Generasi
as-salafush shalih mereka adalah orang-orang yang mengetahui betapa berharganya
bulan yang penuh barakah ini, mereka melewati bulan tersebut dengan penuh
keseriusan dan bersungguh-sungguh untuk melakukan amal shalih dengan
mengharapkan ridha Allah dan mengharap ganjaran-Nya. Telah tetap bahwasanya
mereka dahulu berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar Allah menyampaikan mereka
kembali kepada Ramadhan kemudian mereka juga berdo’a kepada-Nya selama 6 bulan
agar Dia menerima amalan-amalan mereka.
Abdul Aziz
bin Abi Daud berkata : “Aku mendapati mereka bersungguh-sungguh dalam beramal
shalih. Ketika mereka telah melakukannya, mereka pun ditimpa kekhawatiran,
apakah amalan mereka diterima atau tidak.”
Maka
kemarilah wahai saudaraku yang mulia! Kita lihat sebagian keadaan para salaf
ketika bulan Ramadhan dan bagaimana semangat, keinginan yang kuat, dan
kesungguhan mereka dalam beribadah agar kita bisa berupaya meneladaninya, dan
agar kita termasuk orang yang mengerti kedudukan bulan Ramadhan ini sehingga
kita pun mau serius beramal shalih padanya.
Pertama : ‘Ulama
Salaf dan Membaca Al-Quran.
Ibnu Rajab
bekata: Dalam hadits Fathimah radhiyallahu ‘anha dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau mengabarkan
kepadanya:
أنّ
جبريل عليه السلام كان يعارضه القرآن كل عام مرةً وأنّه عارضه في عام وفاته
مرتين
Sesungguhnya
Jibril ‘alaihissalam menyimak Al-Qur’an yang dibacakan Nabi sekali pada setiap
tahunnya, dan pada tahun wafatnya Nabi, Jibril menyimaknya dua kali.
(Muttafaqun ‘Alaihi)
Dan dalam
hadits Ibnu Abbas:
أنّ
المدارسة بينه وبين جبريل كانت ليلاً
Bahwasanya
pengkajian terhadap Al-Qur’an antara beliau dengan Jibril terjadi pada malam
bulan Ramadhan. (Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadits ini
menunjukkan disunnahkannya memperbanyak membaca Al-Quran pada malam bulan
Ramadhan, karena waktu malam terputus segala kesibukan, terkumpul pada malam itu
berbagai harapan, hati dan lisan pada malam bisa berpadau untuk bertaddabur,
sebagaimana Allah Ta’ala berfirman
إِنَّ
نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْءاً وَأَقْوَمُ قِيلاً
Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu
lebih berkesan. (Al-Muzammil: 6)
Bulan
Ramadhan mempunyai kekhususan tersendiri dengan (diturunkannya) Al-Qur’an,
sebagaimana Allah ta’ala berfirman
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan
Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (Al-Baqarah:
185) Latha’iful Ma’arif hal. 315.
Oleh kerena
itulah para ‘ulama salaf rahimahumullah sangat bersemangat untuk
memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan, sebagaimana yang dijelaskan
dalam Siyar A’lamin Nubala’, di antaranya:
o
Dahulu Al-Aswad bin Yazid mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan
Ramadhan setiap dua malam, beliau tidur antara Magrib dan Isya’. Sedangkan pada
selain bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan Al Qur’an selama 6 hari.
o
Al-Imam Malik bin Anas jika memasuki bulan Ramadhan beliau
meninggalkan pelajaran hadits dan majelis ahlul ilmi, dan beliau
mengkonsentrasikan kepada membaca Al Qur’an dari mushaf.
o
Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri jika datang bulan Ramadhan beliau
meninggalkan manusia dan mengkonsentrasikan diri untuk membaca Al Qur’an.
o
Said bin Zubair mangkhatamkan Al-Qur’an pada setiap 2
malam.
o
Zabid Al-Yami jika datang bulan Ramadhan beliau menghadirkan
mushaf dan murid-muridnya berkumpul di sekitarnya.
o
Al-Walid bin Abdil Malik mengkhatamkan Al-Qur’an setiap 3 malam
sekali, dan mengkhatamkannya sebanyak 17 kali selama bulan Ramadhan.
o
Abu ‘Awanah berkata : Aku menyaksikan Qatadah
mempelajari Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.
o
Qatadah mengkhatamkan Al-Qur’an pada hari-hari biasa selama 7
hari, jika datang bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya selama 3 hari, dan pada
10 terakhir Ramadhan beliau mengkhatamkannya pada setiap malam.
o
Rabi’ bin Sulaiman berkata: Dahulu Al-Imam Syafi’i
mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan sebanyak 60 kali, dan pada setiap
bulannya (selain Ramadhan) sebanyak 30 kali.
o
Waki’ bin Al-Jarrah membaca Al-Quran pada malam bulan Ramadhan
serta mengkhatamkannya ketika itu juga dan ditambah sepertiga dari Al Qur’an,
shalat 12 rakaat pada waktu dhuha, dan shalat sunnah sejak ba’da zhuhur hingga
ashar.
o
Al-Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengkhatamkan Al Qur’an
pada siang bulan Ramadhan setiap harinya dan setelah melakukan shalat tarawih
beliau mengkhatamkannya setiap 3 malam sekali.
o
Al-Qasim bin ‘Ali berkata menceritakan ayahnya Ibnu
‘Asakir (pengarang kitab Tarikh Dimasyqi): Beliau adalah seorang yang
sangat rajin melakukan shalat berjama’ah dan rajin membaca Al-Qur’an, beliau
mengkhatamkannya setiap Jum’at, dan mengkhatamkannya setiap hari pada bulan
Ramadhan serta beri’tikaf di menara timur.
Faidah
Ibnu Rajab
Al-Hanbali berkata: Bahwasanya larangan mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga
hari itu adalah apabila dilakukan secara terus menerus. Adapun pada waktu-waktu
yang terdapat keutamaan padanya seperti bulan Ramadhan terutama pada malam-malam
yang dicari/diburu padanya lailatul qadr atau pada tempat-tempat yang
memiliki keutamaan seperti Makkah bagi siapa saja yang memasukinya selain
penduduk negeri itu, maka disukainya untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, dalam
rangka memanfaatkan (keutamaan) waktu dan tempat tersebut. Ini adalah pendapat
Ahmad, Ishaq, dan selainnya dari kalangan ulama’ . (Latha’iful
Ma’arif).
Kedua : ‘Ulama Salaf
dan shalat malam (tarawih).
Shalat
tarawih ini merupakan kebiasaan orang-orang shalih, perniagaan kaum mu’minin,
dan amalannya orang-orang yang meraih kemenangan. Pada waktu malam orang-orang
yang beriman menyendiri dengan Rabbnya, menghadap kepada Penciptanya, mengadukan
keadaan mereka seraya memohon kepada-Nya keutamaan-Nya. Jiwa-jiwa mereka berada
di antara kedua tangan Pencitanya, beri’tikaf untuk bermunajat kepada
Penciptanya. Mereka berupaya mendapat percikan cahaya dari ibadah tersebut,
berharap dan bersimpuh diri atas adanya berbagai pemberian dan karunia (dari
Rabbnya).
o
Al-Hasan Al-Bashri berkata : Aku tidak mendapati suatu ibadah
pun yang lebih besar nilainya daripada shalat pada pertengahan malam.
o
Abu ‘Utsman An-Nahdi berkata: Aku bertamu kepada Abu Hurairah
selama 7 hari, maka beliau, istri dan pembantunya membagi malam menjadi 3
bagian, yang satu shalat ini kemudian membangunkan yang lainnya.
o
Dahulu Syaddad bin Aus jika beranjak untuk beristirahat di
ranjangnya, kondisinya bagaikan biji yang berada di atas penggorengan (yakni
tidak tenang) kemudian berdoa : Ya Allah! Sesungguhnya Jahannam (terus
mengancam)! Jangan Engkau biarkan aku tidur. Maka beliau pun bangun dan langsung
menuju tempat shalatnya.
o
Dahulu Thawus melompat dari atas tempat tidurnya kemudian
langsung bersuci dan menghadap qiblat (melakukan shalat) hingga datang waktu
shubuh dan berkata : Mengingat Jahannam akan menghentikan tidurnya para ahli
ibadah.
o
Dari As-Saib bin Yazid dia berkata: Umar bin Al Khaththab
radhiyallahu ‘anhu memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad-Dari
radhiyallahu ‘anhuma mengimami manusia pada malam Ramadhan (dalam
shalat tarawih). Kemudian sang imam membaca 200 ayat, hingga kami bersandar
kepada tongkat-tongkat karena lamanya berdiri, tidaklah kami selesai dari shalat
kecuali telah mendekati waktu shubuh. (HR. Al-Baihaqi).
o
Dari Malik bin ‘Abdillah bin Abi Bakr, dia bekata : Aku
mendengar ayahku berkata: Dahulu kami selesai dari shalat malam pada bulan
Ramadhan, kami pun bersegera mempersiapkan makan karena takut datangnya waktu
shubuh. (HR. Malik dalam Al Muwaththa’).
o
Dari Dawud bin Al-Hushain, dari ‘Abdurrahman bin
Hurmuz, dia berkata: Para qari’ (para imam tarawih) dahulu membaca
surat Al-Baqarah dalam delapan raka’at. Maka ketika para qari’ (para imam
tarawih) membacanya dalam 12 raka’at, orang-orang melihat bahwa para imam
tersebut telah meringankan bacaan untuk mereka. (HR. Al Baihaqi)
o
Nafi’ berkata: Dahulu Ibnu ‘Umar
radhiyallahu ‘anhuma tinggal di rumahnya pada bulan Ramadhan. Ketika
orang-orang telah pergi dari masjid, beliau mengambil sebuah wadah yang berisi
air kemudian keluar menuju masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, lalu beliau tidak keluar dari masjid sampai tiba waktu shalat
shubuh di masjid tersebut. (HR. Al Baihaqi)
o
Dari Nafi’ bin ‘Umar bin Abdillah, dia
berkata: aku mendengar Ibnu Abi Mulaikah berkata: Dahulu aku pernah mengimami
manusia pada bulan Ramadhan, aku membaca pada suatu raka’at surat Alhamdulillahi
Fathir (surat Fathir) dan yang semisalnya. Tidak sampai kepadaku bahwa ada
seorang pun yang merasa keberatan dengannya. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
o
Dari ‘Imran bin Hudair, dia berkata: Dahulu Abu
Mijlaz tinggal di sebuah perkampungan, pada bulan Ramadhan, beliau
mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tujuh hari. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
o
Dari Abdush Shamad, dia berkata: Abul Asyhab telah memberitakan kepadaku, dia
berkata: Dahulu Abu Raja’ mengkhatamkan Al Qur’an ketika mengimami kami pada
sholat malam bulan Ramadhan setiap sepuluh hari.
Sebab-sebab bathiniyah untuk seseorang bisa
bangun malam ada empat perkara
Pertama:
Selamatnya hati dari hasad terhadap kaum muslimin, selamatnya hati dari
kebid’ahan dan sesuatu yang tidak bermanfaat dari perkara duniawi.
Kedua:
Senantiasa hatinya terbiasa takut disertai dengan pendek angan-angan.
Ketiga:
Mengetahui keutamaan shalat malam.
Keempat:
Ini adalah faktor pendorong yang paling mulia, yaitu cinta karena Allah dan
kuatnya iman bahwasanya dalam shalatnya tersebut tidaklah dia berucap dengan
satu huruf pun melainkan dia sedang bermunajat kepada Rabbnya.
Ketiga : ‘Ulama Salaf dan sifat pemurah dan dermawan ketika
menyambut bulan Ramadhan
1. Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:
كان رسول الله
صلى الله عليه وسلم أجود الناس بالخير، وكان أجود ما يكون في شهر رمضان، إنّ جبريل
عليه السلام كان يلقاه في كل سنة في رمضان حتى ينسلخ فيعرض عليه رسول الله صلى الله
عليه وسلم القرآن، فإذا لقيه جبريل كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أجود بالخير
من الريح المرسلة.
Dahulu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling pemurah dalam
memberikan kebaikan, dan sifat pemurah beliau yang paling besar adalah ketika
Ramadhan. Sesungguhnya Jibril biasa berjumpa dengan beliau, dan Jibril ‘alaihis
salam senantiasa menjumpai beliau setiap malam bulan Ramadhan sampai selesai
(habis bulan Ramadhan), Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membacakan padanya Al
Qur’an. Ketika berjumpa dengan Jibril’ alaihissalam, beliau sangat dermawan
kepada kebaikan daripada angin yang berhembus. (Muttafaqun
‘Alaihi)
Al-Muhallab
berkata: “Dalam hadits tersebut menunjukkan barakahnya beramal kebajikan dan
sebagian amalan kebajikan itu akan membuka dan membantu untuk dikerjakannya
bentuk amalan kebajikan yang lain. Tidakkah kamu tahu bahwa barakahnya puasa,
perjumpaan (Nabi) dengan Jibril, dan dibacakannya Al-Qur’an kepadanya akan
menambah kesungguhan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam beribadah
dan bershadaqah sampai-sampai digambarkan lebih cepat daripada angin yang
berhembus.”
Az-Zain bin
Al-Munayyir berkata: Yakni semua bentuk kebaikan beliau, baik tatkala dalam
kondisi fakir dan butuh maupun dalam kondisi kaya dan berkecukupan merata lebih
daripada meratanya air hujan menimpa bumi yang dihembuskan angin.
Ibnu Rajab
berkata : Asy-Syafi’i radhiyallahu ‘anhu berkata: Yang paling dicintai
bagi seseorang adalah semakin bertambah kedermawanannya pada bulan Ramadhan
dalam rangka meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan
karena kebutuhan manusia agar tercukupi keperluan-keperluan mereka, serta agar
mereka tersibukkan dengan ibadah puasa dan shalat dari pekerjaan mereka.”
2- Adalah
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berpuasa dan tidak
berbuka kecuali bersama orang-orang miskin, namun jika keluarganya menghalangi
mereka darinya, maka ia tidak makan pada malam itu. Jika ada seorang peminta
datang kepada beliau dalam keadaan beliau sedang makan, beliau mengambil
bagiannya dan memberikan kepada si peminta tersebut, beliau pun kembali dan
keluarganya telah memakan apa yang tersisa di mangkuk tempat makanan. Maka
beliau berpuasa pada pagi harinya dan tidak memakan sesuatu apapun.
3-
Yunus bin Yazid berkata: Dahulu Al-Imam
Ibnu Syihab rahimahullah jika memasuki bulan Ramadhan,
beliau isi bulan tersebut dengan membaca Al-Quran dan memberi makan.
4- Adalah
Hammad bin Abi Salamah rahimahullah memberi jamuan
berbuka pada bulan Ramadhan kepada 500 orang dan setelah ‘idul fithri beliau
memberi masing-masing mereka dengan 500 dirham.
Keempat : Sedikit makan
1.
Ibrahim bin Abi Ayyub berkata : Dahulu Muhammad bin ‘Amr
Al-Ghazy pada bulan Ramadhan makan hanya dua kali.
2.
Abul ‘Abbas Hasyim bin Al-Qasim berkata : Dahulu aku pernah di
sisi Al-Muhtadi (salah satu khalifah Bani ‘Abbas) pada sore hari di bulan
Ramadhan, kemudian aku berdiri untuk pergi, maka dia (Al Muhtadi) berkata:
duduklah. Maka aku pun duduk, kemudian dia mengimami shalat. Setelah itu dia
meminta untuk dihidangkan makanan, maka dihidangkanlah kepada dia satu nampan
yang di dalamnya terdapat roti dan tempat yang yang berisi garam, minyak, dan
cuka. Kemudian dia mengundangku untuk makan, maka aku pun makan layaknya orang
yang menunggu hidangan makanan yang lain. Dia berkata: bukankah besok engkau
masih berpuasa? Aku katakan: tentu. Dia berkata: makanlah dan cukupkan makanmu
karena tidak ada makanan yang lain selain apa yang kamu lihat ini.
Kelima : Menjaga
lisan, sedikit bicara, menjaga diri dari dusta
1.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
من لم
يدع قول الزور والعمل به فليس لله حاجةٌ في أن يدع طعامه وشرابه
Barangsiapa
yang tidak meninggalkan perkataan yang haram dan melakukan perbuatan haram, maka
Allah tidak butuh kepada jerih payahnya meninggalkan makan dan minumnya.
(HR. Al-Bukhari)
Al-Muhallab
berkata: Dalam hadits tersebut terdapat dalil bahwa hukum puasa itu adalah
menahan diri dari perbuatan keji dan perkataan dusta sebagaimana dia menahan
diri dari makan dan minum. Barangsiapa yang tidak menahan dirinya dari
perkara-perkara tersebut, maka sungguh hal itu akan mengurangi nilai puasanya,
menyebabkan murka Allah dan tidak diterimanya puasa dia.
2.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إذا
أصبح أحدكم يوماً صائماً فلا يرفث ولا يجهل فإن امرؤٌ شاتمه أو قاتله فليقل: إني
صائمٌ إني صائمٌ
Jika
pada suatu hari salah seorang dari kalian berpuasa, maka janganlah berbuat keji
ataupun bertindak jahil, jika ada seseorang yang mencelanya atau memusuhinya,
maka katakanlah: aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa. (HR.
Muslim)
Al-Maziri
berkata -menjelaskan kalimat ‘aku sedang berpuasa’-: mungkin juga yang
dimaksud dengannya adalah dia mengajak bicara kepada dirinya sendiri dalam
rangka memperingatkan dari perbuatan mencela ataupun bermusuhan.
3.
‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata
:
ليس الصيام من
الطعام والشراب وحده ولكنه من الكذب والباطل واللغو والحلف
Bukanlah
puasa itu sebatas menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi puasa itu
menahan diri dari perkataan dusta, perbuatan bathil, sia-sia, dan sumpah yang
tidak ada gunanya. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
4.
Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dia
berkata :
إنّ الصيام ليس
من الطعام والشراب ولكن من الكذب والباطل واللغو
Sesungguhnya
puasa itu tidaklah sebatas menahan diri dari makan dan minum saja, akan tetapi
puasa itu menahan diri dari perkataan dusta, perbuatan batil dan sia-sia.
(HR. Ibnu Abi Syaibah)
5.
Dari Thalq bin Qais, dia berkata: Abu Dzarr
radhiyallahu ‘anhu berkata :
إذا
صمت فتحفظ ما استطعت
Jika
kamu berpuasa, maka jagalah dirimu semaksimal kemampuanmu.
Adalah Thalq
ketika berpuasa, dia masuk rumahnya dan tidak pernah keluar kecuali untuk
mengerjakan shalat. (HR. Ibnu Abi Syaibah)
6.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, dia
berkata: Jika kamu berpuasa, maka jagalah pendengaran, penglihatan, dan lisanmu
dari berdusta dan jagalah dirimu dari perbuatan dosa, jangan menyakiti pembantu,
wajib atas kamu untuk bersikap tenang, (terlebih) pada saat kamu berpuasa,
jangan kamu jadikan hari berbukamu (tidak puasa) dengan hari berpuasamu sama.
(HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Kitab Ash-Shiyam Bab ‘Perkara yang
diperintahkan kepada orang yang berpuasa berupa sedikit bicara dan menjaga diri
dari berdusta’, II/422)
7. Dan
dari ‘Atha’, dia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata:
Jika kamu berpuasa, maka janganlah bertindak jahil, dan jangan mencaci maki.
Jika kamu diperlakukan jahil, maka katakanlah: aku sedang berpuasa. (HR.
Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf)
8. Dan
dari Mujahid, dia berkata: ada dua perangai yang barangsiapa
menjaga diri darinya, puasanya akan selamat, yakni (1) ghibah, dan (2) berdusta.
(HR. Ibnu Abi Syaibah)
9. Dan
dari Abul ‘Aliyah, dia berkata: Puasa itu akan bernilai ibadah
selama pelakunya tidak berbuat ghibah. (HR. Ibnu Abi
Syaibah)
Keadaan Salaf terkait dengan
waktu
Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah berkata : Wahai anak Adam! Sesungguhnya
kamu itu adalah seperti hari-hari, jika satu hari telah pergi, maka telah
hilanglah sebagian dari dirimu.
Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah juga berkata : Wahai anak Adam! Waktu
siangmu adalah tamumu, maka berbuat baiklah kepadanya, karena sesungguhnya jika
kamu berbuat baik kepadanya, dia akan pergi dengan memujimu, dan jika kamu
bersikap jelek padanya, maka dia akan pergi dalam keadaan mencelamu, demikian
juga waktu malammu.
Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah juga berkata : Dunia itu ada tiga hari:
(1) Adapun kemarin, maka dia telah pergi dengan amalan-amalan yang kamu lakukan
padanya, (2) adapun besok, mungkin saja kamu tidak akan menjumpainya lagi, (3)
dan adapun hari ini, maka ini untukmu, maka beramallah pada saat itu juga.
Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: Tidaklah aku menyesal
terhadap sesuatu sebagaimana menyesalku ketika pada hari yang matahari telah
tenggelam sementara umurku berkurang padahal amalanku tidak bertambah pada hari
itu.
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata: Menyia-nyiakan waktu itu lebih
buruk daripada kematian, karena menyia-nyiakan waktu itu memutuskan kamu dari
Allah dan negeri akhirat, sementara kematian itu memutuskan kamu dari dunia dan
penghuninya.
As-Suri
bin Al-Muflis rahimahullah berkata: Jika kamu merasa sedih
karena hartamu berkurang, maka menangislah karena berkurangnya umurmu.
Penutup
Kita memohon
kepada Allah agar menyampaikan kita kapada Ramadhan, dan agar Allah menerima
amalan-amaln kita, puasa kita, shalat malam kita, dan mudah-mudahan Allah
membebaskan kita dari An Nar. Allahumma Amin.
وآخر دعوانا
أن الحمد لله رب العالمين
وصلى الله على
نبينا محمد صلى الله عليه وسلم وعلى آله وأزواجه وصحبه ومن تبعهم باحسان الى يوم
الدين
Tidak ada komentar:
Posting Komentar