‘Urwah bin Az-Zubair رضي الله عنه, Tabi’in yang Penyabar
----------------------------------------------------------------------------------------
Oleh: Al-Ustadz Ahmad Hamdani Ibnu Muslim
Kunyah-nya Abu ‘Abdillah. Ia bernama lengkap ‘Urwah bin Az-Zubair bin Al-‘Awwam bin Khuwailid bin Asad bin ‘Abdul ‘Uzza bin Qushai dari suku Quraisy. Menilik namanya, orang akan tahu bahwa ia adalah anak dari shahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, Az-Zubair bin Al-‘Awwam radhiyallâhu ‘anhu yang memperistri Asma binti Abu Bakr radhiyallahu anhuma.
‘Urwah dilahirkan di Madinah pada tahun 23H, pada akhir masa kekhalifahan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Cucu khalifah pertama ini tergolong orang ‘alim yang pandai merangkai kata-kata untuk menyentuh dan melunakkan hati lawan bicaranya. Ini diakui Az-Zuhri, yang juga seorang tabi’in. “Cara bertutur ‘Urwah melembutkan hati manusia,” katanya.
‘Urwah adalah salah seorang yang di zamannya popular dengan perhatiannya yang tinggi terhadap ilmu, lagi sabar, ahli fiqih, berhati-hati dalam berfatwa, tekun dalam beribadah, zuhud terhadap kehidupan dunia, serta sifat-sifat mulia lainnya. Sehingga ia masuk ke dalam jajaran empat besar tokoh tabi’in dari Madinah.
Tentang semangatnya mencari ilmu diceritakan oleh Az-Zuhri. Ia menuturkan dari Qabishah bin Dzuaib. Katanya: “‘Urwah mengajariku cara masuk ke tempat ‘Aisyah dan ‘Aisyah adalah manusia yang paling ‘alim. Banyak pembesar shahabat menanyakan ilmu kepadanya.”
Anaknya, Hisyam bin ‘Urwah, menuturkan dari ayahnya, “Ia berkata kepada kami waktu kami masih muda: ‘Mengapa kalian tidak belajar? Jika kamu masih kecil di suatu kaum, sebentar lagi kamu menjadi orang tua di sana. Sebagai orang tua, tidak baik bila jadi orang bodoh. Aku melihat diriku empat atau lima tahun sebelum kematian ‘Aisyah. Ketika itu aku berkata: ‘Kalau ia mati pada hari ini, maka aku telah menghapal semua hadits yang ia hapal. Sebuah hadits dari seorang lelaki shahabat Nabi shallallâhu ‘alaihi wa salam telah sampai kepadaku. Lalu seandainya aku temukan dia sedang berkata di depan pintu rumahnya, aku akan menanyakan tentang hadits yang sampai kepadaku itu.’”
Dari Az-Zuhri, katanya, “Urwah adalah lautan ilmu yang tak habis ditimba.” Sufyan bin ‘Uyainah, katanya, “Orang yang paling tahu hadits dari ‘Aisyah ada tiga: Al-Qasim bin Muhammad, ‘Urwah bin Az-Zubair, dan ‘Amrah binti ‘Abdirrahman.” Kefaqihannya juga diungkapkan oleh ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Dia berkata, “Tidak ada seorang pun yang lebih ‘alim daripada ‘Urwah bin Az-Zubair…”
‘Abdurrahman bin Abu Az-Zinad dari ayahnya, katanya: “Termasuk fuqaha Madinah yang dijadikan panutan manusia adalah Sa’id bin Al-Musayyib, ‘Urwah bin Az-Zubair, Al-Qasim bin Muhammad bin Abu Bakr, Abu Bakr bin ‘Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud, dan Sulaiman bin Yasar.”
Kezuhudannya pernah ia ungkapkan sendiri di hadapan anaknya. Dari ‘Utsman bin ‘Urwah, katanya: “‘Urwah pernah berkata: ‘Hai anakku, ke sinilah. Belajarlah, sesungguhnya pemilik dunia adalah manusia yang paling zuhud terhadap dunia dan betapa kasihan seseorang yang ditanya tentang agama kemudian ia tidak tahu.’”
Begitu besar sifat kehati-hatiannya dalam berfatwa sampai ia membakar semua bukunya. ‘Abdurrahman bin Abu Az-Zinad berkata menirukan perkataan ‘Urwah, “Kami tidak menjadikan satu kitab pun menandingi Al-Qur’an, sehingga aku menghapus seluruh kitabku….”
Ketekunan ibadahnya diakui oleh anaknya sendiri, Hisyam. Kesabarannya teruji ketika kaki kirinya terserang penyakit kemudian dipotong dan ia tidak mau meminum obat bius yang disarankan tabib khalifah. Ia bahkan berkata, “Lakukan pada dirimu. Sulit dibayangkan seorang manusia minum obat bius kemudian hilang akalnya hingga tak mengenal Rabb-nya.” Kemudian ia berdoa: “Ya Allah, aku punya empat orang anak, lalu Engkau ambil satu dan Engkau sisakan tiga. Aku punya empat ujung (dua kaki dan dua tangan), lalu Engkau ambil satu dan Engkau sisakan tiga. Dan jika Engkau ambil, sungguh Engkau telah menyisakannya. Jika Engkau menguji, sungguh Engkau juga menyelamatkannya.”
Tak hanya itu, segala celaan yang ditujukan kepadanya, dihadapi ‘Urwah dengan sabar, sambil berkata, “Terkadang ucapan hina yang aku tanggung sebentar menghasilkan kemuliaan yang panjang.”
Yahya bin Ma’in menyebutkan tabi’in dan ahli hadits Madinah: Abu Bakr bin ‘Abdurrahman, ‘Urwah bin Az-Zubair, Sa’id, ‘Ali bin Al-Husain, mereka wafat pada tahun 94H. Dan tahun kematian mereka disebut dengan tahun fuqaha. Namun Al-Bukhari menyebutkan bahwa ia wafat tahun 99 atau 100 atau 101H.
Sumber Bacaan:
Shifatus Shafwah, Ibnul Jauzi
Tahdzibut Tahdzib, Ibnu Hajar
Tahdzibut Kamal fi Asma Ar-Rijal, Al-Mizzi
(Dinukil dari Majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 05/Februari 2004/Dzulqa’dah 1424H, kategori: Biografi, hal. 56)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar