Radio Muwahiddin

Rabu, 23 Mei 2012

Penjelasan hadits ke-27 Umdatul Ahkam ( 3 )

Penjelasan hadits ke-27 Umdatul Ahkam ( 3 )

-----------------------------------------------------------------------------------


Dari Abu Hurairah berkata : saya mendegar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Fithrah itu lima ; khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”.

Sabda ar-Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Memotong kumis”

Dikatakan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (10/ ) :

“ bahwa asy-syarib/kumis adalah rambut yang tumbuh pada bibir bagian atas”.

Dikatakan asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah :

“kumis adalah apa-apa yang memanjang di atas bibir atas”.

Masalah : hukum memotong kumis ?

Dinukil dari Ibnu Hazm rahimahullah dalam al-Muhalla :

“bahwasanya hukumnya adalah wajib, karena di sana banyak dalil-dalil yang mewajibkan seseorang untuk memendekkan kumisnya”.

Sebagaimana hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhuma muttafaqun ‘alaih :

“selisihilah oleh kalian orang-orang musyrikin, pangkaslah –sampai pendek, kelihatan kulitnya- kumis-kumis kalian, dan biarkanlah jengot-jengot kalian –sebagaimana tumbuhnya-“.

Dari hadits ini diambil tentang wajibnya memotong kumis.

Demikian juga dalam hadits yang dikeluarkan oleh al-Imam Muslim :

“cukurlah –guntinglah- kumis, selisihilah orang-orang Majusi”.

Di sana juga hadits Zaid bin Arqam, dikeluarkan an-Nasa’i, at-Tirmidzi, dan Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih an-Nasa’i no. 4674 :

“saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: barangsiapa yang tidak mengambil kumisnya, maka bukan dari golongan kami –bukan di atas jalan kami-“.

Dari dalil-dalil tersebut, sebagai dalil tentang wajibnya seseorang untuk memangkas kumisnya.

Masalah : cara memotongnya ?

  • Dikatakan Hammam, asy-Sya’bi, asy-Syafi’i, dan juga dikatakan oleh beberapa shahabat,insya Allah sanadnya la ba’s (tidak mengapa, istilah dalam Mushthalahul Hadits, ed) : “dipotong kumis sampai kelihatan bibir atasnya”.
  • dikatakan oleh al-Imam Ahmad, al-Muzanni, Ibnu Umar, dengan sanad yang shahih,“dengan mengambil rambut, sampai kelihatan kulitnya”,berkata al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah menukil perkataan al-Imam Ahmad : “beliau sangat keras dalam masalah ini, dalam membersihkan rambut kumisnya, lalu di katakan bahwa ini adalah lebih baik daripada memotongnya”,Dan dinukil oleh Ibnu Hajar rahimahullah perkataan ath-Thahawi rahimahullah : “al-halq/mencukur sampai tidak kelihatan kulitnya merupakan madzhab Abu Hanifah, Abu Yusuf”.

Dari semua tadi dikatakan oleh ath-Thabari yang dinukil oleh Ibnu Hajar rahimahullah :

“bahwasanya sunnah menunjukkan bolehnya dua perkara tadi –mencukur dan memotongnya- dan tidak ada pertentangan dari lafadh-lafadh hadits tadi. Karena memotong menunjukkan yang diambil sebagian saja dan al-ikhfa’ menunjukkan mengambil semuanya, dan kedua-duanya itu telah tsabit, ada dalil-dalil sebagaimana yang telah kita baca dari dalil-dalil tentang wajibnya memotong kumis, dengan lafadh “memotong kumis”, “memangkas habis kumis sampai kelihatan kulitnya” dan dengan lafadh “boleh memotong dan boleh mencukur”, maka kata ath-Thabari lafadh-lafadh sunnah tidak ada pertentangan dan menunjukkan bolehnya keduanya. Maka selanjutnya kata ath-Thabari rahimahullah : “maka kamu boleh meilih pada apa-apa yang disenangi/dikehendaki”.

Dan ini insya Allah yang rajih / lebih kuat.

Demikian juga dikatakan oleh al-Munawi raihmahullah setelah menyebutkan hadits :

“yang dimaksud qashshu asy-syarib (memotong kumis) adalah memotongnya dengan cara aapapun baik dengan memotong atau yang lainnya sampai tampak jelas bibir yang atas”.

Demikian juga para shahabat radhiyallahu ‘anhum sebagaimana al-hafidh menukil dari Syurahbil Ibnu Muslim Al-Khaulani berkata :

“aku melihat lima dari shahabta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka meotong kumis-kumis mereka”.

Di antaranya adalah Abu Umamah al-Bahili, al-Miqdam bin Ma’dikarim al-Kindi, ‘Utbah bin Auf as-Sulami, al-Hajjaj bin ‘Amir, dan ‘Abdullah bin Bisyr radhiyallahu ‘anhum.

Dan al-Haifdh menukil juga bahwasanya di antara shahabat ada yang mencukurnya, sebagaimana dinukil oleh al-Hafidh perkataan ‘Abdullah bin Abu Rafi’ :

“aku melihat Abu Said al-Khudri, Jabir, Ibnu Umar, Rafi’ bin Khadid, Abu Usaid al-Anshari, dan Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhum mereka ada yang mencukurnya dan ada yang memotongnya”.

(Fathul Baari 10/426).

Faedah memotong kumis

Disebutkan al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah menukilkan perkataan al-Qurthubi rahimahullah :

“bahwasanya dengan dipotongnya kumis itu tidak mengganggu pada waktu makan dan tidak terkumpul di sana kotoran”.

Demikian juga dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi rahimahullah :

“ bahwasanya air yang turun dari hidung itu akan membikin lengket pada kumis dan mengotori kumis dan akan sulit untuk membersihkannya, maka disyariatkan untuk mengurangi panjang kumis dan akan sulit untuk membersihkannya, maka disyariatkan untuk mengurangi panjang kumis memang ada faidahnya yaitu untuk menambah kegantengan”.

Dikatakan juga oleh asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah :

“bahwasanya seandainya seseorang itu kumisnya panjang dan tatkala meminum rambutnya itu menempel pada air minum, dengan panjangnya kumis mungkin ada kotoran-kotoran, mikrobat-mikrobat yang menempel pada kumis dan itu akan membahayakan bila di sana terdapat mikrobat yang memadharatkan”.

Kesimpulan :

Memotong kumis merupakan syariat yang bila kita laksanakan di sana pasti ada hikmah dan faidahnya, karena ini adalah perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pada hakikatnya perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu adalah perintahnya Allah Subhanahu wa ta’ala.

Wallahu a’lam bish shawwab.

Materi ini disampaikan oleh al-Ustadz Abu ‘Abdirrahman ‘Abdul Haq di Ma’had Minhajus Sunnah Muntilan. Insya Allah bersambung dalam bahasan selanjutnya yaitu tentang memotong kuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."