Keempat, Menjaga untuk senantiasa menyegerakan berbuka.
Ini dalam rangka agar kaum muslimin bisa terus berada dalam kebaikan.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
لاَ يَزَالُ النَّاسُ
بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الفِطْرَ
Umat Islam akan senantiasa baik selama mereka masih menyegerakan
berbuka. Muttafaq ‘alaihi
Juga
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
لاَ تَزَالُ أُمَّتِي
عَلَى سُنَّتِي مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُّجُومَ
Umatku akan senantiasa berjalan di atas sunnahku (prinsipku) selama
mereka tidak menunggu muncul bintang ketika hendak berbuka. Ibnu
Khuzaiman dan Ibnu Hibban. Ash-Shahihah no.
2080
Juga
berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
لاَ يَزَالُ الدِّينُ
ظَاهِرًا مَا عَجَّلَ النَّاسُ الفِطْرَ لأَنَّ اليَهُودَ وَالنَّصَارَى
يُؤَخِّرُونَ
Agama ini akan terus jaya, selama umat Islam menyegerakan berbuka.
Karena Yahudi dan Nashrani mengakhirkan berbuka. Abu Dawud
dan Ibnu Majah. Shahih At-Targhib
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menjelaskan kapan waktu
menyegerakan berbuka, dalam sabdanya :
إِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ
مِنْ هَا هُنَا، -من جهة الشرق- وَأَدْبَرَ النَّهَارُ مِنْ هَا هُنَا، وَغَرَبَتِ
الشَّمْسُ، فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
Jiwa malam telah datang dari arah sini - yakni dari arah timur - dan
siang telah pergi dari arah sini - yakni arah barat - dan matahari telah
tenggelam, maka saat itulah orang-orang yang berpuasa mulai berbuka.
Muttafaqun ‘alaihi
Adab-adab berbuka
:
Dalam berbuka terdapat beberapa adab syar’i yang dianjurkan bagi orang
yang berpuasa untuk senantiasa membiasakan diri dengannya, dalam rangka meniru
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beberapa adab tersebut :
1. Mendahulukan berbuka sebelum melaksanakan shalat
Maghrib. Berdasarkan pernyataan shahabat Anas bin Malik Radhiyallah
‘anhu :
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسَلَّمَ قَطُّ صَلَّى صَلاَة َالمَغْرِبِ
حَتَّى يُفْطِرَ وَلَوْ عَلَى شَرْبَةٍ مِنْ مَاءٍ
Saya tidak pernah melihat sama sekali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam melukan shalat Maghrib sebelum berbuka terlebih dahulu, walaupun hanya
dengan seteguk air. HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2080.
2. Berbuka dengan ruthab (kurma basah), kalau tidak maka dengan
tamr (kurma kering). Kalau tidak ada maka dengan air.
Berdasarkan hadits dari shahabat Anas bin Malik Radhiyallah ‘anhu
berkata :
كَانَ رَسُولُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآله وَسلَّمَ يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ، قَبْلَ أَنْ
يُصَلِّي، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٍ فَعَلَى تَمَرَاتٍ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ
حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
Dulu Rasululallah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berbuka dengan
ruthab sebelum melakukan shalat (Maghrib). Kalau tidak ada ruthab maka berbuka
dengan tamr. Kalau tidak ada maka dengan air. HR. Abu Dawud
dan Ibnu Majah. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Shahih At-Targhib
3. Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa Sallam. Yaitu :
ذَهَبَ الظَّمَأُ
وَابْتَلَّتِ العُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ -إِنْ شَاءَ اللهُ-
Telah hilang dahaga, telah basah urat, dan telah pasti pahala insya
Allah. HR. Abu Dawud. Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
dalam Irwa`ul Ghalil 920.
—
Kelima, disunnah untuk tetap menjaga penggunaan siwak secara
mutlak, baik dia sedang berpuasa atau tidak, baik siwak basah atau pun kering,
baik pada awal siang maupun pada akhir siang. Terutama ketika
hendak shalat dan ketika wudhu’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda :
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ
صَلاَةٍ
Kalaulah tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka
untuk bersiwak pada setiap kali hendak shalat. Muttafaqun
‘alahi
Pada
riwayat lain dengan lafazh :
عِنْدَ كُلِّ
وُضُوءٍ
Pada setiap kali berwudhu’ HR. Ahmad.
Dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Irwa`ul Ghalil no.
70.
Beliau tidak memperkecualikan oleh yang sedang berpuasa. Artinya anjuran
tersebut mengenai semua, baik orang yang tidak berpuasa maupun orang yang sedang
berpuasa.
Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallah ‘anhuma berkata :
يُسْتَاكُ أَوَّل
النَّهَارِ وَآخِرهُ
Bersiwak pada awal siang maupun pada akhir siang. HR.
Al-Bukhari secara mu’allaq
Menjelaskan tentang hukum ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
rahimahullah berkata :
“Adapun penggunaan siwak (bagi orang yang berpuasa), maka boleh tanpa
ada perselisihan. Namun para ‘ulama berbeda pendapat tentang kemakruhan
penggunaannya setelah tergelincirnya matahari. Ada dua pendapat yang terkenal,
keduanya merupakan dua riwayat dari Ahmad. Namun pendapat yang menyatakan makruh
tidak berdasarkan dalil syar’i yang pantas untuk mengkhususkan keumuman
dalil-dalil tentang bolehnya penggunaan siwak.” (Majmu’ Al-Fatawa XXV/266)
Perhatian :
a.
Yang dimaksud dengan siwak di sini adalah menggosok gigi. Baik dengan
menggunakan kayu siwak maupun yang lainnya, seperti sikat gigi misalnya.
b.
Terdapat keterangan yang diriwayatkan dari ‘Abdurrahman bin Ghunm :
سألت معاذ بن جبل: أتسوّك وأنا صائم؟ قال: نعم . قلت: أيّ النهار أتسوّك؟ قال:
أيّ النهار شئت، إن شئت غدوة، وإن شئت عشية. قلت: فإنّ النّاس يكرهونه عشية، قال:
لمَ؟ قلت: يقولون: إنّ رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال: “لخلوف فم الصائم
أطيب عند الله من ريح المسك“ فقال: سبحان الله! لقد أمرهم رسول الله صلى الله عليه
وآله وسلم بالسواك حين أمرهم وهو يعلم أنه لا بدّ أن يكون بفم الصائم خلوف وإن
استاك، وما كان بالذي يأمرهم أن يُنتِنوا أفواههم عمداً ، ما في ذلك من الخير شيء،
بل فيه شرّ
Aku
bertanya kepada Mu’adz bin Jabal, “Apakah boleh aku bersiwak dalam keadaan
aku berpuasa?” Mu’adz menjawab : “Ya.” Aku bertanya lagi,
“Pada bagian siang manakah aku boleh bersiwak?” Mu’adz menjawab,
“Bagian siang manapun yang kamu mau. Kalau kau mau boleh pada awal siang,
atau kalau kau mau boleh pada akhir siang.” Maka aku katakan,
“Sesungguhnya orang-orang memakruhkan (bersiwak) pada akhir siang.”
Mu’adz bertanya, “Kenapa?” Aku berkata, “Kata mereka, karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah bersabda, ‘Sungguh bau mulut
orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan aroma misk.”
Maka Mu’adz pun berkata, “Subhanallah! Sungguh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam telah memerintakah mereka untuk bersiwak. Ketika beliau
memerintahkan itu, beliau tahu betul bahwa pasti mulut orang berpuasa akan
berbau (tidak enak) meskipun dia bersiwak. Beliau tidak memerintahkan mereka
untuk mengotori (membuat bau mulut mereka menjadi tidak enak) dengan sengaja.
Pada perbuatan demikian (tidak/melarang bersiwak pada akhir siang) tidak ada
kebaikan sedikitpun. Bahkan pada yang demikian terdapat kejelekan.
(HR. Ath-Thabarani. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam
At-Talkhis mengayatakan sanad hadits ini jayyid. Lihat Al-Irwa’
I/106, dan Adh-Dha’ifah 401-402.)
—
Keenam, bersungguh-sungguh dalam melakukan amal kebaikan dan
memperbanyak ibadah. Sungguh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam dalam bulan Ramadhan memperbanyak berbagai macam ibadah, amal-amal
kebaikan, dan benar-benar menunjukkan sikap baik dan ihsan. Dalam
hadits yang diriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallah
‘anhuma berkata :
كَانَ -أي النَّبِىُّ صلى
الله عليه وآلِهِ وسلم- أَجْوَدَ النَّاسِ بِالْخَيْر، وكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ
فِى رَمَضَانَ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ، وَكَانَ جِبْرِيلُ -عَلَيْهِ السَّلاَم-
يَلْقَاهُ كُلَّ لَيْلَةٍ فِى رَمَضَانَ حَتَّى يَنْسَلِخَ ، يَعْرِضُ عَلَيْهِ
النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم الْقُرْآنَ، فَإِذَا لَقِيَهُ جِبْرِيلُ -عَلَيْهِ
السَّلاَمُ-كَانَ أَجْوَدَ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ
الْمُرْسَلَةِ
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam adalah orang yang paling
pemurah dalam kebaikan. Kepemurahan beliau paling besar adalah pada bulan
Ramadhan, tatkala Jibril menemui beliau. Jibril biasa datang menemui beliau
setiap malam selama Ramadhan, hingga selesai. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam menunjukkan Al-Qur`an kepada Jibril. Maka bila Jibril menemui
beliau, maka beliau menjadi paling dermawan melakukan kebaikan, lebih ringan
daripada angin yang berhembus.” Muttafaqun ‘alaihi.
Dulu
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam biasa memperbanyak membaca Al-Qur`an
pada bulan Ramadhan, memperpanjang bacaan shalat malam melebihi pada malam
selain Ramadhan, sangat ringan melakukan shadaqah, infaq, dan berbagai perbuatan
sosial lainnya.
Beliau semakin meningkatkan kesungguhan beribadahnya pada sepuluh hari
terakhir, — baik dalam bentuk i’tikaf, shalat malam, membaca Al-Qur`an, dzikir,
dll, — yang tidak beliau lakukan pada hari-hari lainnya.
Isteri beliau, ‘Aisyah Radhiyallah ‘anha menceritakan :
إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ
شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Apabila telah masuk sepuluh hari terakhir, beliau mengencangkan
sarungnya, menghidupkan malam harinya (dengan berbagai aktifitas ibadah), dan
membangunkan istri-istrinya.” Muttafaqun ‘alaihi
Di
antara ibadah yang disunnah oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
dalam bulan Ramadhan adalah ibadah ‘umrah. Ibadah ‘umrah dalam bulan
Ramadhan tersebut memiliki pahala yang menyamai ibadah haji. Berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ
تَعْدِلُ حَجَّةً
“Umrah pada bulan Ramadhan menyamai haji.” Abu Dawud.
Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi
Dawud.
Dan
dilipatgandakan pahala shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي
هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ
الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat di
selainnya, kecuali di Masjidil Haram. ” Muttafaqun
‘alahi
Di
samping, ibadah ‘umrah ke ibadah ‘umrah berikutnya merupakan penghapus dosa.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
الْعُمْرَةُ إِلَى
الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا
“Dari satu ‘umrah ke ‘umrah berikutnya merupakan penghapus dosa
antara keduanya.” Al-Bukhari
Bersambung Insya Allah
(diterjemahkan dari mizah syahri Ramadhan wa fadha`ilish shiyam wa
fawa`idihi wa adabihi, Asy-Syaikh Muhammad ‘Ali Farkus. Diterjemahkan oleh
Abu ‘Amr Ahmad - dengan ada perubahan dan penambahan. Sumber http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=361066 )
www.assalafy.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar