Radio Muwahiddin

Sabtu, 17 November 2012

Para Penulis Aloloom Adalah Pendusta


Para Penulis di Situs Aloloom

Orang-orang Dungu dan Pendusta

(Asy Syaikh Al-’Allamah Al-Mujahid Muhammad bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah)

Pengantar

Berikut adalah arsip salinan SMS yang menjadi bukti kejahatan (orang-orang yang terfitnah Syaikh Yahya Al Hajuri) terhadap para ulama Ahlussunnah yang disebarkan oleh fattan RA Media Hasan Ngawi/Magetan (mereka melakukan propaganda pemikirannya dengan penyebaran melalui e-mail kebesarannya (bani_hsn@yahoo.com), mujahirin yang saat ini dibela-bela tanpa rasa malu -walau telah kadaluarsa- secara serampangan dan membabi buta oleh facebooker Hanan Bahanan hadahullah- akan ada jawabannya Insya Allah). Ya, facebooker Hanan Bahanan hadahullah telah berterus terang kepada kita semua di mana dia letakkan ulfahnya, maka inilah sebagian jawaban atas jenis-jenis orang yang dia telah meletakkan wala’ dan pembelaannya, yaitu orang-orang yang telah memerangi para ulama kita:

“Sms dr abu fairuz dammaj=”Sy Yahya tlh habisi muh bn hadi.hujan malzamah jg hantam m b hadi dr sy muh amudi, muh suwari (dmj), sy muh mani’(son’a), sy hasan b qosim (ta’iz), ahmad uqbari (madinah). muh b hadi jg bolehkan pemilu. Dia dihantam oleh muh suwari dg malzamah baru. dia hingga tak sanggup bela diri. bgt pula sy robi’.Allohu yahdihima” (Dari hasan ngawi diterima: 04/10/2011 05:33)

Inilah jawaban tegas dan jelas dari Asy Syaikh Muhammad bin Hadi hafizhahullah terhadap fitnah dan berbagai macam isyu atas beliau yang disebarluaskan baik melalui media internet maupun SMS terkait fitnah Yaman:

Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali Hafizhahullah Ta’ala ditanya ketika bertemu dengan murid-murid beliau di kota Riyadh pada malam Kamis tanggal 29 Dzul Qa’dah 1432 H:

Penanya:

Demi Allah dengarkanlah wahai saudara-saudaraku, dengarkanlah! Penanya bertanya: “Fadhilatusy Syaikh, semoga Allah memberikan kebaikan kepada Anda. Anda menyebut-nyebut para tokoh dakwah pada masa ini, seperti Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin, Al-Albani. Namun Anda tidak menyebutkan Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah. Penanya di sini tidak mengatakan rahimahullah. Dan saya katakan rahimahullahu jami’an (semoga Allah merahmati mereka semua), bukankah Asy-Syaikh Muqbil adalah orang yang memiliki keutamaan setelah Allah dalam tersebarnya As-Sunnah di Yaman?”

Jawaban:


Wahai saudaraku semua, saya telah menyebutkan kepada kalian ucapanku. Dan saya senantiasa mengatakan kepada kalian bahwa mereka selalu memberikan kritikan kepada siapa? Kepada ketiga orang di atas. Sekarang apakah makna ucapanku adalah bahwa saya tidak memperhitungkan Muqbil rahimahullah?! Kalian sendiri mendengar dan saya telah menyampaikan kepada kalian pernyataanku mereka selalu memberikan komentar dan inilah yang kita saksikan: Ibnu Baz berkata, Al-Albani berkata, Ibnu ‘Utsaimin berkata, Ibnu Baz berkata, Al-Albani berkata, Ibnu ‘Utsaimin berkata, Ibnu Baz berkata, Al-Albani berkata, Ibnu ‘Utsaimin berkata. Sekarang saya berbicara untuk memberikan komentar terhadap perkataan dan perbuatan mereka. Atau apakah yang demikian itu ucapanku?! Saya berbicara tentang perkataan dan perbuatan mereka, Subhanallah!! Apabila memang ada sesuatu dalam diri yang nampak, maka yang saya minta hendaklah kalian menghukumiku kepada ungkapan-ungkapan yang saya sampaikan yang sharih (gamblang), atau pada perbuatanku apabila kalian memandangnya telah menyimpang. Terkadang saya menyembunyikan dari kalian dalam ucapanku, maka perhatikanlah kepada perbuatanku. Saudara kita ini yang semestinya baginya adalah berbaik sangka kepada kami.

Pada kesempatan ini saya katakan bahwasanya tidak ada seorang Salafi pun yang ragu, juga seorang Sunni dalam hal Allah Tabaraka wa Ta’ala menghidupkan dan menyebarkan madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah di Yaman melalui tangan beliau ini (asy-Syaikh Muqbil rahimahullah -pent). Dan beliau dalam melaksanakan amalannya itu tidaklah sendirian, akan tetapi bersama sejumlah yayasan. Sehingga semoga Allah merahmati beliau. Dan tidaklah hasil itu kecuali karena sebab keikhlasan. Oleh karena itu sejukkanlah matamu wahai penulis pertanyaan dan hendaklah engkau berbaik sangka kepada saudaramu. Ini suatu penjelasan (yang perlu untuk disampaikan).

Dan perkara yang lainnya karena terus ada pertanyaan ini, dan sesuatu itu lebih teringat dengan sesuatu yang lain, yaitu: telah sampai kepadaku sekarang bahwa dalam sebuah situs Muhammad bin Hadi mengatakan: Muqbil adalah Juhaimani. Semoga Allah merobek mulut-mulut para pendusta, mulut-mulut para pendusta. Demi Allah, kalau saya ingin mengatakan perkataan ini maka saya bukanlah seorang penakut. Saya bisa saja mengatakannya sekarang ini dalam keadaan beliau telah meninggal. Saya tidak mengatakannya kecuali semasa hidupnya. Beliau sendiri seorang manusia, tidak akan bisa menimpakan bencana sedikitpun kepadaku. Lalu bagaimana dengan sekarang setelah beliau meninggal lalu saya mengatakan perkataan ini?! Ini penjelasan pertama.

Kedua: Apabila terjadi kornsleting maka sangat mungkin terjadi persinggungan jaringan. Kemudian setelah itu akan terjadi kebakaran. Saya mengetahui darimana perkataan di atas muncul. Yaitu dari Markiz Dammaj. Mereka mengatakan kepadaku, namun demi Allah saya belum melihatnya, bahwasanya telah ditulis sejumlah bantahan atasku. Dan hal ini tidaklah membuatku gentar. Ini penjelasan yang lain.

Penjelasan ketiga: wajib untuk kalian mengetahuinya dan mungkin juga kalian telah mendengar perkara tersebut dariku. Demi Allah Dzat Yang tidak ada sesembahan selain Dia dan tidak ada Rabb selain Dia, saya Muhammad bin Hadi, kalian telah mengetahui diriku semenjak beberapa tahun silam. Dan orang yang masih segar ingatannya serta masih muda umurnya, pasti dia mengetahui sikapku belum lama ini. Dan saya tidak suka bersikap bunglon dan tidak pula bersilat lidah. Saya ditanya tentang Yahya al-Hajuri, lalu saya katakan tentang dirinya sebagaimana yang telah saya katakan. Lalu pembicaraan terus berulang dan menjadi menyebar dan tersiar. Lalu terjadilah apa yang terjadi. Sehingga setiap harinya datanglah sekelompok orang atau sejumlah orang dan menanyakan: apakah Anda telah mengatakannya? Apakah benar Anda telah mengatakannya? Apakah benar Anda mengatakannya? Maka saya katakan: Benar. Bolehkah direkam? Saya jawab: Demi Allah saya bukan seorang penakut. Namun saya ingin mematahkan kaidah ini (harus ada bukti rekaman-pent). Yaitu (orang mengatakan): “Saya harus mendengarnya sendiri.” Saya mencari berita-berita dari orang-orang yang tsiqah, kemudian berita-berita itu berlaku. Engkau puas atau tidak?

Setelah itu saya ditanya di Jazan, lalu saya jawab: Ya, saya katakan tentang Yahya al-Hajuri bahwasanya dia adalah seorang yang dungu. Tidak ada pada dirinya kecuali kedunguan, celaan, dan cacian. Dan apa yang dituju dengan pergi ke Dammaj untuk diambil faedah darinya sekarang ini dari Yahya selain celaan, kedunguan, dan cacian?!! Inilah yang saya tegaskan. Dan saya katakan pula bahwa dia seperti Falih, bahkan lebih buruk. Juga pada sebagian lafazh, kata atau maknanya adalah lebih parah. Sering pada banyak kesempatan menggunakan lafazh bal dan au. Jadi kata atau di sini bermakna bahkan sebagaimana yang dikatakan oleh penyair:
كَانُوا ثَمَانِينَ أو زَادُوا ثَمانية                      لَمْ أُحْصِ عِدَّتَهُمْ إِلاَّ بِعَدَّادِ
Mereka jumlahnya delapan puluh bahkan lebih delapan

Aku tidak menghitung jumlah mereka kecuali dengan benar-benar perhitungan
Maksudnya: bahkan jumlah mereka lebih…, lalu apakah maksudnya dia tidak mengetahui jumlah anak-anaknya?! Tidak demikian. Sehingga kata au (secara asal bermakna atau -pent) memiliki makna bal (bahkan).

Intinya yang menjadi bukti di sini adalah bahwasanya saya mengatakan dengan empat ungkapan ini, dan saya memiliki dalil-dalilnya. Saya juga tidak takut untuk mengatakannya. Setelah itu datanglah perkataan yang di atas tadi, namun itu tidak membahayakan diriku. Oleh karena itu hendaklah dia mengucapkan apa saja yang dia maukan, oleh dia dan selainnya. Kedunguan tidak mungkin saya layani dengan kedunguan pula. Cukuplah dengan saya menjelaskan sifatnya dengan sifat ini (kedunguan-pent). Omongan dia juga bisa didengar.

Para ulama sunnah di Dammaj sekarang ketika muncul kasidah-kasidah di tengah-tengah mereka (orang-orang Dammaj), para ulama itu sering dicaci maki. Lalu apakah yang demikian ini ada pada masa Muqbil rahimahullah? Kalimat ini (menyebut Muqbil tanpa menyebutkan gelar beliau; Asy-Syaikh atau Al-Imam atau Al-Allamah atau yang lainnya) ambillah. Sekarang saya katakan lagi: Apakah yang demikian ini pernah ada di masa Muqbil? Barusan sebelum ini berapa kali kita ulang-ulangi? Al-Albani, Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin, benar atau tidak?!

Mereka mengatakan: “Kenapa engkau tidak menyebut Asy-Syaikh Muqbil?! Berarti di dalam dirimu ada sesuatu yang buruk.” Kita jawab: Kami biasa mengatakan; “Malik berkata, Abu Hanifah berkata, Abu Bakr berkata, Umar berkata…” Benar atau tidak?! Tidak ada seorang pun yang mengatakan kepada kami “Mengapa Anda tidak mengatakan Asy-Syaikh Ahmad? Mengapa Anda tidak mengatakan Al-Imam Ahmad?!”

Tidak ada seorang pun yang memahami yang demikian ini (tanpa membawakan gelar syaikh atau imam ketika menyebut nama seorang ulama -pent) sebagai bentuk pelecehan yang muncul dari kami, kecuali orang-orang Shufiyah. Ketika engkau mengatakan “Abu Bakar telah berkata” mereka akan mengatakan: “Mengapa engkau tidak mengatakan Sayyiduna Abu Bakar? Mengapa engkau tidak mengatakan Sayyiduna Umar? Mengapa engkau tidak mengatakan Sayyiduna Hamzah?! Dan demikian seterusnya, maka Maha Suci Allah!! Hati manusia ketika telah sakit akan mencari-cari alasan dan melampaui batas dalam mendebat.

Lalu orang-orang itu membawakan ucapan ini kepada kelompok mereka. Mereka mengatakan apa yang mereka katakan dan menambah-nambahi, juga berbicara dengan apa yang ingin mereka katakan. Al-Hajuri pun ikut bicara dan seterusnya.

Sekarang wahai saudara-saudaraku, apakah dakwah Muqbil di Yaman hanya menghasilkan Yahya al-Hajuri?! Ini suatu kezhaliman. Lalu di manakah dai-dai yang lainnya?! Dimana pula murid-murid Asy-Syaikh Muqbil yang lain?! Di mana mereka?! Sekarang ini menjadi sebuah perbuatan jahat. Sungguh ini benar-benar merupakan perbuatan sikap yang buruk. Apakah tidak ada murid dari Muqbil selain Yahya al-Hajuri?! Maha Suci Allah! Maha Suci Allah Yang Maha Agung!

Kemudian mengalihkan pembicaraan dan mengatakan “Dia (Asy-Syaikh Muhammad) mencela asy-Syaikh Muqbil.” karena mereka ingin mengangkat kerendahan Yahya di atas Muhammad bin Hadi. Karena (menurut mereka) dia (Asy-Syaikh Muhammad) mencela Muqbil terlebih dahulu, dan tidaklah dia mencela Yahya kecuali hanya sebagai imbas.

Maka saya katakan kepadanya: Pukullah orang yang tidur, pukullah orang yang tidur, pukullah orang yang tidur, kamu bukanlah Muqbil. Kamu juga tidak di atas kebaikan Al-Albani. Mereka adalah tokoh-tokoh kebaikan yang menjulang tinggi. Kemudian hendaklah mereka mengetahui bahwa orang seperti ini tidak akan laku. Dan barang siapa yang mengetahui Muhammad bin Hadi, dia akan mengetahui -insya Allah- kebenaran apa yang dia katakan. Dan saya sendiri tidak takut kecuali kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Ini satu bab (yang harus diketahui).

Bab kedua: Di dalamnya ada sejumlah orang, yaitu dalam situs yang dituliskan di dalamnya nama Daarul Hadits Dammaj. Terdapat di dalamnya orang-orang bodoh yang bodohnya berlipat ganda dan mereka juga para pendusta. Dan orang yang tingkat kebodohannya berlipat ganda adalah orang yang bodoh tetapi dia tidak sadar bahwa dirinya adalah orang yang bodoh. Dia jahil namun tidak mengetahui bahwa dirinya jahil. Namun sangat disayangkan Al-Hajuri memberikan dukungan dalam tulisan-tulisan mereka karena dia memang tidak mengetahui bahasa ilmiyah. Karena bangunan kata menjadi penampung makna.

Saya akan menyebutkan untuk kalian salah seorang dari mereka. Saya sendiri tidak mengetahui jati dirinya, saya juga belum pernah mendengar namanya kecuali baru-baru ini saja. Yaitu orang yang mereka sebut dengan As-Siwari, demikian cara penulisan yang ditetapkan. Orang ini saya tidak melihat orang yang lebih bodoh dan lebih pendusta darinya. Mohon maaf ketika saya mengatakan ucapan kasar ini. Dia mengatakan: “Dindinglah yang seharusnya menjadi tempat pemasangan pasak, tapi mengapa aku yang engkau lubangi?!” Dia mengatakan lagi: “Tanyalah siapa yang mengetukku.” Saya melihatnya memiliki satu ucapan yang mereka membawakannya kepadaku, sebuah tulisan tentang bantahan untuk Muhammad bin Hadi si pembela pemilu!! Saya, saya seorang pengikut pemilu?! Lalu dia menukilkan sebuah fatwaku. Alhamdulillah dia membawakan secara utuh fatwa itu. Yaitu saya ditanya tentang pemilu, lalu saya jawab -tetapi sekarang saya tidak ingat lagi secara persis jawabanku yang pertama dulu- namun saya tidak akan keluar dari inti jawaban fatwa itu insya Allah. Saya katakan: Sistem pemilu ini bukan dari Islam. Ini satu hal (yang perlu diketahui -pent). Hal yang lain di negeri kafir dipilih di sana orang kafir dan muslim. Hal yang ketiga: masuk di dalamnya orang-orang yang tidak ahli (tidak pantas -pent) dan tidak pula punya kepentingan. Dan jika ada di negeri kaum muslimin yang di sana ada orang-orang kafir yang minoritas, lalu orang kafirnya ada yang ikut dalam pemilihan, laki-laki dan perempuan juga ikut, dan seterusnya. Kemudian hal yang keempat: para kontestan pemilu setelah itu, yaitu yang terpilih datang dan bersumpah untuk berpegang dengan aturan negara. Setelah itu saya katakan sebagai tahap kelima, saya katakan: pemilu adalah haram, pemilu hukumnya haram. Pemilu hukumnya tidak boleh dan haram. Saya nyatakan dengan gamblang.

Lalu saya katakan: Namun sebagian ulama kita -semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka yang telah meninggal dan memberikan penjagaan dan taufik kepada yang masih hidup- mereka berfatwa bahwasanya pemilu boleh diikuti ketika dalam keadaan darurat. Keadaan darurat yaitu ketika didapati seorang kafir atau orang yang kacau keadaannya dan berpura-pura (menampakkan sebagai muslim yang baik -pent) padahal hakikatnya dia memusuhi Islam, maka dalam kondisi seperti ini boleh mengikuti pemilu agar orang yang seperti ini keadaannya tidak bisa menang. Dibolehkan mengikutinya sebagai bagian dari keadaan darurat. Demikianlah penjelasannya.

Saya senantiasa mengulangi dan saya tegaskan penjelasan ini. Jadi para ulama membolehkannya ketika dalam keadaan darurat, dan mereka tidak membolehkan mengikutinya secara mutlak. Inilah ucapanku yang dia nukilkan secara utuh.

Kemudian saya akan bertanya kepada kalian dan saya jadikan Allah sebagai saksi atas kalian. Orang yang memberikan fatwa seperti ini dengan kondisi yang demikian ini -namun saya tetap katakan jangan kalian terburu-buru- tetapi berilah jawaban kepadaku dalam konteks terbatas. Katakanlah jika engkau memang orang yang benar: “Wahai Muhammad bin Hadi engkau telah mengatakan apa yang telah engkau sebutkan kepada kami (…) maka berarti engkau demikian. Jika tidak seperti itu maka bicaralah yang jujur, sehingga engkau tidak demikian.” Apakah orang yang memberikan fatwa dengan berdasar keadaan di atas menjadi orang yang membolehkan pemilu wahai manusia?!

Saya tanya kalian dengan nama Allah. Orang yang rendah lagi pendusta ini menukilkan ucapanku semua, namun saya masih saja dipandang olehnya sebagai pendukung pemilu. Lalu dia didukung oleh si dungu Yahya Al-Hajuri.

Maka saya katakan: dia (As-Siwary) bukan seorang yang mengenali ilmu, tidak pula gurunya (Al-Hajury) mengetahui bahasa ilmu. Ketika seorang ulama mengatakan: “Para ulama berselisih demikian dan demikian…” lalu dia diam. Apakah boleh untuk dinisbatkan kepadanya satu pendapat?! Kemudian jika ulama tersebut mengatakan: “Saya berpendapat demikian, sedangkan ulama yang lain berpendapat berbeda.” Maka apakah maknanya bahwa ulama ini berarti telah membantah pendapat sendiri tadi?!

Namun wahai saudaraku semua, mereka ini bukan para penuntut ilmu yang sebenarnya. Demi Allah, mereka tidak mengetahui urutan abjad ilmu. Hanyalah dakwah ini dirusak oleh orang-orang seperti mereka dan oleh sikap menjadikan orang-orang seperti mereka itu sebagai syaikh. Sungguh benar orang yang mengatakan:
تَصَدَّرَ للتَّدْرِيسِ كُلُّ مُهَوِّسِ *** بَلِيدٍ يُسَمَّى بِالفَقِيه الـمُدَرِّسِ
فَحُقَّ لأَهْلِ العِلْمِ أَنْ يَتَمَثَّلُوا *** بِبَيْتٍ قَدِيمٍ قِيلَ في كُلِّ مَجْلِسِ
لَقَدْ هَزُلَتْ حَتَّى بَدَا مِنْ هُزَالِـهَا *** كُلاَهَا وَحَتَّى سَامَهَا كُلُّ مُفْلِسِ

Setiap orang yang rusak memunculkan dirinya untuk mengajar
Padahal dia bodoh namun dinamai dengan seorang faqih dan pengajar
Maka sepantasnyalah bagi para ulama untuk menyerupakannya
Dengan sebuah syair lama yang sering dikatakan di setiap majelis
Orang tadi seperti hewan yang telah kurus hingga terlihat tulang-tulangnya
Sampai-sampai semua orang yang bangkrut pun tidak mau membelinya

Sungguh sangat disayangkan, sungguh sangat disayangkan wahai saudaraku sekalian. Tidak semua orang yang mendengarkan hadits, baik 10 hadits, 20 hadits, atau bahkan telah membaca Shahih Al-Bukhari dan selainnya lalu menjadi seorang faqih, menjadi penuntut ilmu. Fiqih (pemahaman) adalah bab tersendiri, sedangkan mendengar dan menukilkan serta membawa adalah bab tersendiri pula. Barang siapa yang diinginkan kebaikan oleh Allah maka dia akan menjadikannya sebagai orang yang faqih (faham) tentang permasalahan agamanya. Sedangkan orang yang tidak bisa memahami nash-nash, tidak pula memahami bahasa ilmu, maka dia bukan seorang ulama, tidak pula seorang penuntut ilmu. Setelah itu:
إِنَّ الفِّقْهَ خَيْرُ مُقْتَنَى *** وَالفِقهُ أَوْلَى مَا بِهِ العَبدُ اِعتَنَى
حَضَّ عَلَيهِ اللهُ وَالرَّسُولُ *** فِي جُـمَلٍ شُرُوحُهَا تَطُولُ
مَنْ لَم يَكُنْ يَفْقَهُ كَيْفَ يَعْمَلُ *** بِمُوجِبِ الأَمْرِ الَّذِي لا يَعْقِلُ

Sesungguhnya pemahaman adalah sesuatu yang terbaik yang perlu diperhatikan
Dan pemahaman adalah sesuatu yang seharusnya pertama kali diperhatikan oleh seorang hamba
Allah dan Rasul-Nya telah memberikan motivasi untuk meraihnya
Dalam sejumlah kalimat yang penjelasannya akan sangat panjang
Orang yang tidak faham bagaimana mungkin dia bisa dia beramal
Sesuai dengan tuntutan perintah yang tidak dia pahami

Orang-orang itu (kalangan Hajuriyun-pent) tidak memahami ungkapan-ungkapan kata dan juga tidak mengerti. Seandainya salah seorang dari mereka mau membaca salah satu dari kitab-kitab mukhtashar (ringkas) yang berisi berbagai perbedaan pendapat, pasti dia akan melihat jika seorang ulama membawakan sebuah permasalahan lalu diam, para ulama yang lain akan mengatakan: “Beliau mendiamkan sejumlah pendapat begitu saja.” Apabila ulama tersebut memilih pendapat maka para ulama yang lain akan mengatakan: “Beliau memilih sebuah pendapat.” Apabila ulama tersebut menguatkan sebuah pendapat maka akan ulama yang lain akan mengatakan: “Beliau menguatkan sebuah pendapat.”

Di antara contoh dan contoh yang paling masyhur di kalangan para penuntut ilmu pada masa sekarang setelah tersebarnya As-Sunnah dan hadits adalah kitab karya Ibnul Mundzir. Setelah beliau membawakan sejumlah pendapat, jika beliau memilih salah satunya maka beliau akan mengatakan: “Ada pendapat demikian dan demikian, dan ada pendapat yang lain, dan pendapat yang ini saya pegangi.” Maka ketika beliau mengatakan demikian ini maka beliau dinilai sebagai orang yang berpegang dengan pendapat yang beliau pilih itu.

Adapun orang yang mengatakan kepadamu: Permasalahannya demikian dan demikian. Kemudian pada bagian akhirnya dia mengatakan: “Ini hukumnya haram. Lalu ketika orang itu mengatakan: “Sebagian ulama berpendapat demikian (yaitu bolehnya mengikuti pemilu ketika darurat-pent), kemudian engkau datang seraya mengatakan: “Orang ini pendukung pemilu! Yang seperti ini kedustaan atau bukan?!

Saya bertanya kepada kalian dengan batasan yang telah saya sebutkan. Jawablah oleh kalian ketika sebagaimana saya sampaikan. Saya tanyakan kepada kalian, apakah perkataan dia benar? Maha Suci Allah Yang Maha Agung! Demikian inilah permasalahannya. Kemudian dengarkanlah setelah itu, dia mengatakan: “Dan mereka yang berpendapat bolehnya pemilu yaitu sebagian ulama, maka ini adalah ketergelinciran seorang alim dan telah dibantah, selesailah permasalahan. Selesai sudah.

Tahukan kalian siapa saja para ulama yang mengatakan bolehnya pemilu (ketika dalam keadaan darurat-pent)?! Yang mengatakannya adalah para imam di masa kini: Ibnu Baz dan Al-Albani. Sekarang kita sedang tidak menggunakan gelar syaikh. Namun kita cukupkan dengan pembahasan pertama. Menurut mereka kami tidak menghormati para ulama seperti Ibnu Baz, Al-Albani, Ibnu Utsaimin, Abdurrazzaq Afifi, Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Ahmad Syakir, dan selain mereka yang sekarang saya tidak ingat. Namun sebagian dari mereka, bahkan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah telah menghubungi Asy-Syaikh Al-Albani dan berdiskusi dengan beliau dalam permasalahan ini. Beliau mengatakan kepada Asy-Syaikh Al-Albany: “Bagaimana Anda bisa membolehkan pemilu.Al-Albani menjawab: “Saya tidak membolehkan pemilu, yang saya sampaikan bolehnya adalah ketika dalam keadaan darurat.Maka Asy-Syaikh Muqbil terdiam.

Kalian tahu mengapa? Karena beliau memahami konteks pembicaraan. Beliau mengetahui dan memahami jawaban. Beliau seorang syaikh yang alim. Sedangkan orang yang tidak memahami pembicaraan dan tidak pula menjawab dengan baik, maka orang seperti ini tidak memahami hujjah. Para ulama telah bersepakat bahwasanya tidak pantas untuk mengajaknya berbicara. Karena apabila engkau menyampaikan pembicaraan kepadanya, dia juga tidak paham. Jadi mereka inilah para ulama yang dia katakan bahwa fatwa mereka itu merupakan ketergelinciran seorang ulama? Masya Allah, siapakah yang ada di hadapanmu?! Apabila para ulama itu mengatakannya sebagai ketergelinciran, maka bantahlah mereka dan selesai.

Maka wahai manusia, wahai saudaraku sekalian, wahai muridku semua, mereka (Hajuriyun) adalah orang-orang yang mencoba naik ke atas. Di sana ada sebuah pohon bernama salik yang tidak memiliki batang. Dia tidak bisa tegak kecuali apabila merambat pada panjatan. Apabila dibuatkan panjatan (kayu penegak) maka dia akan menjadi panjang dan menjalar ke atas. Permisalan mereka (Hajuriyun) seperti jenis pohon salik. Ilmu mereka tidak bisa menjadikan mereka mulia, tidak pula fiqih, pengetahuan dan tidak pula pemahaman. Mereka hanyalah berkedok dengan majelis-majelis itu dan menyandarkan dirinya kepada majelis itu dan mereka menyangka bahwa hanya dengan bersandar saja sudah cukup. Maka mereka itu adalah bahaya yang merugikan dakwah Salafiyah dan mereka merupakan keburukan yang menimpa dakwah Salafiyah.
Gambar 1. Lihat Pohon Salik, bisa menjalar ke atas hanya jika diberi sandaran/panjatan (kayu penegak)

Maka kita memohon keselamatan kepada Allah dan mungkin saya cukupkan dengan ini. Semoga shalawat dan berkah senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya yaitu nabi kita Muhammad. Kemudian biarlah mereka mengatakan apa yang ingin mereka katakan. Demi Allah saya tidak akan memberikan bantahan kepada mereka setelah ini. –Selesai penukilan–

Rekaman ditranskrip oleh ‘Abdullah Al-Musalimi

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."