Penjelasan Hadits Ke-27 Umdatul Ahkam ( 2 )
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dari Abu Hurairah berkata : saya mendegar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Fithrah itu lima ; khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak”.
Sabda ar-Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Mencukur rambut kemaluan”
Berkata al-Imam an-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim
Kenapa dinamakan al-istihdad ?
“bahwasanya karena menggunakan besi “.
Sebagian ulama mengambil dari hadits ini sebagai dalil bahwasanya seseorang itu boleh berkinayah pada hal-hal yang dianggap malu/memalukan.
Dalam hadits ini dengan at-tashrih, menggunakan kata-kata kinayah al-istihdad, sebagian ulama mengatakan demikian akan tetapi dibantah oleh al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah :
“yang tampak bahwasanya yang demikian itu karena perubahan dari rawi”.
Kenapa al-Hafidh mengatakan demikian?
Karena datang dalam riwayat an-Nasa’i, Abu Dawud, dishahihkan oleh al-Albani rahimahullah dalam Shahih An-Nasa’i nomor 12 dari hadits Abu Hurairah dengan lafadh : “mencukur al-‘anah”.
Dengan tashrih/memperjelas tanpa menggunakan kinayah. Maka kata al-Hafidh yang benar adalah karena perubahan yang dilakukan oleh perawi hadits.
Jadi tidak benar jika hadits ini digunakan sebagai kinayah pada hal-hal yang dianggap malu karena datang dengan lafadh hadits lain dengan tashrih.
Apa yang dimaksud dengan al-anah?
Dikatakan oleh an-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim :
“al-anah adalah rambut yang berada di atas dzakar laki-laki dan sekitar duburnya dan demikian juga rambut yang berada di sekitar farji wanita”.
Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah menukil dari Abul Abbas :
“yang dimaksud al-anah adalah rambut yang tumbuh di sekitar dubur, maka didapat dari kumpulan semua itu disunnahkannya untuk mencukur apa-apa yang di sekitar qubul dan demikian juga di sekitar duburnya”.
Karena dikatakan apabila di sekitar dubur itu rambutnya panjang itu akan menyulitkan seseorang apabila beristinja’, lebih-lebih lagi apabila ber-istijmar/dengan batu, ini lebih sulit lagi untuk dihilangkan”.
(Fathul Baari 10/422, Syarh Muslim li an-Nawawi 3/140)
Faidah :
Dinukilkan dari asy-Syaikh al-‘Utsaimin rahimahullah : “ rambut di sekitar qubul adalah termasuk dari tanda-tanda balighnya seseorang, maka termasuk fithrah untuk seseorang itu mencukur rambutnya, karena apabila memanjang –terkadang terkotori oleh najis yang keluar dari depannya/belakangnya, maka disunnahkan untuk dicukur.
Masalah : bagaimana menghilangkannya ?
Berkata an-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim :
“yang paling afdhal adalah dengan cara mencukurnya dan boleh dengan cara memotong dan rambut [dikatakan oleh al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah : beberapa dokter mengatakan dengan dicabut akan mengakibatkan madharat] dan boleh juga dengan obat yang mematikan rambut”.
Dengan catatan semua itu tidak membikin madharat kepada kulit karena kulit-kulit yang tersembunyi sangat riskan, apabila obatnya sangat keras, salah-salah kulitnya pun juga ikut hilang.
Masalah : hukum al-istihdad ?
Berkata an-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim :
“bahwasanya itu adalah sunnah bagi laki-laki dan bagi wanita”.
Dan demikian juga dinukil oleh al-Hafidh rahimahullah :
“bahwasanya sunnahnya adalah dicukur dengan silet, baik pada laki-laki maupun pada wanita”.
Sebagai penguat, bahwa wanita juga disunnahkan untuk mencukur.
Sebagaimana hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu yang dikeluarkan oleh al-Bukhari rahimahullah :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “apabila kamu masuk pada keluarganya pada waktu malam, jangan kamu masuk pada keluargamu sampai dia itu tastahidah”.
Materi ini disampaikan oleh al-Ustadz Abu ‘Abdirrahman ‘Abdul Haq di Ma’had Minhajus Sunnah Muntilan. Insya Allah bersambung dalam bahasan selanjutnya yaitu tentang memotong kumis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar