أهل السنة أنه لا ينعزل السلطان
بالفسق وأما الوجه المذكور في كتب الفقه لبعض أصحابنا أنه ينعزل وحكى عن
المعتزلة أيضا فغلط من قائله مخالف للإجماع قال العلماء وسبب عدم انعزاله
وتحريم الخروج عليه ما يترتب على ذلك من الفتن واراقة الدماء وفساد ذات
البين فتكون المفسدة في عزله أكثر منها في بقائه قال القاضي عياض أجمع
العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر وعلى أنه لو طرأ عليه الكفر انعزل
“Dan telah sepakat Ahlus Sunnah bahwa
tidak boleh seorang penguasa dilengserkan karena kefasikan (dosa besar)
yang ia lakukan. Adapun pendapat yang disebutkan pada kitab-kitab fiqh
yang ditulis oleh sebagian sahabat kami (Syafi’iyah) bahwa penguasa yang
fasik harus dilengserkan dan pendapat ini juga dinukil dari kaum
Mu’tazilah, maka telah salah besar, orang yang berpendapat demikian
menyelisihi ijma’.
Dan ulama menjelaskan, sebab tidak
bolehnya penguasa zalim dilengserkan dan haramnya memberontak kepadanya
karena akibat dari hal itu akan muncul berbagai macam fitnah
(kekacauan), ditumpahkannya darah dan rusaknya hubungan, sehingga
kerusakan dalam pencopotan penguasa zalim lebih banyak disbanding
tetapnya ia sebagai penguasa. Al-Qodhi ‘Iyadh rahimahullah berkata:
Ulama sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah bagi orang kafir, dan jika
seorang pemimpin menjadi kafir harus dicopot.” [Syarh Muslim, 12/229]
AI-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
وقد أجمع الفقهاء على وجوب طاعة السلطان المتغلب والجهاد معه وأن طاعته خير من الخروج عليه لما في ذلك من حقن الدماء وتسكين الدهماء
“Dan telah sepakat fuqoha atas wajibnya
taat kepada penguasa yang sedang berkuasa dan berjihad bersamanya, dan
(mereka juga sepakat) bahwa taat kepadanya lebih baik disbanding
memberontak, sebab dengan itu darah terpelihara dan membuat nyaman
kebanyakan orang.” [Fathul Bari, 13/7]
HARAMNYA PEMBERONTAKAN MESKI TERHADAP PEMERINTAH YANG MERAIH KEKUASAAN DENGAN CARA YANG SALAH
Al-Imam Ali bin Madini rahimahullah berkata,
ومن خرج علي امام من ائمة المسلمين
وقد اجتمع عليه الناس فأقروا له بالخلافة بأي وجه كانت برضا كانت أو بغلبة
فهو شاق هذا الخارج عليه العصا وخالف الآثار عن رسول الله صلى الله عليه و
سلم فإن مات الخارج عليه مات ميتة جاهلية
“Brangsiapa yang memberontak kepada
salah seorang pemimpin kaum muslimin, padahal manusia telah berkumpul di
bawah kepemimpinannya, mereka pun mengakui kepemimpinannya, dengan cara
apa saja ia mendapati kepemimpinan itu, apakah dengan kerelaan atau dengan paksa,
maka orang yang memberontak itu telah merusak persatuan kaum muslimin
dan menyelisihi hadits-hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,
jika pemberontak ini mati maka matinya jahiliyah.” [Syarhul I’tiqod Ahlis Sunnah wal Jama’ah lil Laalikaai, 1/168]
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
“Aku memandang wajibnya mendengar dan
mentaati para pemimpin kaum muslimin, apakah itu pemimpin yang baik
maupun jahat, selama mereka perintahkan itu bukan kemaksiatan. Dan siapa
yang memimpin khilafah dan manusia bersatu dalam kepemimpinannya,
mereka ridho kepadanya, meskipun dia mengalahkan mereka dengan pedang hingga menjadi pemimpin, maka wajib taat kepadanya dan haram memisahkan diri (memberontak) kepadanya.” [Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 157]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar