Shalat Ied di
Lapangan
Ada suatu
pemandangan yang terkadang menarik perhatian, yaitu adanya dua kubu kaum
muslimin yang mengadakan sholat ied. Kubu yang pertama melaksanakan
sholat ied di lapangan, dan kubu yang kedua sholat ied di
masjid. Terkadang kaum muslimin pusing tujuh keliling melihat fenomena
perpecahan seperti ini. Tragisnya lagi, jika yang berselisih dalam hal ini
adalah dua organisasi besar di Indonesia Raya. Nah, manakah yang benar sikapnya
dalam perkara ini sehingga harus didukung. Ikuti pembahasannya berikut ini:
Jika kita adakan
riset ilmiah berdasarkan Al-Kitab dan Sunnah, maka kita akan menemukan bahwa
hadits-hadits dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mendukung kubu
yang melaksanakan sholat ied di lapangan.
Pembaca yang
budiman, hadits-hadits dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-
menunjukkan bahwa Sholat ied: idul fitri, maupun iedul adha, semuanya beliau
kerjakan di lapangan.
-
Dalil Pertama
Abu Sa’id
Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالْأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى فَأَوَّلُ شَيْءٍ
يَبْدَأُ بِهِ الصَّلَاةَ ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ
وَالنَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ وُيُوْصِيْهِمْ
وَيَأْمُرُهُمْ فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ أَوْ
يَأْمُرُ بِشَيْءٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
"Dulu
Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar di hari raya idul fitri dan
idul adha menuju lapangan. Maka sesuatu yang paling pertama kali beliau mulai
adalah shalat ied, kemudian beliau berbalik dan berdiri menghadap manusia,
sedangkan manusia duduk pada shaf-shaf mereka. Beliau pun memberikan nasihat dan
wasiat kepada mereka, serta memberikan perintah kepada mereka. Jika beliau ingin
mengirim suatu utusan, maka beliau putuskan (tetapkan), atau jika beliau
memerintahkan sesuatu, maka beliau akan memerintahkannya. Lalu beliau pun
pulang". [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya(913)
dan Mulim dalam Shohih-nya (889)]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, "Hadits ini dijadikan
dalil untuk menunjukkan dianjurkannya keluar menuju padang luas
(lapangan) untuk mengerjakan shalat ied, dan bahwasanya hal itu lebih
utama dibandingkan shalat ied di masjid, karena kontunyunya nabi -Shollallahu
‘alaihi wasallam- atas hal itu, padahal masjid beliau memiliki
keutamaan.[Lihat Fathul Bari (2/450)]
Imam
Asy-Syafi’iy-rahimahullah- berkata, "Telah sampai berita
kepada kami bahwa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar
di dua hari raya menuju lapangan yang terdapat di kota Madinah.
Demikian pula generasi setelahnya, dan seluruh penduduk negeri, kecuali penduduk
Mekah, maka sesungguhnya belum sampai berita kepada kami bahwa seorang diantara
salaf shalat ied memimpin mereka, kecuali di masjid mereka. [Lihat
Al-Umm (1/389)]
Adapun penduduk
Mekkah, mereka dikecualikan dalam hal ini, karena sempitnya lokasi yang ada di
negeri itu. Mekkah adalah lembah yang dikelilingi oleh pegunungan, tidak mungkin
bagi penduduk untuk melaksanakan sholat ied kecuali di lembah itu. Sedang di
lembah itulah terdapat Baitullah. Jadi, mau tidak mau, ya mereka harus sholat di
Masjidil Haram.
Orang yang
berpendapat bolehnya sholat di masjid, jika masjidnya luas, sudah dibantah oleh
Asy-syaukaniy-rahimahullah- ketika berkata dalam
Nailul Authar (3/359), "Dalam hadits ini terdapat
keterangan bahwa alasan sempit, dan luasnya masjid sekedar sangkaan belaka tidak
cocok untuk dijadikan udzur dari mencontoh Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
untuk keluar menuju lapangan setelah mengakui kesinambungan Beliau terhadap hal
tersebut. Adapun berdalil bahwa hal itu merupakan alasan untuk melakukan shalat
ied di masjid mekkah (masjidil haram), maka dijawab bahwasanya tidak keluarnya
mereka menuju lapangan, karena sempitnya lokasi Mekkah, bukan karena luasnya
masjidil haram".
-
Dalil Kedua
Ibnu umar
-radhiyallahu ‘anhuma- berkata,
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
كَانَ يَغْدُوْ إِلَى الْمُصَلَّى فِيْ يَوْمِ الْعِيْدِ وَالْعَنَزَةُ تُحْمَلُ
بَيْنَ يَدَيْهِ فَإِذَا بَلَغَ الْمُصَلَّى نُصِبَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ فَيُصَلِّي
إِلَيْهَا وَذَلِكَ أَنَّ الْمُصَلَّى كَانَ فَضَاءً لَيْسَ فِيْهِ شَيْءٌ
يُسْتَتَرُ بِهِ
"Rasulullah-Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar
pagi-pagi menuju lapangan di hari ied, sedangkan tombak kecil di depan
beliu. Jika telah tiba di lapangan, maka tombak kecil itu ditancapkan di depan
beliau. Lalu beliau pun shalat menghadap tombak tersebut. Demikianlah, karena
lapangan itu adalah padang, di dalamnya tak ada sesuatu yang bisa dijadikan
"sutroh" (pembatas di depan imam)" [HR.Al-Bukhariy dalam
Shohih-nya (930), dan Ibnu Majah dalam
Sunan-nya (1304)]
-
Dalil Ketiga
Al-Baraa’
-radhiyallahu ‘anhu- berkata,
خَرَجَ النَّبِِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَوْمَ الْأَضْحَى إِلَى الْبَقِيْعِ فَصَلَّى رَكَعَتَيْنِ ثُمَّ أَقْبَلَ
عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ وَقَالَ إِنَّ أَوَّلَ نُسُكِنَا فِيْ يَوْمِنَا هَذَا أَنْ
نَبْدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ نَرْجِعَ فَنَنْحَرَ فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ
وَافَقَ سُنَّتَنَا وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّمَا هُوَ شَيْءٌ عَجَّلَهُ
لِأَهْلِهِ لَيْسَ مِنِ النُّسُكِ فِيْ شَيْءٍ
"Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- keluar pada hari idul adha menuju
Baqi’. Lalu beliau shalat ied dua rakaat. Kemudian beliau menghadapkan
wajahnya kepada kami seraya bersabda, "Sesungguhnya awal kurban kita adalah pada
hari kita ini. Kita mulai dengan shalat, lalu kita kembali untuk menyembelih
hewan kurban. Barang siapa yang melakukan hal itu, maka sungguh ia telah
mencocoki sunnah kita. Barangsiapa yang menyembelih sebelum itu (sebelum
shalat), maka dia (sembelihannya) adalah sesuatu yang ia segerakan untuk
keluarganya, bukan hewan kurban sedikitpun". [HR.Al-Bukhariy (933)]
Baqi’ yang dimaksudkan disini adalah lapangan,
yaitu padang yang luas waktu itu, berada sekitar 100 meter sebelah timur Masjid
Nabawi. Namun sekarang tempat itu dijadikan lokasi kuburan. Jadi, Baqi’ dahulu
adalah tanah lapang yang luas dan kosong, namun sekarang diisi dengan kuburan
yang sebelumnya tak ada.
-
Dalil Keempat
Abdur
Rahman bin Abis berkata,
سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ قِيْلَ لَهُ أَشَهِدْتَ
الْعِيْدَ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ نَعَمْ
وَلَوْلَا مَكَانِيْ مِنَ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ حَتَّى أَتَى الْعَلَمَ
الَّذِيْ عِنْدَ دَارِ كَثِيْرِ بْنِ الصَّلْتِ فَصَلَّى ثُمَّ خَطَبَ ثُمَّ أَتَى
النِّسَاءَ وَمَعَهُ بِلَالٌ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ
بِالصَّدَقَةِ فَرَأَيْتُهُنَّ يَهْوِيْنَ بِأَيْدَيْهِنَّ يَقْذِفْنَهُ فِيْ
ثَوْبِ بِلَالٍ ثُمَّ انْطَلَقَ هُوَ وَبِلَالٌ إِلَى بَيْتِهِ
"Aku pernah
mendengarkan Ibnu Abbas sedang ditanya, apakah engkau pernah menghadiri shalat
ied bersama Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ? Ibnu Abbas menjawab, ya
pernah. Andaikan aku tidak kecil, maka aku tidak akan menyaksikannya, sampai
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatangi tanda (yang
terdapat di lapangan), di dekat rumah Katsir Ibnu Ash-Shalt. Kemudian beliau
shalat dan berkhutbah serta mendatangi para wanita sedang beliau bersama Bilal.
Maka nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menasihati mereka, mengingatkan, dan
memerintahkan mereka untuk bersedaqah. Lalu aku pun melihat mereka mengulurkan
(sedeqah) dengan tangan mereka sambil melemparkannya ke baju Bilal. Kemudian
nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- dan Bilal berangkat menuju ke
rumahnya". [HR. Al-Bukhariy dalam
Shohih-nya(934)].
Al-Hafizh-rahimahullah- berkata,
"Ibnu Sa’ad berkata, "Rumah Katsir bin Ash-Sholt merupakan kiblat bagi
lapangan di dua hari raya. Rumah itu menurun ke perut lembah Bathhan, suatu
lembah di tengah kota Madinah". Selesai ucapan Ibnu Sa’ad".[Lihat
Fathul Bari (2/449), cet. Darul Ma'rifah]
Dalil-dalil ini dan
lainnya menunjukkan bahwa sholat ied di zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam- dilaksanakan di lapangan yang berada pada sebelah timur Masjid
Nabawi. Dari hadits-hadits inilah para ulama mengambil kesimpulan bahwa sholat
ied, petunjuknya dilaksanakan di lapangan, bukan di masjid !!! Inilah
petunjuknya Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , Sedang sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuknya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- .
Ibnu Hazm
Azh-Zhohiriy-rahimahullah- berkata dalam
Al-Muhalla (5/81), "Sunnahnya sholat ied, penduduk
setiap kampung, dan kota keluar menuju lapangan yang luas, di dekat tempat
tinggal mereka di waktu pagi setelah memutihnya matahari, dan ketika awal
bolehnya sholat sunnah".
Imam
Al-AiniyAl-Hanafiy -rahimahullah- berkata, "Dalam hadits
ini terdapat anjuran keluar menuju lapangan, dan tidak melaksanakan shalat ied
di masjid, kecuali karena darurat". [Lihat Umdah
Al-Qoriy (6/280)].
Imam
Malikbin Anas-rahimahullah- berkata dalam
Al-Mudawwanah Al-Kubra (1/245), "Seorang tidak
boleh shalat ied di dua hari raya pada dua tempat; mereka juga tidak boleh
shalat di masjid mereka, tapi mereka harus keluar (ke lapangan) sebagaimana Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar (menuju lapangan)".
Ibnu
Qudamah -rahimahullah- berkata dalam Al-Mughniy
(2/229), "Sunnahnya seorang shalat ied di
lapangan. Ali -radhiyallahu ‘anhu- telah memerintahkan hal tersebut dan
dianggap suatu pendapat yang baik oleh Al-Auza’iy dan ahli ra’yi. Ini adalah
pendapat Ibnul Mundzir… Kami (Ibnu Qudamah) memiliki dalil bahwa Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- dulu keluar menuju lapangan,
dan meninggalkan masjidnya, demikian pula para
khulafaurrasyidin setelahnya. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidaklah
meninggalkan perkara yang lebih afdhol (sholat ied di masjidnya), padahal ia
dekat, lalu beliau memaksakan diri melakukan perkara yang kurang (yaitu shalat
di lapangan), padahal ia lebih jauh. Jadi nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
tidaklah mensyariatkan umatnya untuk meninggalkan perkara-perkara yang afdhol.
Kita juga diperintahkan untuk mengikuti Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- ,
dan berteladan kepadanya. Maka tidak mungkin suatu yang diperintahkan adalah
kekurangan, dan sesuatu yang dilarang merupakan sesuatu yang sempurna.
Tidak dinukil dari Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau
shalat ied di masjidnya, kecuali karena udzur. Ini juga merupakan
ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin, karena manusia pada setiap
zaman dan tempat, mereka keluar menuju lapangan untuk
melaksanakan shalat ied di dalamnya, padahal masjid luas dan sempit. Dulu nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- laksanakan shalat ied di lapangan, padahal
masjidnya mulia, dan juga shalat sunnah di rumah lebih utama dibandingkan shalat
sunnah di masjid Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , padahal ia lebih utama".
Inilah beberapa
dalil dan komentar para ulama kita yang menghilangkan dahaga bagi orang yang
haus ilmu; mengangkat syubhat, dan keraguan dari hati. Semoga dengan risalah
ringkas ini kaum muslimin bisa menyatukan langkah dalam melaksanakan sholat ied
sehingga persatuan dan kebersamaan diantara mereka semakin kuat, membuat
orang-orang kafir gentar dan segan.
Sumber :
Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 34 Tahun I. Penerbit : Pustaka
Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto
Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan
Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc.
Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu
Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary
(085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar