Hidup memang sebuah
pengorbanan dan perjuangan. Berjuang dan berkorban adalah sesuatu yang
melelahkan dan memberatkan, dan ketika lelah tentu butuh ketenangan dan
istirahat. Namun tidak semua orang bisa dengan mudah mendapatkan ini semua. Ada
yang hanya bisa beristirahat satu atau dua jam saja setiap harinya. Hidupnya
dipenuhi dengan aktivitas dan kesibukan yang luar biasa. Sehingga, kesempatan
beristirahat merupakan sebuah kenikmatan dan kasih sayang Allah subhanahu wa
ta'ala yang mesti kita syukuri. Namun di masa kini, manusia dihadapkan
pada pola hidup yang menuhankan materi. Hidup di dunia seolah-olah hanya untuk
mencari uang atau materi. Manusia diposisikan sebagai alat produksi yang
senantiasa dituntut produktif. Dengan kata lain, segala aktivitas harus ada
timbal baliknya secara materi. Pekerjaan adalah no. 1, sementara keharmonisan
keluarga, interaksi sosial dengan masyarakat, adalah nomor kesekian. Walhasil,
manusia pun tak ubahnya seperti robot. Ini jelas menyelisihi fitrah manusia.
Allah subhanahu wa ta'ala menjelaskan di dalam Al-Qur`an:
وَخُلِقَ الإِنْسَانُ ضَعِيفًا
"Dan manusia
diciptakan dalam keadaan lemah." (An-Nisa`: 28) As-Sa'di
rahimahullaah mengatakan: "(Allah subhanahu wa ta'ala menginginkan
atas kalian keringanan) artinya kemudahan dalam segala perintah dan larangan-Nya
atas kalian. Kemudian bila kalian menjumpai kesulitan dalam beragama maka Allah
subhanahu wa ta'ala telah menghalalkan bagi kalian sesuatu yang kalian
butuhkan seperti bangkai, darah dan selain keduanya bagi orang yang mudhtar[1], dan seperti bolehnya bagi orang yang
merdeka menikahi budak wanita dengan syarat di atas. Hal ini sebagai bukti
sempurnanya kasih sayang Allah subhanahu wa ta'ala, kebaikan yang
mencakup ilmu dan hikmah-Nya atas kelemahan manusia (yaitu kelemahan) dari semua
sisi. Lemah tubuh, lemah niat, lemah kehendak, lemah keinginan, lemah iman, dan
lemah kesabaran. Berdasarkan semua ini sangat sesuai jika Allah subhanahu wa
ta'ala meringankan atas mereka perkara yang dia tidak sanggup untuk
melakukannya dan segala apa yang tidak sanggup dipenuhi oleh keimanannya,
kesabaran, dan kekuatan dirinya."
Dan karena kelemahan itu, Allah Maha
Bijaksana di dalam menentukan waktu kehidupan bagi mereka. Allah subhanahu wa
ta'ala menjadikan malam dan siang memiliki hikmah tersendiri. Dan adanya
malam dan siang itu menunjukkan kasih sayang Allah subhanahu wa ta'ala
terhadap hamba-hamba-Nya dan manakah dari hamba-Nya yang mau
mensyukurinya? Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
فَالِقُ الإِصْبَاحِ وَجَعَلَ اللَّيْلَ سَكَنًا
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ حُسْبَانًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ
الْعَلِيمِ
"Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk
beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah
ketentuan Allah yang Maha perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al-An'am:
96)
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِتَسْكُنُوا فِيهِ
وَالنَّهَارَ مُبْصِرًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَسْمَعُونَ
"Dialah yang telah menjadikan malam bagi kalian supaya
kalian beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya
kalian mencari karunia Allah subhanahu wa ta'ala). Sesungguhnya pada yang
demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah subhanahu wa ta'ala) bagi
orang-orang yang mendengar." (Yunus: 67)
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ لِبَاسًا
وَالنَّوْمَ سُبَاتًا وَجَعَلَ النَّهَارَ نُشُورًا
"Dialah yang
menjadikan untuk kalian malam sebagai pakaian dan tidur untuk istirahat, dan Dia
menjadikan siang untuk bangun berusaha." (Al-Furqan: 47)
وَمِنْ رَحْمَتِهِ جَعَلَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
لِتَسْكُنُوا فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
"Dan karena rahmat-Nya Dia jadikan untuk kalian malam dan
siang, supaya kalian beristirahat pada malam itu dan supaya kalian mencari
sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kalian bersukur
kepada-Nya." (Al-Qashash: 73) Dan masih banyak lagi ayat yang
semakna dengan di atas. Semuanya menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah
subhanahu wa ta'ala terhadap hamba-hamba-Nya dan bahwa Allah subhanahu
wa ta'ala telah melimpahkan kepada mereka segala yang mereka butuhkan dalam
pengabdian dan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Namun mengapa
kebanyakan manusia ingkar kepada-Nya? Dan kita semua berkeinginan agar tidur
sebagai salah satu bentuk istirahat bukan hanya sebagai ketundukan kepada
sunnatullah semata. Kita juga ingin agar tidur kita mendapatkan nilai
ibadah tambahan dari sisi Allah subhanahu wa ta'ala. Allah subhanahu
wa ta'ala melalui lisan Rasul-Nya Muhammad shallallahu 'alaihi wa
sallam telah mengajarkan kepada kita beberapa adab di dalam
tidur.
Berwudhu Sebelum Tidur Termasuk sunnah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam adalah berwudhu sebelum tidur. Hal ini
bertujuan agar setiap muslim bermalam dalam keadaan suci, sehingga bila ajalnya
datang menjemput diapun dalam keadaan suci. Dan sunnah ini menggambarkan bentuk
kesiapan seorang muslim untuk memenuhi panggilan kematian dalam keadaan suci
hatinya. Dan jelas bahwa kesucian hati lebih diutamakan daripada kesucian badan.
Dan sunnah ini juga akan mengarahkan pada mimpi yang baik dan menjauhkan diri
dari permainan setan yang akan menimpanya. (Lih. Fathul Bari, 11/125 dan
Syarah Shahih Muslim, 9/32) Tentang sunnah ini, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam sabda beliau:
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ
فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ
Dari Al-Bara` bin 'Azib radhiyallahu
'anhu, berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda
kepadaku: Apabila kamu mendatangi tempat tidurmu, maka berwudhulah kamu
sebagaimana wudhumu untuk shalat." Al-Imam Al-Bukhari di dalam
Shahih beliau menulis sebuah bab: "Apabila Bermalam (Tidur) dalam Keadaan
Suci". Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah mengatakan: "Sungguh terdapat
hadits-hadits yang menjelaskan makna ini yang tidak memenuhi syarat Al-Bukhari
dalam Shahih-nya, di antaranya hadits Mu'adz radhiyallahu
'anhu:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَبِيْتُ عَلَى ذِكْرٍ طَاهِرًا
فَيَتَعَارُّ مِنَ اللَّيْلِ فَيَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنَ الدُّنْيَا
وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
"Tidaklah seorang muslim tidur di
malam hari dengan berdzikir dan dalam keadaan suci, kemudian dia terbangun dari
tidurnya di malam hari kemudian dia meminta kepada Allah kebaikan dunia dan
akhirat melainkan Allah akan memberikan itu kepadanya." (Lih. Fathul
Bari, 11/124) Dan beliau mengatakan: "Perintah (untuk berwudhu di sini)
adalah sunnah (bukan wajib)." Beliau mengatakan juga: "At-Tirmidzi mengatakan:
'Tidak ada di dalam hadits-hadits penyebutan wudhu ketika tidur melainkan di
dalam hadits ini'." (Lih. Fathul Bari, 11/125) Al-Imam An-Nawawi
mengatakan: "Di dalam hadits ini terdapat tiga sunnah yang penting, namun bukan
wajib. Salah satu di antaranya adalah berwudhu ketika ingin tidur. Dan bila dia
dalam keadaan berwudhu maka cukup baginya (dalam melaksanakan sunnah tersebut)
karena yang dimaksud adalah (tidur) dalam keadaan suci." (Syarah Shahih
Muslim, 9/32) Demikianlah sunnah yang tidak ditinggalkan oleh Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ketika hendak tidur, yang semestinya kita
sebagai muslim memperhatikannya. Abdullah bin 'Abbas radhiyallaahu
'anhuma bercerita:
أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَقَضَى
حَاجَتَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ ثُمَّ نَامَ
"Bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam terjaga di suatu malam lalu beliau
menunaikan hajatnya dan kemudian membasuh wajah dan tangannya lalu
tidur."
Mengibas (Membersihkan) Tempat Tidurnya Satu dari
sekian sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam berkaitan dengan adab tidur adalah mengibas tempat tidur. Ini
dimaksudkan agar tidak terjadi sesuatu yang membahayakan diri seperti binatang
berbisa, baik ular, kalajengking, dan sebagainya. Ini dilakukan tidak dengan
tangan langsung, supaya terhindar dari sesuatu yang mengotori sekiranya terdapat
najis atau kotoran. (Lih. Syarah Shahih Muslim, 9/38 dan Fathul
Bari, 11/143) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
إِذَا أَوَى أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَنْفُضُ
فِرَاشَهُ بِدَاخِلَةِ إِزَارِهِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِيْ مَا خَلَفَهُ
عَلَيْهِ
"Apabila salah seorang dari kalian beranjak menuju tempat
tidurnya maka hendaklah dia mengibas (membersihkan) tempat tidurnya karena dia
tidak mengetahui apa yang akan terjadi kemudian."
فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِيْ مَا خَلَفَهُ
عَلَيْهِ
"Dia tidak mengetahui apa yang terjadi kemudian" artinya,
kata Al-Imam At-Thibi: "Dia tidak mengetahui apa yang akan terjatuh di
ranjangnya berupa tanah, kotoran, atau serangga bila dia meninggalkannya."
(Fathul Bari, 11/144) Ibnu Baththal mengatakan: "Di dalam hadits ini
terdapat adab yang besar dan telah disebutkan hikmahnya dalam hadits, yaitu
dikhawatirkan sebagian serangga yang berbahaya bermalam di tempat tidurnya dan
mengganggunya." Al-Qurthubi mengatakan: "Diambil faedah dari hadits ini bahwa
sepantasnya bagi orang yang akan tidur untuk mengibas tempat tidurnya karena
dikhawatirkan terdapat sesuatu yang basah tersembunyi atau selainnya." Ibnul
'Arabi mengatakan: "Di dalam hadits ini terdapat peringatan dan (anjuran) agar
seseorang mengetahui sebab-sebab tertolaknya taqdir yang jelek. Dan hadits ini
sama dengan hadits: "Ikatlah ontamu kemudian bertawakkal." (Lihat
Fathul Bari, 11/144)
Tidur di Atas Lambung Sebelah
Kanan Kesempurnaan Islam adalah sebuah keistimewaan yang diberikan kepada
umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menunjukkan keutamaan
mereka atas umat-umat terdahulu. Sungguh merugi bila akal, perasaan, adat
istiadat, ajaran nenek moyang dijadikan sebagai hakim atas
kesempurnaannya. Segala perintah, larangan dan bimbingan yang ada di dalamnya
adalah demi kemaslahatan manusia. Akan tetapi berapa banyak dari mereka yang mau
menerima bimbingan? Yang ingkar lebih banyak daripada yang beriman, dan yang
menentang lebih banyak daripada yang taat, dan yang menolak lebih banyak dari
yang menerima. Hikmah yang terkandung dalam bimbingan Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam untuk tidur di atas lambung kanan adalah
lebih cepat untuk terjaga (bangun), jantung bergantung ke arah sebelah kanan
sehingga tidak menjadi berat bila ketika tidur. Ibnul Jauzi berkata: "Cara
seperti ini sebagaimana telah dijelaskan ilmuwan-ilmuwan kedokteran sangat
berfaedah bagi badan. Mereka mengatakan: Mereka mengawali sesaat tidur di atas
lambung sebelah kanan, kemudian di atas lambung sebelah kiri karena tertidur.
(Dengan cara) pertama akan menurunkan makanan, dan tidur di atas lambung kiri
akan menghancurkannya dan dikarenakan hati (terkait dengan pekerjaan) lambung."
(Lih. Fathul Bari, 11/115) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ
"Lalu
tidurlah di atas lambungmu yang kanan."
Meletakkan Tangan di Bawah
Pipi Tata cara ini dijelaskan oleh Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu
'anhu:
كَانَ النَّبِيُّ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ مِنَ اللَّيْلِ
وَضَعَ يَدَهُ تَحْتَ خِدِّهِ
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam apabila beliau tidur di malam hari, beliau meletakkan tangan
beliau di bawah pipi."
Berdoa Sebelum Tidur
كَانَ إِذَا أَخَذَ مَضْجَعَهُ قَالَ: أَللَّهُمَّ
بِاسْمِكَ أَحْيَا وَبِسْمِكَ أَمُوتُ
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam apabila akan tidur beliau berdoa: Ya Allah, dengan meyebut nama-Mu aku
hidup dan dengan menyebut nama-Mu aku mati (tidur)."
Sumber:
Majalah Asy-Syari'ah Vol. II/No. 20/1426 H/2005 halaman 62-66; penulis:
Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah
[1] Orang yang sangat membutuhkan dan bila dia tidak melakukannya
niscaya akan binasa, seperti orang yang bepergian sementara bekalnya habis di
perjalanan dan dia dalam keadaan sangat lapar yang dapat mengancam jiwanya (jika
dibiarkan). Maka agama memperbolehkan memakan segala apa yang didapatinya
seperti bangkai, darah, babi, anjing dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhannya
di saat itu saja. Ibnu Atsir di dalam kitab An-Nihayah (3/83)
menjelaskan: "Sesungguhnya dihalalkan bangkai bagi orang yang mudhtar
hanyalah sebatas memakan apa yang akan menutup laparnya di pagi atau malam dan
tidak boleh menjadikannya bekal antara keduanya (mempersiapkan di pagi hari
sampai malam, pent.)
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar