Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Nasim Mukhtar Ibn Rifa’i
Dari Abdullah bin Umar rahimahumullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بُعِثْتُ بَيْنَ
يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتىَّ يُعْبَدَ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيْكَ
لَهُ وَجُعِلَ رِزْقِيْ تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِيْ وَجُعِلَ الذُّلُّ
وَالصِّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِيْ وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ
فَهُوَ مِنْهُمْ
“Aku diutus menjelang hari
kebangkitan dengan pedang supaya hanya Allah semata yang di ibadahi,
tiada sekutu bagi-Nya. Rezekiku diletakkan di bawah naungan pedangku.
Kerendahan dan kehinaan ditetapkan bagi siapa saja yang menyelisihi
perintahku. Barang siapa menyerupai suatu kaum, ia termasuk bagian dari
mereka.”
Benarkah Islam agama yang penuh rahmah dan kasih sayang? Benarkah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cinta dan kedamaian kepada umat manusia? Jika memang benar, mengapa kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dipenuhi
dengan cerita perang dan pertempuran? Itulah sebuah syubhat yang
diungkap untuk mencitrakan Islam sebagai agama yang buas dan penuh
kebencian. Maka dari itu, hadits di atas hanya sebagian penggalannya
yang dibahas untuk sedikit menjawab syubhat tersebut.
Hadits tersebut dikeluarkan
oleh al-Imam Ahmad (no. 5114, 5115, 5667), al-Khatib dalam al-Faqih wal
Mutafaqqih (2/73), dan Ibnu Asakir (1/19/96) dari jalan Abdurrahman bin
Tsabit bin Tsauban dari Hassan bin ‘Athiyyah dari Abu Munib al-Jarasyi.
Asy-Syaikh al-Albani
menjelaskan dalam Jilbab Mar’ah Muslimah (203— 204), “Hadits ini
sanadnya hasan. Mengenai Ibnu Tsauban, memang ada pembicaraan, namun
tidak memudaratkan. Al-Imam al-Bukhari rahimahumullah telah menyebutkan
sebagian dari hadits di atas secara mu’allaq di dalam Shahihnya (6/75).”
Al-Hafizh rahimahumullah
menjelaskan dalam syarahnya, “Hadits ini adalah bagian dari hadits yang
dikeluarkan oleh al- Imam Ahmad dari jalan Abu Munib… dan hadits ini
mempunyai penguat yang mursal dengan sanad yang hasan, dikeluarkan oleh
Ibnu Abi Syaibah dari jalan al-‘Auza’i dari Sa’id bin Jabalah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara keseluruhan.”
Tujuan Berperang
Perang, dalam perspektif Islam, memiliki tujuan dan cita-cita mulia, antara lain:
1. Membebaskan manusia dari
peribadahan kepada makhluk menuju peribadahan kepada Allah Subhanahu wa
ta’ala , Dzat yang menciptakan dan memberikan rezeki untuk mereka.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (al- Anfal: 39)
2. Menghapuskan kezaliman dan mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا ۚ وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diizinkan
(berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka
telah dianiaya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuasa menolong
mereka itu.” (al-Hajj: 39)
الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ
“(Yaitu) orang-orang
yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar,
selain karena mereka berkata,‘Rabb kami hanyalah Allah’.” (al-Hajj: 40)
3. Menghinakan orang-orang kafir, menghukum, dan melemahkan kekuatan mereka. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
قَاتِلُوهُمْ
يُعَذِّبْهُمُ اللَّهُ بِأَيْدِيكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنصُرْكُمْ
عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُورَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِينَ () وَيُذْهِبْ غَيْظَ
قُلُوبِهِمْ ۗ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَىٰ مَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ
حَكِيمٌ
“Perangilah mereka, niscaya
Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu. Allah
akan menghinakan mereka, menolong kamu dari mereka, dan melegakan hati
orang-orang yang beriman,serta Allah akan menghilangkan panas hati orang
orang mukmin. Dan Allah menerima taubat orang-orang yang dikehendaki-
Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.” (at-Taubah: 14-15)
(al-Mulakhas Fiqhi, al-Fauzan, 1/379—380)
Beberapa Adab dalam Berperang
Sebagai bukti bahwa Islam
mengajarkan cinta kasih, tidak asal membunuh, dan tidak menekankan
kebencian, adalah adab-adab yang dibimbingkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap peperangan. Di antaranya adalah,
1. Islam selalu menawarkan
pilihan pilihan sebelum berperang, yaitu masuk Islam atau membayar
jizyah (semacam upeti) dengan mereka tetap menjalankan agama
masing-masing.
Di dalam hadits Buraidah radhiyallahu anhu, beliau bercerita, “Dahulu, kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengangkat seorang panglima untuk sebuah pasukan perang, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
memberikan wasiat secara khusus untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala dan berbuat baik kepada kaum muslimin yang menyertainya.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan,
“Berperanglah dengan
menyebut nama Allah Subhanahu wa ta’ala di jalan- Nya! Perangilah
orang-orang yang kufur terhadap Allah Subhanahu wa ta’ala! Janganlah
kalian berbuat ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi),
berkhianat, mencincang jasad musuh, dan janganlah membunuh anak-anak.
Jika engkau berjumpa musuh dari kaum musyrikin, tawarkan kepada mereka
tiga hal. Apa pun yang mereka pilih darimu, terimalahdantahanlahdirimu
dari mereka.” (Shahih Muslim, 1731)
Ketiga hal tersebut adalah: masuk Islam, membayar jizyah, atau berperang. Sama juga dengan pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu sebelum menyerang benteng Khaibar. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْفُذْ عَلَى رِسْلِكَ حَتَّى تَنْزِلَ بِسَاحَتِهِمْ ثُمَّ
“Berangkatlah dengan
hati-hati hingga engkau berada didepan benteng mereka. Kemudian, ajaklah
mereka ke dalam Islam! Sampaikan kepada mereka akan kewajiban mereka
terhadap hak Allah Subhanahuwata’ala .
Demi Allah, (seandainya) Allah
Subhanahuwata’ala memberikan hidayah kepada seseorang melalui sebab
dirimu, itulebih baik bagimu daripada unta merah.”(HR. al-Bukhari no.
2942, Muslimno. 2406)
2. Islam tidak mengajarkan
untuk berharap bertemu dengan musuh. Namun, jika telah berjumpa haruslah
bersabar. Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تَمَنَّوْا لِقَاءَ الْعَدُوِّ فَإذَِا لَقِيتُمُوهُمْ فَاصْبِرُوا
“Janganlah kalian
berharap-harap bertemu dengan musuh. Akan tetapi, jika kalian telah
bertemu dengan musuh,bersabarlah!” (HR. al-Bukhari no. 3025 dan Muslim
no. 1741)
3. Dilarang membunuh kaum wanita dan anak-anak. Ibnu Umar radhiyallahu anhu bercerita tentang seorang wanita yang ditemukan terbunuh dalam sebuah peperangan yang diikuti oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkari pembunuhan terhadap kaum wanita dan anak-anak (HR. al-Bukhari no. 3013 dan Muslim no. 1745).
4. Dilarang berbuat
khianat, mencincang ,dan mencacat jasad musuh, serta ghulul (mengambil
harta rampasan perang sebelum dibagi). Dalilnya adalah hadits Buraidah radhiyallahu anhu pada poin pertama.
5. Dilarang membunuh musuh yang dalam keadaan tidak berdaya.
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beristirahat
di bawah naungan sebuah pohon dalam Perang Dzatur Riqa’. Datang seorang
musuh dengan menghunus pedang sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang
tertidur. Saat Nabi terbangun, orang itu bertanya, “Apakah engkau takut
kepadaku?” Jawab Nabi, “Tidak!” Orang itu bertanya lagi, “Siapa yang
akan menghalangiku dari membunuhmu?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Allah Subhanahuwata’ala.” Seketika itu, pedang yang ia bawa terjatuh lalu diambil oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu beliau balik bertanya, “Siapakah yang akan menghalangiku dari membunuhmu?”Lalu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajaknya masuk Islam. Ia menolak, tetapi berjanji untuk tidak lagi ikut memerangi kaum muslimin.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkannya pergi.
Orang itu kembali ke
kaumnya dan mengatakan, “Aku datang kepada kalian setelah bertemu dengan
manusia terbaik.” (HR. al- Bukhari no. 4139 dan Muslim no. 843)
Latar Belakang Perang di Masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sejarah perang di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
diawali oleh sikap-sikap kaum musyrikin yang mengganggu ketenteraman
kaum muslimin, pengkhianatan mereka, dan kezaliman mereka. Perang
terjadi setelah tiga belas tahun lamanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
kaum muslimin bersabar atas kezaliman dan kejahatan kaum musyrikin
selama di Makkah. Berikut ini beberapa latar belakang perang yang
terjadi pada masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
1. Perang Badar
Semua berawal dari
rongrongan kaum musyrikin Quraisy yang berusaha membuat makar untuk
menghancurkan kaum muslimin. Mereka mengirim suratsurat kepada kaum
musyrikin di Yatsrib (Madinah) untuk berusaha menekan, memerangi, dan
mengusir kaum muslimin dari kota Madinah. Mereka diancam akan dibunuh
dan perempuan-perempuan mereka akan dihalalkan jika tidak memerangi kaum
muslimin. Kaum muslimin pun berusaha balas menekan. Di antara bentuknya
adalah melakukan penghadangan terhadap kafilah-kafilah dagang kaum
musyrikin Quraisy.
Hingga suatu saat, kafilah
dagang yang dipimpin oleh Abu Sufyan berhasil lepas dari pengintaian
kaum muslimin. Ia pun mengirimkan berita kepada kaum musyrikin di Makkah
tentang usaha penghadangan kaum muslimin. Berangkatlah kurang lebih
1.000 orang pasukan dengan perlengkapan dan peralatan perang, di atas
keangkuhan dan kesombongan. Sementara itu, kaum muslimin hanya membawa
perlengkapan dan peralatan seadanya, itu pun dengan jumlah pasukan
kurang lebih tiga ratus orang. Terjadilah peperangan yang kemudian
dimenangi oleh kaum muslimin.
2. Perang Bani Nadhir
Bermula dari kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke
bani Nadhir untuk menghitung/ menentukan tebusan atas kesalahan seorang
sahabat yang membunuh dua orang Yahudi. Namun, orang-orang bani Nadhir
justru berencana mempergunakan kesempatan tersebut untuk membunuh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara diam-diam. Akan tetapi, malaikat Jibril memberitahukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rencana mereka.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergegas
kembali ke Madinah lalu memerintahkan Muhammad bin Maslamah untuk
menyampaikan kepada bani Nadhir agar mereka segera meninggalkan tempat
mereka dalam waktu sepuluh hari. Jika tidak, mereka akan diperangi.
Karena hasutan dari orang-orang Yahudi lainnya, mereka pun menolak
tawaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka justru mempersiapkan diri untuk berperang melawan kaum muslimin.
Setelah dikepung selama enam malam, bani Nadhir kemudian menyerah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusir
mereka dari Madinah dan memberikan kemurahan sehingga mereka bisa
membawa barang dan harta, selain senjata. Allah Subhanahuwata’ala
menceritakan hal ini dalam surat al-Hasyr.
3. Perang Ahzab Perang ini
terjadi karena persekongkolan dan makar jahat kaum musyrikin Makkah,
kabilah Ghathafan, kaum Yahudi, dan kabilah-kabilah lainnya. Mereka
bersepakat untuk bersatu dan bersama-sama menyerang kota Madinah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermusyawarah dengan
para sahabat untuk menentukan strategi di dalam menghadapi pasukan
gabungan tersebut. Jadi, Perang Ahzab adalah perang yang terjadi karena
kaum muslimin membela diri dan mempertahankan kota Madinah.
4. PerangBaniQuraizhah Bani
Quraizhah adalah kabilah Yahudi yang melakukan pengkhianatan terhadap
kaum muslimin. Pada saat kaum muslimin sedang sibuk melawan pasukan
gabungan dalam Perang Ahzab di sebelah utara Madinah, bani Quraizhah
yang berada di sebelah selatan Madinah malah menyatakan perang.
Padahal, tidak ada yang
menghalangi antara bani Quraizhah dengan lokasi perlindungan kaum wanita
dan anak-anak kaum muslimin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat
bersedih, pun para
sahabatnya. Setelah Allah Subhanahuwata’ala
memberikan kemenangan kepada kaum muslimin dalam peristiwa Perang Ahzab,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berangkat menuju tempat tinggal bani Quraizhah untuk menghukum mereka atas pengkhianatan yang mereka lakukan.
5. Perang Mu’tah
Perang ini terjadi karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam marah
saat mendengar utusan beliau, sahabat al-Harits bin ‘Amr, yang membawa
surat untuk penguasa negeri Basra malah dibunuh dan dipenggal kepalanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan pasukan
terdiri dari 3.000 orang dengan pimpinan secara bergantian Zaid bin
Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah bin Rawahah. Itu pun
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan untuk menyampaikan tawaran Islam kepada mereka terlebih dahulu. Jika menolak, mereka boleh diperangi.
Bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,
“Berperanglahkaliandengannama Allah Subhanahu wa ta’ala dandijalan
Allah Subhanahuwata’ala. Bunuhlah orang yang melakukank ekufuran kepada
Allah Subhanahu wa ta’ala. Janganlah kalian menipu dan mencuri harta
rampasan perang. Jangan pula membunuh anak-anak, kaum wanita, dan
orang-orang tua. Janganlah kalian merusak tempat ibadah mereka, menebang
pohon kurma, dan pohon apapun,serta janganlah merobohkan bangunan!”
6. Fathu Makkah
Inilah peristiwa penaklukan
kota Makkah. Bermula dari pengkhianatan kaum musyrikin Quraisy yang
secara diam-diam membantu sekutu mereka, bani Bakr, untuk menyerang bani
Khuza’ah. Padahal Khuza’ah adalah sekutu kaum muslimin. Sementara itu,
dalam Perjanjian Hudaibiyah telah disepakati masa gencatan senjata.
Ternyata, orangorang bani Bakr telah membunuh lebih dari dua puluh orang
bani Khuza’ah. Khuza’ah lalu menyampaikan berita itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bergeraklah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat untuk menaklukan kota Makkah.
Setelah kota Makkah
ditaklukkan, apa yang beliau lakukan? Beliau mengatakan kepada kaum
Quraisy yang dahulu memusuhi dan memerangi kaum muslimin, “Pada hari ini
tidak ada cercaan terhadap kalian. Bubarlah, karena kalian adalah
orang-orang yang bebas!”
Sungguh Sangat Berbeda!
Sungguh sangat berbeda!
Peperangan yang dikenal dan terjadi pada masa jahiliah adalah peperangan
yang dipenuhi oleh kekejaman, kekerasan, perampokan, penghancuran
kehormatan, pemusnahan ladang dan kebun, pembunuhan terhadap anak-anak,
tanpa kasih sayang dan rasa perikemanusiaan. Adapun Islam, peperangan
adalah sarana untuk menebarkan kasih sayang dan keadilan, menolong
orang-orang yang terzalimi, dan menegakkan kalimat Allah Subhanahu wa ta’ala sehingga peribadahan benar-benar menjadi hanya untuk Allah Subhanahu wa ta’ala.
Lihatlah adab-adab
berperang yang diajarkan oleh Islam. Betapa rahmat dan penuh cinta!
Bandingkanlah! Selama tidak lebih dari delapan tahun peperangan yang
dijalankan di masa hidup Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, korban terbunuh hanya sebatas 1.000 orang dari kalangan kaum muslimin, kaum musyrikin, Yahudi, dan Nasrani.
Dengan rentang waktu yang
relatif singkat dan korban jiwa yang relatif kecil, kaum muslimin mampu
menundukkan hampir seluruh Jazirah Arab dan menciptakan keamanan serta
ketenteraman. Adapun peperangan di zaman jahiliah sangat jauh berbeda.
Korban begitu banyak, dilatarbelakangi oleh dendam dan benci, penuh
ketakutan dan tidak berakhir.
Misalnya, perang antara
bani Bakr dan kabilah Taghlib yang terjadi selama empat puluh tahun
dengan korban sekitar 70.000 orang! Atau perang antara Aus dan Khazraj
yang terjadi hampir seratus tahun. Sungguh sangat berbeda! Bandingkanlah
dengan peperangan yang dilakukan dan dijalani oleh kaum kafir Barat!
Dalam Perang Dunia Pertama, yang hanya berlangsung kurang lebih selama
empat tahun, minimalnya ada 40 juta orang tewas.
Mayoritasnya adalah warga
sipil yang tidak terlibat dalam peperangan secara langsung. Sekitar 9
juta orang tewas akibat kekurangan pangan, kelaparan, pembunuhan massal,
dan terlibat secara tidak langsung dalam pertempuran. Dalam perang ini,
senjata kimia digunakan untuk pertama kalinya, pemboman atas warga
sipil dari udara dilakukan, dan banyak pembunuhan massal.
Bandingkan juga dengan
Perang Dunia Kedua! Perang terbesar dalam sejarah manusia yang
melibatkan kaum kafir Barat yang hanya terjadi dalam waktu enam tahun,
telah memakan korban 70 juta orang tewas, mayoritasnya masyarakat sipil.
Dalam dua perang dunia ini, mencuat nama-nama penjahat perang semacam
Hitler, Mussolini, Lenin, Stalin, dan lainnya. Demikian juga
kejahatankejahatan yang tercatat dalam sejarah hitam dunia. Tokyo dibom
bakar oleh sekutu yang mengakibatkan 90.000 orang tewas akibat kebakaran
hebat di seluruh kota.
Hiroshima dan Nagasaki
dibom atom yang mengakibatkan korban dan kerugian besar. Hal-hal yang
sangat tidak beradab dan tidak berperikemanusiaan telah dipertontonkan
oleh kaum kafir Barat. Atau juga kejahatan yang dilakukan oleh Slobodan
Milosevic yang melakukan genosida (pembantaian etnis secara massal)
terhadap kaum muslimin di Bosnia.
Belum lagi kejahatan kaum
kafir Barat terhadap kaum muslimin di Afghanistan, Palestina, Chechnya,
dan banyak daerah lain. Sebelumnya lagi, dalam catatan Perang Salib.
Sejarah telah mencatat kekejaman dan kejahatan yang dilakukan oleh kaum
Salibis terhadap kaum muslimin.
Pembunuhan terhadap wanita
dan anak-anak, pembakaran masjid dan bangunan lainnya, pemerkosaan,
tindakan keji dan bengis, serta perbuatan bengis lainnya. Kita harus
bertanya, “Siapakah yang patut dianggap sebagai kaum yang jahat dan
tidak berperikemanusiaan? Siapa pula yang pantas dinilai sebagai kaum
yang penuh rahmat dan kasih sayang? Kaum muslimin yang mengajarkan adab
adab penuh cinta dan kasih sayang di dalam berperang; ataukah kaum kafir
Barat yang menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan?” Alhamdulillah, Islam
adalah agama yang mengajarkan rahmat dan kasih sayang.
Al-Qur’an, sunnah, dan
sejarah Nabi Muhammad menjadi bukti hal tersebut. Meskipun ada kelompok
kelompok atau individu-individu yang melakukan kejahatan lalu
menisbatkan dirinya kepada Islam, sesungguhnya Islam berlepas diri dari
mereka.
Wallahulmusta’an,
walhamdulillah Rabbil ‘alamin.
——————————————————
Sumber : Majalah Asy Syariah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar