Penjelasan Syarhus Sunnah Imam Al Barbahari:
Agama Ini Datang Dari Sisi Allah Ta'ala Tidak Diletakkan
di Atas Akal Maupun Pemikiran Seseorang
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
|
Berkata Al Imam Al Barbahari Rahimahullahu
Ta'ala:
واعلم رحمك الله أن الدين إنما جاء من قبل الله تبارك
وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائهم وعلمه عند الله وعند رسوله فلا تتبع شيئا
بهواك فتمرق من الدين فتخرج من الإسلام فإنه لا حجة لك فقد بين رسول الله صلى الله
عليه وسلم لأمته السنة وأوضحها لأصحابه وهم الجماعة وهم السواد الأعظم والسواد
الأعظم الحق وأهله فمن خالف أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم في شيء من أمر
الدين فقد كفر
Dan
ketahuilah, semoga Allah Tabaroka wata'ala merahmatimu, sesungguhnya agama ini
datang dari sisi Allah Tabaroka wata'ala tidak diletakkan di atas akal maupun
pemikiran seseorang. Ilmunya di sisi Allah Ta'ala dan Rasul-Nya
Shallallahu'alaihi wasallam. Janganlah sekali-kali kamu mengikuti sesuatu dengan
hawa nafsumu yang akan menyebabkan kamu terlempar dari agama ini sehingga kamu
keluar dari Islam. Karena sesungguhnya tidak ada hujjah bagimu. Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam telah menjelaskan sunnah kepada umat ini dan
menerangkan kepada shahabatnya Radhiallahu'anhum, mereka itulah Al Jama'ah, dan
mereka itulah As Sawadul A'dham. As Sawadul A'dham adalah al haq (kebenaran) dan
ahlinya. Barangsiapa yang menyelisihi shahabat Radhiallahu'anhum pada suatu
perkara dari agama ini maka dia telah kafir.
|
Syaikh Allamah Ahmad bin Yahya An
Najmi
Ungkapan yang seperti ini sering terulang dalam ucapan
penulis Rahimahullahu Ta'ala. Yang semisal ini maknanya bisa dibawa kepada salah
satu dari tiga kemungkinan berikut ini:
1.
Mungkin yang beliau Rahimahullah maksud bahwasanya siapa saja yang menentang
sesuatu yang berkenaan dengan aqidah Islam yang bersifat asasiyah (fundamental)
maka dia telah kafir.
2.
Atau mungkin yang beliau Rahimahullah maksud bahwa mengamalkan hal tersebut
terkadang mengantarkan kepada kekafiran.
3.
Bisa jadi pula yang beliau Rahimahullah maksud dengannya adalah kufrun duna
kufrin, yaitu kekufuran yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam.
Yakni kufur nikmat.
Dan
tidaklah setiap orang yang menyelisihi suatu perkara dari perkara-perkara yang
ditempuh oleh para shahabat Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam itu
dikafirkan dengan kekafiran yang mengeluarkan dari agama Islam. Yang seperti ini
bukan termasuk aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Anas ibnu Malik Radhiallahu'anhu
berkata tatkala dia tiba di Madinah pada ahir hayatnya,
"Aku tidak mengetahui sedikitpun dari apa yang aku
jumpai selain shalat ini, dan shalat ini pun telah disia-siakan." [Atsar ini
dibawakan oleh Imam Al Bukhari dari Anas ibnu Malik dengan semua jalan
periwayatannya dalam kitab Mawaqit As Shalah, bab: Tadhyyi'us Shalati 'an
Waqtiha]
Dalam riwayat yang lain, "kalian telah mengeluarkan
shalat ini dari waktu- waktunya".
Namun Anas ibnu Malik Radhiallahu'anhu tidak
mengkafirkan mereka dan tidak ada seorang pun dari ulama Ahlus Sunnah yang
membawa ucapan beliau Radhiallahu'anhu ini (menjadikannya dalil) untuk
mengkafirkan orang-orang yang melakukan hal seperti itu pada
masanya.
Dengan demikian perkataan beliau,
فمن خالف أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم في شيء من
أمر الدين فقد كفر
"Barangsiapa yang menyelisihi shahabat Radhiallahu'anhum
pada suatu perkara dari agama ini maka dia telah kafir." Memungkinkan untuk
dibawa kepada kemungkinan-kemungkinan yang telah kami sebutkan di atas. Sebab di
antara aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak
mengkafirkan seorang Muslim dengan dosa yang mereka lakukan, kecuali apabila
dosa tesebut berupa kesyirikan, menentang suatu hukum yang telah disepakati atau
menjadikan agama ini dan pemeluknya sebagai bahan olok-olokan serta yang semisal
dengannya termasuk dalam pembatal-pembatal keislaman seseorang. Demikian juga
mereka tidak mengkafirkan seseorang dengan dosa yang dia kerjakan meskipun dosa
tersebut termasuk dosa besar, dan terus menerus mengerjakan dosa tersebut serta
mati di atasnya. Sebab dalil-dalil dari Al Kitab dan As Sunnah menunjukkan akan
kebenaran aqidah ini.
Adapun perkataan beliau Rahimahullah,
اعلم رحمك الله أن الدين إنما جاء من قبل الله تبارك
وتعالى لم يوضع على عقول الرجال وآرائهم
"Dan ketahuilah, semoga Allah Tabaroka wata'ala
merahmatimu, sesungguhnya agama ini datang dari sisi Allah Tabaroka wata'ala
tidak diletakkan di atas akal maupun pemikiran seseorang."
Hal
ini sangat jelas dan gamblang, Allah Ta'ala berfirman,
يَا بَنِي آدَمَ إِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ
يَقُصُّونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِي فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ
"Hai anak-anak Adam, jika datang kepadamu rasul-rasul di
antara kamu yang menceritakan kepadamu ayat-ayat-Ku, maka barang siapa yang
bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati." (Al A'raaf:: 35)
Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ
لَحَافِظُونَ
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan
sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya." (Al Hijr: 9)
Allah Subhanahu wata'ala telah menjaga Al Quran dari
kebohongan dan kedustaan tukang ramal, paranormal, dan para dukun. Dan Allah
Subhanahu wata'ala telah menghalangi syaitan-syaitan dari mencuri dengar tatkala
Al Quran diturunkan. Agar mereka tidak mengutip sedikitpun dari kalam tersebut,
sehingga mereka akan melemparkannya kepada para dukun yang ahirnya para dukun
tersebut akan menginformasikan kutipan tersebut dan mencampurnya dengan
kebathilan (kedutaan). Akan tetapi Allah Subhanahu wata'ala membersihkannya dari
hal itu sejak menurunkan Al Quran ini dan menjaganya setelah diturunkan dari
usaha penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang yang di dalam hatinya
terdapat bibit-bibit penyimpangan dari tipu daya pembuat makar dan dari
kedustaan serta kebohongan orang-orang yang suka membuat kedustaan. Hingga Al
Quran tersebut sampai pada kita dalamn keadaan murni, jelas, dan selamat dari
pengaruh asing. Dan Allah Subhanahu wata'ala telah menjaga Sunnah dengan
orang-orang yang telah dipersiapkan oleh Allah Subhanahu wata'ala untuk
menjaganya, sehingga mereka membersihkannya dari segala sesuatu yang asing,
menjaganya dari perubahan-perubahan yang dimasukkan oleh orang-orang yang
menyimpang. sehingga As Sunnah tetap nampak jelas seperti jelasnya matahari,
terang seperti terangnya cahaya fajar. Demikian Allah Subhanahu wata'ala
menyiapkan ulama Ahlul Hadits pada setiap zaman untuk membersihkannya dari semua
hadits dhaif (lemah), maudhu (palsu), dan makdzub (hadits
dusta).
Maka dengan hal ini kalian ketahui bahwasanya hujjah
telah tegak, tidak ada kewajiban bagimu selain mengikuti kebenaran dan
mempelajarinya dari sumber- sumber aslinya agar mengetahuinya dan mengamalkannya
serta memberikan petunjuk kepada orang yang minta biimbingan
kepadamu.
Kemudian ketahuilah! bahwasanya kebenaran adalah apa
yang datang dari sisi Allah Tabaroka wata'ala dan Rasul-Nya Shallallahu'alaihi
wasallam berupa Al Kitab dan As Sunnah meskipun sedikit orang yang mengikuti dan
berpegang dengannya.
Maka apa saja yang datang dari syariat ini adalah al haq
(kebenaran) yang diperintahkan untuk diikuti meskipun kebanyakan manusia
menyelisihinya dan sedikit orang yang mengikutinya. Allah Ta'ala
berfirman,
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأمْرِ
فَاتَّبِعْهَا وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّهُمْ لَنْ
يُغْنُوا عَنْكَ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَإِنَّ الظَّالِمِينَ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَاللَّهُ وَلِيُّ الْمُتَّقِينَ
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat
(peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah
kamu ikuti hawa nafsu orang- orang yang tidak mengetahui. Sesungguhnya mereka
sekali-kali tidak akan dapat menolak dari kamu Sedikit pun dari (siksaan) Allah.
Dan sesungguhnya orang-orang yang lalim itu sebagian mereka menjadi penolong
bagi sebagian yang lain, dan Allah adalah pelindung orang-orang yang bertakwa."
(Al Jaatsiyyah: 18-19)
Oleh karena itu semangatlah wahai hamba Allah!
semangatlah untuk mengikuti kebenaran, menempuh jalan Shirathal Mustaqim untuk
meneladani ulama Salaf, yaitu Shahabat Radhiallahu'anhum dan jangan merasa
minder dengan sedikitnya orang-orang yang menempuh jalan tersebut serta
banyaknya orang-orang yang menyelisihinya. Sungguh nabi Ibrahim Alaihis salam
dahulu adalah umat yang satu (satu-satunya orang yang beriman pada saat itu).
Wabillahit taufiq.
[Dari Kitab Irsyaadus Saari ila Taudhihi Syarhis Sunnah
lil Imam Al Barbahari, Edisi Indonesia Penjelasan Syarhus Sunnah Imam Al
Barbahari Meniti Sunnah di Tengah Badai Fitnah oleh Syaikh Ahmad bin Yahya An
Najmi, Penerbit Maktabah Al Ghuroba, hal 83-89]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar