Radio Muwahiddin

Selasa, 14 Agustus 2012

Sunnah Ied yang Hampir Terlupakan


Sunnah Ied yang Hampir Terlupakan


‘Ied "lebaran" merupakan hari berbahagia dan bersuka cita bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Kegembiraan ini nampak di wajah,tindak-tanduk dan kesibukan mereka. Orang yang dulunya berselisih dan saling benci, pada hari itu saling mema’afkan. Ibu-ibu rumah tangga sibuk membuat berbagai macam kue, ketupat, makanan yang akan dihidangkan kepada para tamu yang akan berdatangan pada hari ied. Bapak-bapak sibuk belanja baju baru buat anak dan keluarganya. Para pekerja dan penuntut ilmu yang ada diperantauan nun jauh di negeri orang sibuk menghubungi keluarga mereka, entah lewat surat atau telepon.
Di balik kesibukan dan kegembiraan ini, terkadang mengantarkan sebagian manusia lalai untuk mempersiapkan apa yang mereka harus kerjakan di hari Ied. Diantaranya, seperti berikut ini
  • Dianjurkan mandi sebelum berangkat ke musholla.
Seorang di hari ied disunnahkan untuk bersuci dan membersihkan diri agar bau tak sedap tidak mengganggu saudara kita yang lain ketika sholat dan bertemu. Ini berdasarkan atsar dari
Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu anhu pernah ditanya tentang mandi, maka beliau menjawab,
يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الْفِطْرِ
"(Mandi seyogyanya dilakukan) di hari Jum’at, hari Arafah (wuquf), hari Iedul Adh-ha, dan hari Iedul Fitri". [HR.Asy-Syafi'i dalam Al-Musnad (114), dan Al-Baihaqy (5919)]
  • Memakai Pakaian yang Bagus dan Berhias dengannya
Diantara bentuk kegembiraan seorang muslim, dia mempersiapkan dan memakai pakaian baru di hari raya iedul Fitri dan iedul Adhha. Ketahuilah, Sunnah ini diambil dari hadits Ibnu Umar , ia berkata:
أَخَذَ عُمَرُ جُبَّةً مِنْ إِسْتَبْرَقٍ تُبَاعُ فِيْ السُّوْقِ فَأَخَذَهَا فَأَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَارَسُولَ اللهِ اِبْتَعْ هَذِهِ تَجَمَّلْ بِهَا لِلْعِيْدِ وَالْوُفُوْدِ
" Umar mengambil jubah dari sutera yang dijual di pasar. Diapun mengambilnya lalu dibawa kepada Rasulullah r seraya berkata: [" Ya Rasulullah, Belilah ini agar engkau bisa berhias dengannya untuk hari ied dan para utusan …"] " [HR.Al-Bukhory dalam Shohih-nya (906), Muslim dalam Shohih-nya (2068)]
Al-Allamah Asy-Syaukani -Rahimahullah- berkata dalam Nail Al-Author (3/349)," Segi pengambilan dalil dari hadits ini tentang disyari’atkannya berhias di hari ied adalah adanya taqrir Nabi r bagi Umar atas dasar bolehnya berhias di hari ied, dan terpokusnya pengingkaran beliau atas orang yang memakai sejenis pakaian tersebut, karena ia dari sutera".
  • Di hari Iedul Fithri, Disunnahkan Makan Sebelum ke Musholla
Sebelum berangkat ke musholla (lapangan), maka dianjurkan makan –utamanya kurma- sebagaimana ini dilakukan oleh Nabi kita Muhammad r pada hari iedul fitri. Adapun iedul Adhha, maka sebaliknya seseorang dianjurkan makan setelah sholat ied agar nantinya bisa mencicipi hewan kurbannya.
Buraidah –Radhiyallahu- anhu berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ لَا يَخْرُجُ حَتَّى يَطْعَمَ وَيَوْمَ النَّحْرِ لَا يَطْعَمُ حَتَّى يَرْجِعَ
"Nabi r tidaklah keluar di hari iedul Fithri sampai beliau makan, dan pada hari iedul Adh-ha beliau tak makan sampai beliau kembali". HR. Ibnu Majah dalam As-Sunan (1756). Di-hasan-kan oleh Syu’aib Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (5/352/no.23033)
Al-Muhallab bin Abi Shofroh - Rahimahullah – berkata,”Hikmahnya makan sebelum sholat ied adalah agar orang tidak menyangka wajibnya puasa sampai usai sholat ied. Seakan Nabi r hendak menepis persangkaan itu" . [Lihat Fath Al-Bari (2/447)]
Diantara hikmahnya agar masih ada waktu mengeluarkan shodaqoh di waktu-waktu yang cocok dan sangat dibutuhkannya oleh para faqir-miskin.
Ibnul MunayyirRahimahullah- berkata: "Nabi r makan di dua hari ied pada waktu yang masyru’ (disyari’atkan) agar bisa mengeluarkan shodaqoh khusus bagi ied tersebut. Maka waktu mengeluarkan shodaqoh ied fithri sebelum berangkat (ke musholla), dan waktu mengeluarkan shodaqoh kurban setelah disembelih. Jadi, keduanya bersatu pada satu sisi, dan berbeda pada sisi yang lain.". [Lihat Fath Al-Bari (2/448)]
  • Bertakbir Menuju Lapangan
Mengumandangkan takbiran saat menuju musholla merupakan sunnah yang dilakukan pada dua hari raya kaum muslimin. Sunnah ini dilakukan bukan Cuma saat keluar dari rumah, bahkan terus dilakukan dengan suara keras sampai tiba di lapangan. Setelah tiba di lapangan, tetap bertakbir sampai imam datang memimpin sholat ied. Inilah sunnahnya !
Ada suatu riwayat dari Nabi r : "Bahwa beliau keluar di hari iedul Fithri seraya bertakbir sampai tiba di musholla dan sampai usai sholat. Jika usai sholat, beliau hentikan takbir". HR.Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (2/165) dan Al-Firyabi dalam Ahkam Al-Iedain (95).Lihat juga Silsilah Ahadits Ash-Shohihah (171)]
Dalam riwayat lain, Ibnu Umar Radhiyallahu berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ فِيْ الْعِيْدَيْنِ مَعَ الْفَضْلِ بْنِ عَبَّاسٍ وَعَبْدِاللهِ وَالْعَبَّاسِ وَعَلِيٍ وَجَعْفَرٍ وَأُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ وَزَيْدٍ بْنِ حَارِثَةَ وَأَيْمَنَ بْنِ أُمِّ أَيْمَنَ رَافِعًا صَوْتَهُ بِالتَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ
"Nabi r keluar di dua hari raya bersama Al-Fadhl bin Abbas, Abdullah, Al-Abbas, Ali, Ja’far, Al-Hasan,Al- Husain , Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Aiman bin Ummi Aiman sambil mengangkat suaranya bertahlil dan bertakbir". [HR.Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/279) dan dihasankan oleh Al-Albany dalam Al-Irwa' (3/123)
Jadi, disyari'atkan di hari ied saat hendak keluar ke lapangan untuk mengumandangkan takbir dengan suara keras berdasarkan kesepakatan empat Imam madzhab. Tapi tidak dilakukan secara berjama'ah.[Lihat Majmu' Al-Fatawa 24/220]
Muhaddits Negeri Syam, Muhammad Nashiruddin Al-Albany-rahimahullah – berkata dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah (1/281) ketika mengomentari hadits pertama di atas," Dalam hadits ini terdapat dalil disyari’atkannya sesuatu yang telah dilakukan oleh kaum muslimin berupa adanya takbir dengan suara keras di jalan-jalan menuju musholla. Sekalipun kebanyakan di antara mereka sudah mulai meremehkan sunnah ini sehingga hampir menjadi tinggal cerita belaka. Itu disebabkan lemahnya dasar agama mereka serta canggungnya mereka menampakkan sunnah".
  • Faidah :
Tentang lafazh takbir, tak ada yang shohih datangnya dari Nabi r . Akan tetapi disana ada beberapa atsar yang shohih datangnya dari para sahabat Radhiyallahu anhum ajma’in.
Dari sahabat Ibnu Mas’ud, beliau mengucapkan:
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لَاإِلَهَ إِلَّااللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
[HR.Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (2/168) dengan sanad yang shohih]
Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu-, beliau mengucapkan:
اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ اَللهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ اَللهُ أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا
[HR.Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/315) dengan sanad yang shohih.]
Salman Al-Farisy, beliau mengucapkan :"Bertakbirlah :
اَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُاَللهُ أَكْبَرُكَبِيْرًا
[HR.Al-Baihaqy dalam As-Sunan Al-Kubro (3/316) dengan sanad yang shohih.]
Adapun tambahan yang diberikan oleh orang-orang di zaman kita pada lafazh takbir, maka semua itu merupakan buatan orang-orang belakangan, tak ada dasarnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i -rahimahullah-berkata dalam Al-Fath (2/536), "Di zaman ini telah diciptakan semacam tambahan pada masalah (lafazh takbir) itu yang tak ada dasarnya".
  • Faedah :
Waktu takbiran di hari raya iedul Adhha mulai waktu fajar hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) sampai akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah). Inilah madzhab Jumhur salaf dan ahli fiqh dari kalangan sahabat dan lainnya. [Lihat Majmu' Al-Fatawa (24/220)]
Sebagian orang mengkhususkannya takbiran sehabis sholat. Tapi ini tak ada dalilnya. Ini dikuatkan dengan sebuah atsar :"Ibnu Umar bertakbir di Mina pada hari-hari itu –tasyriq,pen-, seusai sholat, di atas tempat tidur, dalam tenda, majlis, dan waktu berjalan pada semua hari-hari tersebut ". [HR.Al-Bukhory dalam Ash-Shohih (1/330)]
  • Disyari’atkan Wanita dan Anak Kecil Ikut ke Lapangan
Di hari ied wanita-walaupun ia haid- dan anak-anak kecil disyari’atkan untuk keluar menyaksikan sholat dan doanya kaum muslimin.
Ummu Athiyyah berkata:
أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِيْ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَ ذَوَاتِ الْخُدُوْرِ . فَأَمَّا الْحُيَّضُ فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلَاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِيْنَ قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ إِحْدَانَا لَا يَكُوْنُ لَهَا جِلْبَابٌ؟ قَالَ: لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
"Rasulullah r memerintahkan kami mengeluarkan para wanita gadis, haidh, dan pingitan. Adapun yang haidh , maka mereka menjauhi sholat, dan menyaksikan kebaikan dan dakwah/doanya kaum muslimin.Aku berkata: " Ya Rasulullah, seorang di antara kami ada yang tak punya jilbab". Beliau menjawab: "Hendaknya saudaranya memakaikan (meminjamkan) jilbabnya kepada saudaranya". [Al-Bukhory dalam Ash-Shohih (971) dan Muslim dalam Ash-Shohih (890)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i -rahimahullah- berkata dalam Fath Al-Bari (2/470), "Di dalamnya terdapat anjuran keluarnya para wanita untuk menyaksikan dua hari raya, baik dia itu gadis, ataupun bukan; baik dia itu wanita pingitan ataupun bukan". Bahkan sebagian ulama’ mewajibkan.
  • Mencari Jalan lain Ketika Pulang ke Rumah
Disunnahkan mencari jalan lain ketika selesai melaksanakan sholat ied. Artinya ketika ia pergi ke musholla mengambil suatu jalan, dan ketika pulang ke rumah di mencari jalan lain dalam rangka mencontoh Nabi r .
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata :
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ إِلىَ الْعِيْدِ رَجَعَ فِيْ غَيْرِ الطَّرِيْقِ الَّذِيْ خَرَجَ فِيْهِ
"Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- jika keluar ied, beliau kembali pada selain jalan yang beliau tempati keluar". [HR.Ibnu Majah dalam As-Sunan (1301). Lihat Shohih Ibnu Majah (1076) karya Al-Albaniy]
  • Berjalan Menuju dan Kembali dari Musholla
Pada hari ied di sunnahkan berjalan menuju musholla untuk melaksanakan sholat ied. Demikian pula ketika kembali ke rumah. Tapi ini jika mushollanya dekat sehingga orang tak berat jalan menuju musholla. Adapun jika jauh atau perlu sekali, maka tak masalah.
Ali bin Abi Tholib-Radhiyallahu anhu- berkata:

مِنَ السُّنَّةِ أَنْ تَخْرُجَ إِلَى الْعِيْدِ مَاشِيًا

"Diantara sunnah, kamu keluar menuju ied sambil jalan". [HR.At-Tirmidzy dalam As-Sunan (2/410); di-hasan-kan Al-Albany dalam Shohih Sunan At-Tirmidzy (530)]
Abu ‘Isa At-Tirmidzy- rahimahullah-berkata dalam Sunan At-Tirmidzy (2/410), "Hadits ini di amalkan di sisi para ahli ilmu. Mereka menganjurkan seseorang keluar menuju ied sambil jalan".
  • Bersegera & Cepat Berangkat Melaksanakan Sholat Ied
Demikian pula bersegera berangkat menuju musholla untuk menunaikan sholat ied. Perkara ini dianjurkan agar setiap orang mengambil tempat dan banyak mengumandangkan takbir sampai keluarnya memimpin sholat ied.
    • Faedah:
Setelah tiba di musholla (lapangan) seseorang tidak dianjurkan sholat sebelum dan setelah sholat ied; juga tidak disunnahkan melakukan adzan dan iqomat, karena Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- kita tak pernah melakukan hal itu kecuali jika sholat iednya di masjid ia harus sholat dua raka’at tahiyyatul masjid.
Ibnu Abbas berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الْفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلَا بَعْدَهَا
"Nabi r melaksanakan sholat iedul fithri sebanyak dua raka’at, namun beliau tidak sholat sebelum dan sesudahnya". [HR.Al-Bukhory dalam Ash-Shohih (989)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar – rahimahullah – berkata: "Walhasil, sholat ied tidak terbukti memiliki sholat sunnah sebelum dan setelahnya, berbeda dengan orang yang meng-qiyas-kannya dengan sholat jum’at". [Lihat Fath Al-Bari (2/476)]
Jabir bin Samurah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
صَلًَّيْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ
“Aku telah melaksanakan sholat bersama Rasulullah r -bukan Cuma sekali dua kali saja- tanpa adzan dan iqomat”.
Al-Allamah Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah – rahimahullah- berkata, "Nabi r jika tiba di musholla, beliau memulai sholat, tanpa ada adzan dan iqomah; tidak pula ucapan, "Ash-Sholatu jami’ah". Sunnahnya, tidak dilakukan semua itu". [Lihat Zaadul Ma'ad (1/441)]
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 33 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."