Bagaikan
mengukir diatas batu, demikian perumpaan bagi orang yang belajar pada
masa-masa emasnya. Maksudnya, bahwa belajar pada masa kanak-kanak akan
melekat kuat dalam jiwa, bagaikan lukisan yang digoreskan di atas batu
akan tergambar jelas tidak mudah hilang.
Masa-masa
emas ini pulalah yang dimanfaatkan oleh pendidik terbaik sepanjang
sejarah manusia, Rasulullah Muhammad. Tak heran, banyak sekali
didapatkanpara cendekiawan muda yang terlahir dari bimbingan beliau.
Kita
kenal Abdullah bin Abbas , Abdullah bin Umar , Anas bin Malik, dan masih
banyak lagi, mereka adalah ulama, yang mencapai derajat tinggi dalam
umur yang masih relatif muda.
Seandainya
kita lihat sistem pendidikan Rasulullah, kita akan dapatkan bahwa
beliau mendidik umat dalam setiap kesempatan. Bukan hanya dalam
majlis-majlis ta’lim, bahkan ketika sedang safar, saat berboncengan, dan
pada stiap keadaan. Termasuk pula pada saat anak bermain. Seperti dalam
haditsyang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhori, dari Anas bin Malik, ia
mengisahkan bahwa Rasulullah sering berkunjung ke rumahnya. Pernah suatu
hari burung kecil, peliharaan Abu Umair (adik Anas bin Malik) yang ia
bermain dengan burung tersebut mati, melihat kesedihan anak tersebut
Rasulullah menghiburnya. Beliau bersabda, Wahai Abu Umair kenapa burungmu?” dalam
sepenggal hadits ini banyak sekali muatan pendidikan yang ingin
Rasulullah sampaikan. Bahkan Imam Asy Syafi’i menyimpulkan kurang lebih
40 pendidikan dalam hadits ini. Minimalnya bagi si anak tersebut adalah
tertanamnya kecintaan terhadap sosok pengajar karena perhatian besar
yang di berikan.
Maksud
dari uraian ini adalah agar kita sebagai orang tua tidak membiarkan
masa-masa emas ana lewat begitu saja. Sekedar untuk main-main tanpa ada
unsur pendidikan . apalagi main-main adalah dunianya anak-anak.
Main
dan mainan adalah sesuatu yang hampir tidak terlepaskan dari anak-anak.
Sebagian besar waktu mereka adalah untuk bermain. Dalam kegiatan inilah
sejatinya mereka banyak belajar. Mereka selalu ingin tahu dan mencoba.
Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan tanpa adanya tujuan yang
serius. Satu-satunya tujuan adalah perasaan senang pada saat
melakukannya. Karenanya, bermain sangat dekat dengan kehidupan
anak-anak. Pada kegiatan seperti inilah kesempatan yang sangat bagus
bagi orang tua untuk memberikan pendidikan bagi mereka.
Secara garis besar usia bermain pada anak dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap :
Tahap pertama
adalah penjelajahan. Tahap ini mulai usia bayi sampai satu tahun. Pada
usia ini kegiatan bermain bayi berupa memandang di sekitarnya. Lalu,
ketika otot tangan mulai kuat bayi mulai senang menggenggam dan
mengguncang-guncang benda kecil. Daerah penjelajahan menjadi lebih luas
ketika mereka mulai merangkak atau belajar berjalan. Pada usia inilah
anak banyak merekam kejadian di sekitarnya. Sehingga orang tua bisa
memberikan pembelajaran dengan menciptakan suasana yang religius. Dengan
memperdengarkan anak kalimat-kalimat toyyibah seperti bacaan
murattal,ucapan doa, tutur kata yang santun, dan yang lainnya. Juga
memperlihatkan pada mereka kegiatan-kegiatan ibadah seperti shalat
qiraatil qur’an, dan muamalah yang bagus. Iddealnya, kondisi seperti ini
dipertahankan sampai kapan pun.
Tahap kedua, usia
antara satu sampai lima atau enam tahun. Semakin sempurna otot tubuh
memungkinkan anak menguasai berbagai alat bermain. Umumnya anak usia
satu sampai tiga tahun, anak masih bermain sendiri. Sekalipun mereka
bermain bersama dengan seusia tetapi masing-masing sibuk dengan alat
bermainnya sendiri. Pada tahap ini dan selanjutnya, kebutuhan peran dan
bimbingan orang tua terhadap anak dalam kegiatan bermain lebih besar.
Mulai dari pengaturan waktu bermain, alat bermain, dan cara
permainannya. Orang tua hendaknya membiasakan anak cara mengatur dan
membagi waktunya. Jangan sampai waktu bermain bertabrakan dengan jam
istirahat, waktu makan, atau saat beribadah maupun jadwal belajar yang
sesungguhnya. Alat bermain pu, hendaknya orang tua memilihkan bagi anak
yang bersifat edukatif. Seperti mewarnai gambar, balok susun, dan yang
lainnya. Saat orang tua mendampingi dan membimbing mereka bermain,
inilah waktu yang tepat untuk menyisipkan pengajaran kepada mereka,
seperti pelajaran akidah, akhlak, adap, kosakata bahasa arab atau yang
lainnya.
Tahap
ketiga, meningkatnya kemampuan berpikir dan bersosialisasi membuat
mereka lebih menyukai permainan yang melibatkan teman. Pada tahap ini
pengawasan orang tua relatif lebih susah. Walaupun orang tua tidak bisa
sepenuhnya mengawasi, bukan berarti orang tua melepaskan begitu saja.
Pada tahap inilah orang tua menekankan pengajaran akhlakul karimah
kepada anak, berupa sifat amanah, menghargai orang lain, kejujuran,
kasih sayang, berbagi dengan teman, menolong yang kesulitan, dan akhlak
yang lainnya, yang sangat mungkin didapat saat anak bermain dengan
temanya.
Jadi,
orang tua yang sayang anak bukan artinya memberikan kebebasan-kebebasan
kepada anak untuk bermain sebebas-bebasnya. Tapi orang tua yang sayang
anak adalah yang berusaha keras mengusahakan keshalihannya, sampai dari
hal main dan mainan. Orang tua yang bijak akan terus memerhatikan
pendidikan anak sesuai dengan pertumbuhan anak. Allahu a’lam. (Farhan)
(sumber: Majalah Tashfiyah, edisi 04, Volume 01 1432H/2011, di tulis ulang untuk blog buahhatiku01.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar