Adab-Adab Mentalqin Orang Hendak Meninggal
Tidak
ada yang mengingkari bahwa manusia tanpa terkecuali pasti akan
mengalami kematian. Sebelum kematian tersebut terjadi, manusia akan
mengalami saat terakhir yang sangat menentukan baik tidaknya kehidupan
setelahnya. Inilah sakaratul maut yang setiap jiwa takut menghadapinya.
Di saat inilah manusia di antara dua kemungkinan, keselamatan atau
kebinasaan. Saat itu pula syaithan akan bekerja keras demi mengajak
manusia untuk menjadi teman mereka di neraka kelak, naudzu billah min
dzalika. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengokohkan iman kita dalam
menghadapi ujian ini. Amin.
Bagi kita yang menyaksikan seseorang dalam sakaratul maut, maka syariat ini mengajarkan kepada kita untuk men-talkin orang tersebut. Talkin adalah menuntun seseorang untuk mengucapkan kalimat tertentu. Perintah talkin ini adalah salah satu bentuk bantuan yang Allah syariatkan untuk menolong seseorang di saat ia sangat butuh tuntunan orang lain. Kita diperintahkan untuk menuntun seorang yang hdndak meninggal untuk membaca kalimat tauhid laa ilaha illallah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam:
Para ulama memakruhkan talkin yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus. Karena hal ini justru akan mengakibatkan seorang yang sedang sakaratul maut merasa tertekan dengan tuntunan itu. Padahal ia sedang merasakan penderitaan yang sangat. Sehingga ditakutkan akan munculnya ketidaksukaannya terhadap kalimat ini di dalam qalbunya. Bahkan bisa jadi akan ia ungkapkan dengan ucapannya, sehingga bukan ucapan tauhid yang ia ucapkan, justru celaan dan kebencian terhadap kalimat ini yang keluar dari mulutnya.
2. Cukup sekali, kecuali bila mengucap ucapan lainnya
Apabila orang yang sedang sakaratul maut telah mengucapkan kalimat ini, maka telah mencukupi dan tidak perlu di-talkin lagi. Namun, bila setelah ia mengucapkan kalimat ini ia mengucapkan kalimat lain, maka perlu kembali di-talkin, sehingga kalimat ini adalah kalimat akhirnya.
3. Talkin adalah mengingatkan bukan memerintahkan
Kadang kita dapati seorang men-talkin saudaranya dengan kalimat tauhid ini namun dengan cara memerintah. Padahal, talkin yang dilakukan saat seperti ini sifatnya sekadar mengingatkan. Sebab, selain dituntut untuk mengatakan kalimat tauhid, juga dituntut untuk meyakini kandungan kalimat ini. Nah, kalau talkin ini bersifat perintah, boleh jadi ia akan mengucapkannya karena tekanan perintah saja, sedangkan jiwanya mengingkarinya. Lalu apakah artinya ucapan ini bila tidak diyakini. Demikian yang dijelaskan oleh Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadush Shalihin.
4. Talkin diperuntukkan kepada seluruh orang
Yakni tidak khusus diperuntukkan untuk seorang muslim saja. Namun juga dianjurkan bagi orang kafir untuk mengucapkan kalimat ini. Diharapkan, di akhir hidupnya termasuk orang yang bertauhid. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam men-talkin paman beliau Abu Thalib tatkala menghadapi kematian.
5. Talkin dengan lafadz Allah saja?
Sebagian orang berpendapat bahwa men-talkin boleh dengan lafadz Allah saja. Alasannya khawatir dengan kalimat yang panjang, laa ilaaha illallah, bisa jadi baru membaca laa ilaaha keburu mati. Sehingga maknanya justru sangat fatal, yaitu tidak ada sesembahan. Sehingga menurut mereka, orang semacam ini mati dalam keadaan tidak bertuhan.
Pendapat ini tidak benar karena beberapa alasan. Di antaranya:
1. Dalam hadits secara tegas men-talkin dengan laa ilaaha illallah.
2. Lafadz Allah saja tidak menunjukkan tauhid orang yang mengucapkannya.
3. Allah mengangkat hukum (tidak memberikan beban) kepada siapa saja di luar kemampuannya. Seperti orang yang lupa atau terpaksa. Maka kondisi saat sekarat tentu lebih utama untuk dimaafkan. Apalagi orang tersebut tentunya meniatkan untuk melafadzkan secara utuh. Sedangkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah menjelaskan bahwa amalan itu sesuai dengan niatnya. Allahu a’lam.
Penulis: Hammam
Referensi:
- Syarh Shahih Muslim, An Nawawi rahimahullah.
- Aunul Ma’bud, Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haqq rahimahullah. - Faidhul Qadir, Muhammad Abdur Rauf Al-Munawi rahimahullah.
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 20 vol. 02 1433 H – 2012, hal. 38-40.
Sumber: Abu Salman Rizky
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/solo/Ibnu-Setiyadi/Dauroh-/20110212_Dauroh-Matesih_Nasehat-Nabi-Muhammad-tentang-kematian/Nasehat–Nabi-Muhammad-tentang-kematian.mp3Bagi kita yang menyaksikan seseorang dalam sakaratul maut, maka syariat ini mengajarkan kepada kita untuk men-talkin orang tersebut. Talkin adalah menuntun seseorang untuk mengucapkan kalimat tertentu. Perintah talkin ini adalah salah satu bentuk bantuan yang Allah syariatkan untuk menolong seseorang di saat ia sangat butuh tuntunan orang lain. Kita diperintahkan untuk menuntun seorang yang hdndak meninggal untuk membaca kalimat tauhid laa ilaha illallah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam:
Karena kalimat ini adalah pembuka pintu surga. Kalimat ini adalah kunci bagi seorang untuk memasukinya. Maka, bila akhir ucapan seseorang adalah kalimat ini, diharapkan mati dalam keadaan husnul khatimah, dan termasuk orang yang kelak dapat masuk surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:“Tuntunlah orang yang hendak meninggal di antara kalian dengan Laa ilaaha illallah.” (HR. Muslim, dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
“Barangsiapa yang akhir ucapannya adalah Laa ilaaha illallah, ia akan masuk surga.” (HR. Al Hakim dari shahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ahkamul Janaiz)
ADAB-ADAB TALKIN
1. Hendaknya dilakukan secukupnya tanpa perlu mengulang-ulangPara ulama memakruhkan talkin yang dilakukan berulang-ulang dan terus menerus. Karena hal ini justru akan mengakibatkan seorang yang sedang sakaratul maut merasa tertekan dengan tuntunan itu. Padahal ia sedang merasakan penderitaan yang sangat. Sehingga ditakutkan akan munculnya ketidaksukaannya terhadap kalimat ini di dalam qalbunya. Bahkan bisa jadi akan ia ungkapkan dengan ucapannya, sehingga bukan ucapan tauhid yang ia ucapkan, justru celaan dan kebencian terhadap kalimat ini yang keluar dari mulutnya.
2. Cukup sekali, kecuali bila mengucap ucapan lainnya
Apabila orang yang sedang sakaratul maut telah mengucapkan kalimat ini, maka telah mencukupi dan tidak perlu di-talkin lagi. Namun, bila setelah ia mengucapkan kalimat ini ia mengucapkan kalimat lain, maka perlu kembali di-talkin, sehingga kalimat ini adalah kalimat akhirnya.
3. Talkin adalah mengingatkan bukan memerintahkan
Kadang kita dapati seorang men-talkin saudaranya dengan kalimat tauhid ini namun dengan cara memerintah. Padahal, talkin yang dilakukan saat seperti ini sifatnya sekadar mengingatkan. Sebab, selain dituntut untuk mengatakan kalimat tauhid, juga dituntut untuk meyakini kandungan kalimat ini. Nah, kalau talkin ini bersifat perintah, boleh jadi ia akan mengucapkannya karena tekanan perintah saja, sedangkan jiwanya mengingkarinya. Lalu apakah artinya ucapan ini bila tidak diyakini. Demikian yang dijelaskan oleh Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah dalam Syarh Riyadush Shalihin.
4. Talkin diperuntukkan kepada seluruh orang
Yakni tidak khusus diperuntukkan untuk seorang muslim saja. Namun juga dianjurkan bagi orang kafir untuk mengucapkan kalimat ini. Diharapkan, di akhir hidupnya termasuk orang yang bertauhid. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam men-talkin paman beliau Abu Thalib tatkala menghadapi kematian.
5. Talkin dengan lafadz Allah saja?
Sebagian orang berpendapat bahwa men-talkin boleh dengan lafadz Allah saja. Alasannya khawatir dengan kalimat yang panjang, laa ilaaha illallah, bisa jadi baru membaca laa ilaaha keburu mati. Sehingga maknanya justru sangat fatal, yaitu tidak ada sesembahan. Sehingga menurut mereka, orang semacam ini mati dalam keadaan tidak bertuhan.
Pendapat ini tidak benar karena beberapa alasan. Di antaranya:
1. Dalam hadits secara tegas men-talkin dengan laa ilaaha illallah.
2. Lafadz Allah saja tidak menunjukkan tauhid orang yang mengucapkannya.
3. Allah mengangkat hukum (tidak memberikan beban) kepada siapa saja di luar kemampuannya. Seperti orang yang lupa atau terpaksa. Maka kondisi saat sekarat tentu lebih utama untuk dimaafkan. Apalagi orang tersebut tentunya meniatkan untuk melafadzkan secara utuh. Sedangkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah menjelaskan bahwa amalan itu sesuai dengan niatnya. Allahu a’lam.
Penulis: Hammam
Referensi:
- Syarh Shahih Muslim, An Nawawi rahimahullah.
- Aunul Ma’bud, Abu Thayyib Muhammad Syamsul Haqq rahimahullah. - Faidhul Qadir, Muhammad Abdur Rauf Al-Munawi rahimahullah.
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 20 vol. 02 1433 H – 2012, hal. 38-40.
[Download] Daurah Matesih : “Nasehat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam tentang Kematian” (12 Feb 2012)
Berikut adalah rekaman daurah yang telah terselenggara pada:
- Hari : Ahad
- Tanggal : 12 Februari 2012
- Tempat : Masjid At Taqwa, Matesih, Karanganyar
- Tema : Nasehat Nabi Muhammad tentang Kematian
- Pemateri : Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar
- Hari : Ahad
- Tanggal : 12 Februari 2012
- Tempat : Masjid At Taqwa, Matesih, Karanganyar
- Tema : Nasehat Nabi Muhammad tentang Kematian
- Pemateri : Al Ustadz Abu Nashim Mukhtar
No
|
Judul
|
Mainkan
|
Size (MB)
|
Unduh
|
1
|
Nasehat Nabi Muhammad |
17
|
||
2
|
Sesi Tanya Jawab |
4.5
|
http://statics.ilmoe.com/kajian/users/solo/Ibnu-Setiyadi/Dauroh-/20110212_Dauroh-Matesih_Nasehat-Nabi-Muhammad-tentang-kematian/Tanya-Jawab.mp3
Tambahan Faidah:
Apakah Talqin Mayit juga disyari’atkan bagi yang sudah meninggal/dikubur?
Syaikh al-Albani rahimahullah berkata: “Sanad ini lemah sekali, saya tidak mengenal mereka kecuali ‘Utbah bin Sakan, dia dikatakan oleh ad-Daruquthni: Ditinggalkan haditsnya. Al-Haitsami mengatakan: Diriwayatkan ath-Thobroni dalam al-Kabir, dalam sanadnya ada beberaparowi yang tidak saya kenal.” [Majma Zawaid: 2/45]“Apabila seorang di antara kalian meninggal dunia lalu kalian menguburkannya, maka hendaklah seorang di antara kalian berdiri dan mengatakan di sisi kepalanya: wahai fula bin fulanah!, dia akan mendengar, lalu katakanlah: Wahai fulan bin fulanah! Dia akan duduk tegak, lalu katakanlah: Wahai fulan bin fulanah! Dia akan mengatakan: Bimbinglah aku, bimbinglah aku, semoga Allah merahmatimu. Lalu katakanlah: Ingatlah apa yang engkau keluarkan dari dunia yaitu syahadat Lailaha Illallahu wa Anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu dan bahwa hari kiamat pasti datang tanpa keraguan di dalamnya dan bahwa Allah akan membangkitkan orang yang di dalam kubur, setelah itu maka Malaikat Munkar dan Nakir akan mengambil tangan sebagian lainnya seraya berkata: Apa yang kita perbuat terhadap seorang yang telah ditalqin hujjahnya. Kemudian Allah menanggungnya dari kedua malaikat tersebut.”
[diriwayatkan al-Qodhi al-Khol’i dalam al-Fawa’id: 2/55 dari Abu Darda’ Hasyim bin Muhammad al Anshori]
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Sanadnya lemah.” Ibnu Sholah mengatakan: “Sanadnya tidak tegak.” Demikian juga dilemahkan oleh al-Hafizh al-Iroqi . Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Tidak shohih.”Ditempat lain, beliau berkata: “Hadits ini disepakati akan kelemahannya.”az-Zarkasy rahimahullah berkata: “Sanadnya lemah.” as-Suyuthi rahimahullah berkata: “Sanadnya lemah.” ash-Shon’ani rahmahullah berkata: “Dalam kitab al-Manar dikatakan: “Sesungguhnya hadits tentang talqin tidak diragukan oleh para ulama ahli hadits tentang palsunya.”
[Diringkas dari Silsilah Ahadits adh-Dho’ifah: 599, Irwaul Gholil: 753 oleh al-Albani dan al-Qoulul Mubin hal.25-30]
Kesimpulannya, hadits ini adalah munkar kalau bukan maudhu’. Oleh karena itu, ash-Shon’ani rahimahullah berkata: “Kesimpulan komentar para ulama ahli hadits bahwa hadits ini adalah lemah, mengamalkannya merupakan suatu kebid’ahan, maka janganlah tertipu dengan banyaknya orang yang melakukannya.” [Subulus Salam: 2/161]
Syaikh Albani Rahimahullah mengatakan : “Talqin setelah mati, di samping bid’ah dan tidak ada haditsnya yang shohih, juga tidak ada faedahnya karena hal itu keluar dari kampung taklif (beban) kepada kampung pembalasan dan mayit tidak menerima peringatan karena peringatan itu bagi orang yang masih hidup.” [Silsilah Ahadits ash-Shohihah : 1/838]
Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan :
تلقين الميت بعد الدفن لم يصح الحديث فيه فيكون من البدع.
“Mentalqin mayit setelah dikubur tidak ada hadist shahih di dalamnya, maka amalan ini termasuk bid’ah” (Asy-Syarh Al-Mumti’ 5/364).
Syeikh Shalih bin Fauzan hafidzahullah mengatakan:
أما بعد خروج الروح فإن الميت لا يلقن لا قبل الدفن ولا بعد الدفن، ولم يرد بذلك سنة صحيحة عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ فيما نعلم، وإنما استحب تلقين الميت بعد دفنه جماعة من العلماء، وليس لهم دليل ثابت عن النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ لأن الحديث الوارد في ذلك مطعون في سنده، فعلى هذا يكون التلقين بعد الدفن لا أصل له من سنة الرسول صلى الله عليه وسلم، وإنما قال به بعض العلماء اعتمادًا على حديث غير ثابت .
فالتلقين بعد الدفن لا أصل له في السنة، وإنما التلقين المشروع هو عند الاحتضار، لأنه هو الذي ينفع المحتضر ويعقله المحتضر لأنه مازال على قيد الحياة ويستطيع النطق بهذه الكلمة وهو لا يزال في دار العمل، أما بعد الموت فقد انتهى العمل .
“Adapun setelah keluarnya nyawa maka mayit tidak ditalqin, apakah sebelum dikuburkan atau setelahnya, dan setahu kami tidak ada hadist yang shahih dari nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan ini. Hanya saja sebagian ulama menganjurkannya setelah mayit dikubur , namun mereka tidak memiliki dalil yang tetap dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena hadist yang mereka jadikan dalil ada pembicaraan dalam sanadnya, oleh karena itu talqin setelah mayit dikuburkan adalah tidak ada asalnya dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hanya sebagian ulama menganjurkan karena berpegang pada hadist yang tidak tetap.
Jadi talqin setelah penguburan tidak ada asalnya di dalam sunnah, dan talqin yang disyariatkan adalah ketika mau meninggal, karena itulah yang bermanfaat bagi orang yang mau meninggal dan bisa dia pahami sebab dia masih hidup dan mampu mengucapkan kalimat ini, dan dia masih di negeri amal, adapun setelah mati maka amal sudah selesai (Al-Muntaqa min Fatawa Al-fauzan no: 131).
Lalu apa yang harus dibaca?
Cukuplah bagi kita hadist shohih berikut (yang artinya):
“Dari Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila selesai dari menguburkan mayit, beliau berdiri dan berkata: Mintalah ampunan untuk saudara kalian, dan mintalah ketetapan baginya, karena dia sekarang ditanya.” [HR.Abu Dawud: 2/70, al-Hakim: 1/370, al-Baihaqi: 4/56, Abdullah bin Ahmad dalam Zawaid Zuhd hal.129. al-Hakim berkata: “Sanadnya sohih”. Dan disetujui adz-Dzahabi. An-Nawawi berkata 5/292: “Sanadnya bagus.” (Lihat Ahkamul Jana’iz, al-Albani hal.198)]
http://kaahil.wordpress.com/2012/10/31/bagus-bacaan-doa-dan-cara-mentalqin-mayit-adab-talkin-mayit-artikelmakalah-bacaan-talqin-mayit-doa-talqin-mayitjenazah-talqin-untuk-yang-sudah-meninggalsudah-dikubur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar