Para Penulis di Situs Aloloom
Orang-orang Dungu dan Pendusta
(Asy Syaikh Al-’Allamah Al-Mujahid Muhammad bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah)
Pengantar
Berikut adalah arsip salinan SMS yang
menjadi bukti kejahatan (orang-orang yang terfitnah Syaikh Yahya Al
Hajuri) terhadap para ulama Ahlussunnah yang disebarkan oleh fattan RA
Media Hasan Ngawi/Magetan (mereka melakukan propaganda pemikirannya
dengan penyebaran melalui e-mail kebesarannya (bani_hsn@yahoo.com),
mujahirin yang saat ini dibela-bela tanpa rasa malu -walau telah
kadaluarsa- secara serampangan dan membabi buta oleh facebooker Hanan
Bahanan hadahullah- akan ada jawabannya Insya Allah). Ya, facebooker
Hanan Bahanan hadahullah telah berterus terang kepada kita semua di mana
dia letakkan ulfahnya, maka inilah sebagian jawaban atas jenis-jenis
orang yang dia telah meletakkan wala’ dan pembelaannya, yaitu
orang-orang yang telah memerangi para ulama kita:
“Sms dr abu fairuz dammaj=”Sy Yahya
tlh habisi muh bn hadi.hujan malzamah jg hantam m b hadi dr sy muh
amudi, muh suwari (dmj), sy muh mani’(son’a), sy hasan b qosim (ta’iz),
ahmad uqbari (madinah). muh b hadi jg bolehkan pemilu. Dia dihantam oleh
muh suwari dg malzamah baru. dia hingga tak sanggup bela diri. bgt pula
sy robi’.Allohu yahdihima” (Dari hasan ngawi diterima: 04/10/2011 05:33)
Inilah jawaban tegas dan jelas dari Asy
Syaikh Muhammad bin Hadi hafizhahullah terhadap fitnah dan berbagai
macam isyu atas beliau yang disebarluaskan baik melalui media internet
maupun SMS terkait fitnah Yaman:
Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi Al-Madkhali
Hafizhahullah Ta’ala ditanya ketika bertemu dengan murid-murid beliau di
kota Riyadh pada malam Kamis tanggal 29 Dzul Qa’dah 1432 H:
Penanya:
Demi Allah dengarkanlah wahai
saudara-saudaraku, dengarkanlah! Penanya bertanya: “Fadhilatusy Syaikh,
semoga Allah memberikan kebaikan kepada Anda. Anda menyebut-nyebut para
tokoh dakwah pada masa ini, seperti Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin, Al-Albani.
Namun Anda tidak menyebutkan Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah. Penanya di sini tidak mengatakan rahimahullah. Dan saya katakan rahimahullahu jami’an
(semoga Allah merahmati mereka semua), bukankah Asy-Syaikh Muqbil
adalah orang yang memiliki keutamaan setelah Allah dalam tersebarnya
As-Sunnah di Yaman?”
Jawaban:
Wahai saudaraku semua, saya telah
menyebutkan kepada kalian ucapanku. Dan saya senantiasa mengatakan
kepada kalian bahwa mereka selalu memberikan kritikan kepada siapa?
Kepada ketiga orang di atas. Sekarang apakah makna ucapanku adalah bahwa saya tidak memperhitungkan Muqbil rahimahullah?!
Kalian sendiri mendengar dan saya telah menyampaikan kepada kalian
pernyataanku mereka selalu memberikan komentar dan inilah yang kita
saksikan: Ibnu Baz berkata, Al-Albani berkata, Ibnu ‘Utsaimin berkata,
Ibnu Baz berkata, Al-Albani berkata, Ibnu ‘Utsaimin berkata, Ibnu Baz
berkata, Al-Albani berkata, Ibnu ‘Utsaimin berkata. Sekarang saya
berbicara untuk memberikan komentar terhadap perkataan dan perbuatan
mereka. Atau apakah yang demikian itu ucapanku?! Saya berbicara tentang
perkataan dan perbuatan mereka, Subhanallah!! Apabila memang ada sesuatu
dalam diri yang nampak, maka yang saya minta hendaklah kalian
menghukumiku kepada ungkapan-ungkapan yang saya sampaikan yang sharih
(gamblang), atau pada perbuatanku apabila kalian memandangnya telah
menyimpang. Terkadang saya menyembunyikan dari kalian dalam ucapanku,
maka perhatikanlah kepada perbuatanku. Saudara kita ini yang semestinya
baginya adalah berbaik sangka kepada kami.
Pada kesempatan ini saya katakan
bahwasanya tidak ada seorang Salafi pun yang ragu, juga seorang Sunni
dalam hal Allah Tabaraka wa Ta’ala menghidupkan dan menyebarkan madzhab
Ahlussunnah wal Jama’ah di Yaman melalui tangan beliau ini (asy-Syaikh
Muqbil rahimahullah -pent). Dan beliau dalam melaksanakan amalannya itu
tidaklah sendirian, akan tetapi bersama sejumlah yayasan. Sehingga
semoga Allah merahmati beliau. Dan tidaklah hasil itu kecuali karena
sebab keikhlasan. Oleh karena itu sejukkanlah matamu wahai penulis
pertanyaan dan hendaklah engkau berbaik sangka kepada saudaramu. Ini
suatu penjelasan (yang perlu untuk disampaikan).
Dan perkara yang lainnya karena terus ada pertanyaan ini, dan sesuatu itu lebih teringat dengan sesuatu yang lain, yaitu: telah
sampai kepadaku sekarang bahwa dalam sebuah situs Muhammad bin Hadi
mengatakan: Muqbil adalah Juhaimani. Semoga Allah merobek mulut-mulut
para pendusta, mulut-mulut para pendusta. Demi Allah, kalau saya ingin
mengatakan perkataan ini maka saya bukanlah seorang penakut. Saya bisa
saja mengatakannya sekarang ini dalam keadaan beliau telah meninggal.
Saya tidak mengatakannya kecuali semasa hidupnya. Beliau sendiri seorang
manusia, tidak akan bisa menimpakan bencana sedikitpun kepadaku. Lalu
bagaimana dengan sekarang setelah beliau meninggal lalu saya mengatakan
perkataan ini?! Ini penjelasan pertama.
Kedua: Apabila terjadi kornsleting
maka sangat mungkin terjadi persinggungan jaringan. Kemudian setelah itu
akan terjadi kebakaran. Saya mengetahui darimana perkataan di atas
muncul. Yaitu dari Markiz Dammaj. Mereka mengatakan kepadaku, namun
demi Allah saya belum melihatnya, bahwasanya telah ditulis sejumlah
bantahan atasku. Dan hal ini tidaklah membuatku gentar. Ini penjelasan
yang lain.
Penjelasan ketiga: wajib untuk kalian
mengetahuinya dan mungkin juga kalian telah mendengar perkara tersebut
dariku. Demi Allah Dzat Yang tidak ada sesembahan selain Dia dan tidak
ada Rabb selain Dia, saya Muhammad bin Hadi, kalian telah mengetahui
diriku semenjak beberapa tahun silam. Dan orang yang masih segar
ingatannya serta masih muda umurnya, pasti dia mengetahui sikapku belum
lama ini. Dan saya tidak suka bersikap bunglon dan tidak pula
bersilat lidah. Saya ditanya tentang Yahya al-Hajuri, lalu saya katakan
tentang dirinya sebagaimana yang telah saya katakan. Lalu pembicaraan
terus berulang dan menjadi menyebar dan tersiar. Lalu terjadilah apa
yang terjadi. Sehingga setiap harinya datanglah sekelompok orang atau
sejumlah orang dan menanyakan: apakah Anda telah
mengatakannya? Apakah benar Anda telah mengatakannya? Apakah benar Anda
mengatakannya? Maka saya katakan: Benar. Bolehkah direkam? Saya jawab: Demi Allah saya bukan seorang penakut. Namun saya ingin mematahkan kaidah ini (harus ada bukti rekaman-pent).
Yaitu (orang mengatakan): “Saya harus mendengarnya sendiri.” Saya
mencari berita-berita dari orang-orang yang tsiqah, kemudian
berita-berita itu berlaku. Engkau puas atau tidak?
Setelah itu saya ditanya di Jazan, lalu saya jawab: Ya,
saya katakan tentang Yahya al-Hajuri bahwasanya dia adalah seorang yang
dungu. Tidak ada pada dirinya kecuali kedunguan, celaan, dan cacian.
Dan apa yang dituju dengan pergi ke Dammaj untuk diambil faedah darinya
sekarang ini dari Yahya selain celaan, kedunguan, dan cacian?!! Inilah yang saya tegaskan. Dan saya katakan pula bahwa dia seperti Falih, bahkan lebih buruk. Juga pada sebagian lafazh, kata atau maknanya adalah lebih parah. Sering pada banyak kesempatan menggunakan lafazh bal dan au. Jadi kata atau di sini bermakna bahkan sebagaimana yang dikatakan oleh penyair:
كَانُوا ثَمَانِينَ أو زَادُوا ثَمانية لَمْ أُحْصِ عِدَّتَهُمْ إِلاَّ بِعَدَّادِ
Mereka jumlahnya delapan puluh bahkan lebih delapan
Aku tidak menghitung jumlah mereka kecuali dengan benar-benar perhitungan
Maksudnya: bahkan jumlah mereka lebih…,
lalu apakah maksudnya dia tidak mengetahui jumlah anak-anaknya?! Tidak
demikian. Sehingga kata au (secara asal bermakna atau -pent) memiliki makna bal (bahkan).
Intinya yang menjadi bukti di sini adalah bahwasanya
saya mengatakan dengan empat ungkapan ini, dan saya memiliki
dalil-dalilnya. Saya juga tidak takut untuk mengatakannya. Setelah itu
datanglah perkataan yang di atas tadi, namun itu tidak membahayakan
diriku. Oleh karena itu hendaklah dia mengucapkan apa saja yang dia maukan, oleh dia
dan selainnya. Kedunguan tidak mungkin saya layani dengan kedunguan
pula. Cukuplah dengan saya menjelaskan sifatnya dengan sifat ini
(kedunguan-pent). Omongan dia juga bisa didengar.
Para ulama sunnah di Dammaj sekarang
ketika muncul kasidah-kasidah di tengah-tengah mereka (orang-orang
Dammaj), para ulama itu sering dicaci maki. Lalu apakah yang demikian
ini ada pada masa Muqbil rahimahullah? Kalimat ini (menyebut Muqbil
tanpa menyebutkan gelar beliau; Asy-Syaikh atau Al-Imam atau Al-Allamah
atau yang lainnya) ambillah. Sekarang saya katakan lagi: Apakah yang
demikian ini pernah ada di masa Muqbil? Barusan sebelum ini berapa kali
kita ulang-ulangi? Al-Albani, Ibnu Baz, Ibnu ‘Utsaimin, benar atau
tidak?!
Mereka mengatakan: “Kenapa engkau tidak
menyebut Asy-Syaikh Muqbil?! Berarti di dalam dirimu ada sesuatu yang
buruk.” Kita jawab: Kami biasa mengatakan; “Malik berkata, Abu Hanifah
berkata, Abu Bakr berkata, Umar berkata…” Benar atau tidak?! Tidak ada
seorang pun yang mengatakan kepada kami “Mengapa Anda tidak mengatakan
Asy-Syaikh Ahmad? Mengapa Anda tidak mengatakan Al-Imam Ahmad?!”
Tidak ada seorang pun yang memahami yang
demikian ini (tanpa membawakan gelar syaikh atau imam ketika menyebut
nama seorang ulama -pent) sebagai bentuk pelecehan yang muncul dari
kami, kecuali orang-orang Shufiyah. Ketika engkau mengatakan “Abu Bakar
telah berkata” mereka akan mengatakan: “Mengapa engkau tidak mengatakan
Sayyiduna Abu Bakar? Mengapa engkau tidak mengatakan Sayyiduna Umar?
Mengapa engkau tidak mengatakan Sayyiduna Hamzah?! Dan demikian
seterusnya, maka Maha Suci Allah!! Hati manusia ketika telah sakit akan
mencari-cari alasan dan melampaui batas dalam mendebat.
Lalu orang-orang itu membawakan ucapan
ini kepada kelompok mereka. Mereka mengatakan apa yang mereka katakan
dan menambah-nambahi, juga berbicara dengan apa yang ingin mereka
katakan. Al-Hajuri pun ikut bicara dan seterusnya.
Sekarang wahai saudara-saudaraku,
apakah dakwah Muqbil di Yaman hanya menghasilkan Yahya al-Hajuri?! Ini
suatu kezhaliman. Lalu di manakah dai-dai yang lainnya?! Dimana pula
murid-murid Asy-Syaikh Muqbil yang lain?! Di mana mereka?! Sekarang ini
menjadi sebuah perbuatan jahat. Sungguh ini benar-benar merupakan
perbuatan sikap yang buruk. Apakah tidak ada murid dari Muqbil selain
Yahya al-Hajuri?! Maha Suci Allah! Maha Suci Allah Yang Maha Agung!
Kemudian mengalihkan pembicaraan dan
mengatakan “Dia (Asy-Syaikh Muhammad) mencela asy-Syaikh Muqbil.” karena
mereka ingin mengangkat kerendahan Yahya di atas Muhammad bin Hadi.
Karena (menurut mereka) dia (Asy-Syaikh Muhammad) mencela Muqbil
terlebih dahulu, dan tidaklah dia mencela Yahya kecuali hanya sebagai
imbas.
Maka saya katakan kepadanya: Pukullah
orang yang tidur, pukullah orang yang tidur, pukullah orang yang tidur,
kamu bukanlah Muqbil. Kamu juga tidak di atas kebaikan Al-Albani. Mereka
adalah tokoh-tokoh kebaikan yang menjulang tinggi. Kemudian hendaklah mereka mengetahui bahwa orang seperti ini tidak akan laku.
Dan barang siapa yang mengetahui Muhammad bin Hadi, dia akan mengetahui
-insya Allah- kebenaran apa yang dia katakan. Dan saya sendiri tidak
takut kecuali kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Ini satu bab (yang harus
diketahui).
Bab kedua: Di dalamnya ada sejumlah
orang, yaitu dalam situs yang dituliskan di dalamnya nama Daarul Hadits
Dammaj. Terdapat di dalamnya orang-orang bodoh yang bodohnya berlipat ganda dan mereka juga para pendusta. Dan orang yang tingkat kebodohannya berlipat ganda adalah orang yang bodoh tetapi dia tidak sadar bahwa dirinya adalah orang yang bodoh. Dia jahil namun tidak mengetahui bahwa dirinya jahil. Namun sangat disayangkan Al-Hajuri memberikan dukungan dalam tulisan-tulisan mereka karena dia memang tidak mengetahui bahasa ilmiyah. Karena bangunan kata menjadi penampung makna.
Saya akan menyebutkan untuk kalian salah
seorang dari mereka. Saya sendiri tidak mengetahui jati dirinya, saya
juga belum pernah mendengar namanya kecuali baru-baru ini saja. Yaitu
orang yang mereka sebut dengan As-Siwari, demikian cara penulisan yang
ditetapkan. Orang ini saya tidak melihat orang yang lebih bodoh dan
lebih pendusta darinya. Mohon maaf ketika saya mengatakan ucapan kasar
ini. Dia mengatakan: “Dindinglah yang seharusnya menjadi tempat
pemasangan pasak, tapi mengapa aku yang engkau lubangi?!” Dia mengatakan
lagi: “Tanyalah siapa yang mengetukku.” Saya melihatnya memiliki satu
ucapan yang mereka membawakannya kepadaku, sebuah tulisan tentang bantahan untuk Muhammad bin Hadi si pembela pemilu!!
Saya, saya seorang pengikut pemilu?! Lalu dia menukilkan sebuah
fatwaku. Alhamdulillah dia membawakan secara utuh fatwa itu. Yaitu saya
ditanya tentang pemilu, lalu saya jawab -tetapi sekarang saya tidak
ingat lagi secara persis jawabanku yang pertama dulu- namun saya tidak
akan keluar dari inti jawaban fatwa itu insya Allah. Saya katakan:
Sistem pemilu ini bukan dari Islam. Ini satu hal (yang perlu diketahui
-pent). Hal yang lain di negeri kafir dipilih di sana orang kafir dan
muslim. Hal yang ketiga: masuk di dalamnya orang-orang yang tidak ahli
(tidak pantas -pent) dan tidak pula punya kepentingan. Dan jika ada di
negeri kaum muslimin yang di sana ada orang-orang kafir yang minoritas,
lalu orang kafirnya ada yang ikut dalam pemilihan, laki-laki dan
perempuan juga ikut, dan seterusnya. Kemudian hal yang keempat: para
kontestan pemilu setelah itu, yaitu yang terpilih datang dan bersumpah
untuk berpegang dengan aturan negara. Setelah itu saya katakan
sebagai tahap kelima, saya katakan: pemilu adalah haram, pemilu hukumnya
haram. Pemilu hukumnya tidak boleh dan haram. Saya nyatakan dengan
gamblang.
Lalu saya katakan: Namun sebagian
ulama kita -semoga Allah memberikan rahmat kepada mereka yang telah
meninggal dan memberikan penjagaan dan taufik kepada yang masih hidup-
mereka berfatwa bahwasanya pemilu boleh diikuti ketika dalam keadaan
darurat. Keadaan darurat yaitu ketika didapati seorang kafir atau orang
yang kacau keadaannya dan berpura-pura (menampakkan sebagai muslim yang
baik -pent) padahal hakikatnya dia memusuhi Islam, maka dalam kondisi
seperti ini boleh mengikuti pemilu agar orang yang seperti ini
keadaannya tidak bisa menang. Dibolehkan mengikutinya sebagai bagian dari keadaan darurat. Demikianlah penjelasannya.
Saya senantiasa mengulangi dan saya tegaskan penjelasan ini. Jadi para ulama membolehkannya ketika dalam keadaan darurat, dan mereka tidak membolehkan mengikutinya secara mutlak. Inilah ucapanku yang dia nukilkan secara utuh.
Kemudian saya akan bertanya kepada kalian
dan saya jadikan Allah sebagai saksi atas kalian. Orang yang memberikan
fatwa seperti ini dengan kondisi yang demikian ini -namun saya tetap
katakan jangan kalian terburu-buru- tetapi berilah jawaban kepadaku
dalam konteks terbatas. Katakanlah jika engkau memang orang yang benar:
“Wahai Muhammad bin Hadi engkau telah mengatakan apa yang telah engkau
sebutkan kepada kami (…) maka berarti engkau demikian. Jika tidak
seperti itu maka bicaralah yang jujur, sehingga engkau tidak demikian.”
Apakah orang yang memberikan fatwa dengan berdasar keadaan di atas
menjadi orang yang membolehkan pemilu wahai manusia?!
Saya tanya kalian dengan nama Allah. Orang yang rendah lagi pendusta ini menukilkan ucapanku semua, namun saya masih saja dipandang olehnya sebagai pendukung pemilu. Lalu dia didukung oleh si dungu Yahya Al-Hajuri.
Maka saya katakan: dia (As-Siwary) bukan seorang yang mengenali ilmu, tidak pula gurunya (Al-Hajury) mengetahui bahasa ilmu.
Ketika seorang ulama mengatakan: “Para ulama berselisih demikian dan
demikian…” lalu dia diam. Apakah boleh untuk dinisbatkan kepadanya satu
pendapat?! Kemudian jika ulama tersebut mengatakan: “Saya berpendapat
demikian, sedangkan ulama yang lain berpendapat berbeda.” Maka apakah
maknanya bahwa ulama ini berarti telah membantah pendapat sendiri tadi?!
Namun wahai saudaraku semua, mereka ini bukan para penuntut ilmu yang
sebenarnya. Demi Allah, mereka tidak mengetahui urutan abjad ilmu.
Hanyalah dakwah ini dirusak oleh orang-orang seperti mereka dan oleh
sikap menjadikan orang-orang seperti mereka itu sebagai syaikh. Sungguh benar orang yang mengatakan:
تَصَدَّرَ للتَّدْرِيسِ كُلُّ مُهَوِّسِ *** بَلِيدٍ يُسَمَّى بِالفَقِيه الـمُدَرِّسِ
فَحُقَّ لأَهْلِ العِلْمِ أَنْ يَتَمَثَّلُوا *** بِبَيْتٍ قَدِيمٍ قِيلَ في كُلِّ مَجْلِسِ
لَقَدْ هَزُلَتْ حَتَّى بَدَا مِنْ هُزَالِـهَا *** كُلاَهَا وَحَتَّى سَامَهَا كُلُّ مُفْلِسِ
Setiap orang yang rusak memunculkan dirinya untuk mengajar
Padahal dia bodoh namun dinamai dengan seorang faqih dan pengajar
Maka sepantasnyalah bagi para ulama untuk menyerupakannya
Dengan sebuah syair lama yang sering dikatakan di setiap majelis
Orang tadi seperti hewan yang telah kurus hingga terlihat tulang-tulangnya
Sampai-sampai semua orang yang bangkrut pun tidak mau membelinya
Sungguh sangat disayangkan, sungguh
sangat disayangkan wahai saudaraku sekalian. Tidak semua orang yang
mendengarkan hadits, baik 10 hadits, 20 hadits, atau bahkan telah
membaca Shahih Al-Bukhari dan selainnya lalu menjadi seorang faqih,
menjadi penuntut ilmu. Fiqih (pemahaman) adalah bab tersendiri,
sedangkan mendengar dan menukilkan serta membawa adalah bab tersendiri
pula. Barang siapa yang diinginkan kebaikan oleh Allah maka dia akan
menjadikannya sebagai orang yang faqih (faham) tentang permasalahan
agamanya. Sedangkan orang yang tidak bisa memahami nash-nash, tidak pula
memahami bahasa ilmu, maka dia bukan seorang ulama, tidak pula seorang
penuntut ilmu. Setelah itu:
إِنَّ الفِّقْهَ خَيْرُ مُقْتَنَى *** وَالفِقهُ أَوْلَى مَا بِهِ العَبدُ اِعتَنَى
حَضَّ عَلَيهِ اللهُ وَالرَّسُولُ *** فِي جُـمَلٍ شُرُوحُهَا تَطُولُ
مَنْ لَم يَكُنْ يَفْقَهُ كَيْفَ يَعْمَلُ *** بِمُوجِبِ الأَمْرِ الَّذِي لا يَعْقِلُ
Sesungguhnya pemahaman adalah sesuatu yang terbaik yang perlu diperhatikan
Dan pemahaman adalah sesuatu yang seharusnya pertama kali diperhatikan oleh seorang hamba
Allah dan Rasul-Nya telah memberikan motivasi untuk meraihnya
Dalam sejumlah kalimat yang penjelasannya akan sangat panjang
Orang yang tidak faham bagaimana mungkin dia bisa dia beramal
Sesuai dengan tuntutan perintah yang tidak dia pahami
Orang-orang itu (kalangan Hajuriyun-pent) tidak memahami ungkapan-ungkapan kata dan juga tidak mengerti.
Seandainya salah seorang dari mereka mau membaca salah satu dari
kitab-kitab mukhtashar (ringkas) yang berisi berbagai perbedaan
pendapat, pasti dia akan melihat jika seorang ulama membawakan sebuah
permasalahan lalu diam, para ulama yang lain akan mengatakan: “Beliau
mendiamkan sejumlah pendapat begitu saja.” Apabila ulama tersebut
memilih pendapat maka para ulama yang lain akan mengatakan: “Beliau
memilih sebuah pendapat.” Apabila ulama tersebut menguatkan sebuah
pendapat maka akan ulama yang lain akan mengatakan: “Beliau menguatkan
sebuah pendapat.”
Di antara contoh dan contoh yang paling
masyhur di kalangan para penuntut ilmu pada masa sekarang setelah
tersebarnya As-Sunnah dan hadits adalah kitab karya Ibnul Mundzir.
Setelah beliau membawakan sejumlah pendapat, jika beliau memilih salah
satunya maka beliau akan mengatakan: “Ada pendapat demikian dan
demikian, dan ada pendapat yang lain, dan pendapat yang ini saya
pegangi.” Maka ketika beliau mengatakan demikian ini maka beliau dinilai
sebagai orang yang berpegang dengan pendapat yang beliau pilih itu.
Adapun orang yang mengatakan kepadamu: “Permasalahannya demikian dan demikian.” Kemudian pada bagian akhirnya dia mengatakan: “Ini hukumnya haram.” Lalu ketika orang itu mengatakan: “Sebagian ulama berpendapat demikian (yaitu bolehnya mengikuti pemilu ketika darurat-pent), kemudian engkau datang seraya mengatakan: “Orang ini pendukung pemilu!” Yang seperti ini kedustaan atau bukan?!
Saya bertanya kepada kalian
dengan batasan yang telah saya sebutkan. Jawablah oleh kalian ketika
sebagaimana saya sampaikan. Saya tanyakan kepada kalian, apakah
perkataan dia benar? Maha Suci Allah Yang Maha Agung! Demikian inilah
permasalahannya. Kemudian dengarkanlah setelah itu, dia mengatakan: “Dan mereka yang berpendapat bolehnya pemilu yaitu sebagian ulama, maka ini adalah ketergelinciran seorang alim dan telah dibantah, selesailah permasalahan. Selesai sudah.”
Tahukan kalian siapa saja para ulama yang mengatakan bolehnya pemilu (ketika dalam keadaan darurat-pent)?!
Yang mengatakannya adalah para imam di masa kini: Ibnu Baz dan
Al-Albani. Sekarang kita sedang tidak menggunakan gelar syaikh. Namun
kita cukupkan dengan pembahasan pertama. Menurut mereka kami tidak
menghormati para ulama seperti Ibnu Baz, Al-Albani, Ibnu Utsaimin, Abdurrazzaq Afifi, Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Ahmad Syakir, dan selain mereka yang sekarang saya tidak ingat. Namun sebagian dari mereka, bahkan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah telah menghubungi Asy-Syaikh Al-Albani dan berdiskusi dengan beliau dalam permasalahan ini. Beliau mengatakan kepada Asy-Syaikh Al-Albany: “Bagaimana Anda bisa membolehkan pemilu.” Al-Albani menjawab: “Saya tidak membolehkan pemilu, yang saya sampaikan bolehnya adalah ketika dalam keadaan darurat.” Maka Asy-Syaikh Muqbil terdiam.
Kalian tahu mengapa? Karena beliau memahami konteks pembicaraan. Beliau mengetahui dan memahami jawaban. Beliau seorang syaikh yang alim. Sedangkan orang yang tidak memahami pembicaraan dan tidak pula menjawab
dengan baik, maka orang seperti ini tidak memahami hujjah. Para ulama
telah bersepakat bahwasanya tidak pantas untuk mengajaknya berbicara.
Karena apabila engkau menyampaikan pembicaraan kepadanya, dia juga tidak paham. Jadi mereka inilah para ulama yang dia katakan bahwa fatwa mereka itu merupakan
ketergelinciran seorang ulama? Masya Allah, siapakah yang ada di
hadapanmu?! Apabila para ulama itu mengatakannya sebagai
ketergelinciran, maka bantahlah mereka dan selesai.
Maka wahai manusia, wahai saudaraku sekalian, wahai muridku semua, mereka (Hajuriyun) adalah orang-orang yang mencoba naik ke atas. Di sana ada sebuah pohon bernama salik yang tidak memiliki batang. Dia
tidak bisa tegak kecuali apabila merambat pada panjatan. Apabila
dibuatkan panjatan (kayu penegak) maka dia akan menjadi panjang dan
menjalar ke atas. Permisalan mereka (Hajuriyun) seperti jenis pohon
salik. Ilmu mereka tidak bisa menjadikan mereka mulia, tidak pula fiqih, pengetahuan dan tidak pula pemahaman. Mereka hanyalah berkedok dengan majelis-majelis itu dan menyandarkan dirinya kepada majelis itu dan mereka menyangka bahwa hanya dengan bersandar saja sudah cukup. Maka mereka itu adalah bahaya yang merugikan dakwah Salafiyah dan mereka merupakan keburukan yang menimpa dakwah Salafiyah.
Gambar 1. Lihat Pohon Salik, bisa menjalar ke atas hanya jika diberi sandaran/panjatan (kayu penegak)
Maka kita memohon keselamatan kepada
Allah dan mungkin saya cukupkan dengan ini. Semoga shalawat dan berkah
senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya yaitu nabi kita Muhammad.
Kemudian biarlah mereka mengatakan apa yang ingin mereka katakan.
Demi Allah saya tidak akan memberikan bantahan kepada mereka setelah ini. –Selesai penukilan–
Rekaman ditranskrip oleh ‘Abdullah Al-Musalimi
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar