Siapa
yang tidak kenal dengan Habib Mundzir Al-Musawa dengan majelis
Rasulullahnya?, sebagian orang (orang-orang awam yang jauh dari ilmu
syar’i), orang-orang yang fanatik, dan orang-orang yang tersesat
menganggapnya sebagai seorang yang memiliki ilmu atau bahkan seorang
ulama. Namun bagi mereka yang sedikit saja mempunyai ilmu dan pemahaman
agama yang baik dan benar maka dengan mudah dan jelas dapat menilai
siapa Habib Mundzir sebenarnya. Namun karena begitu besar fitnah yang
dibawa oleh Habib Mundzir maka dari itu kami merasa terpanggil untuk
menjelaskan kepada ummat tentang siapa sebenarnya Habib Mundzir dalam
rangka nasihat kepada ummat.
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ المُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung.” (Qs. Ali Imran : 104)
dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ ».
“Ad-Din (agama) adalah nasehat. Kami
bertanya : untuk siapa? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda
: “ Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya dan Imam-imam kaum muslimin serta
seluruh kaum muslimin.” (HR. Muslim dari shahabat Abu Ruqayyah Tamiim bin Aus Ad-Daarii)
Insya Allah di bawah ini penjelasan sederhana tentang penyimpangan dan kesesatan Habib Mundzir :
Pertama : Kebodohan dan penyelisihan Habib Mundzir terhadap makna dan hakekat tauhid
Bagaimana mungkin seorang yang dianggap
sebagai seorang yang memiliki ilmu atau bahkan seorang ulama oleh para
pengikutnya ternyata seorang yang bodoh terlebih lagi dalam masalah
tauhid, yang merupakan pondasi agama kita dan inti dakwah para Rasul.
Hal ini diketahui dari sepak terjang Habib Mundzir, dari perkataannya,
dari ceramah-ceramahnya dan dari perbuatan dan amalannya. Di sisi Habib
Mundzir tauhid adalah tauhid yang orang musyrik zaman dahulu pun
menyakininya yaitu sebatas pada tauhid Rububiyyah yaitu tidak ada
pencipta selain Allah, tidak ada yang pemberi rezeki selain Allah dan
tidak ada yang mengatur alam semesta ini selain Allah.
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman mengkhabarkan bahwa orang musyrik pun mengimani hal ini :
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ
مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ
وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ المَيِّتِ وَيُخْرِجُ المَيِّتَ مِنَ
الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُلْ أَفَلا
تَتَّقُونَ
“ Katakanlah: ” Siapakah
yang melimpahkan rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau
siapakah yang Kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka Katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Yunus : 31).
Berkata Ibnu Katsir Rahimahullah :
{ فَسَيَقُولُونَ
اللَّهُ } أي: هم يعلمون ذلك ويعترفون به، { فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ }
أي: أفلا تخافون منه أن تعبدوا معه غيره بآرائكم وجهلكم؟
“ (Maka mereka akan menjawab: “Allah”). Yaitu mereka mengetahui dan mengakui yang demikian itu (Allah sebagai pencipta, pemberi rezki dll –ed), “(Maka Katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?”
yaitu kenapa kalian tidak takut kepada-Nya yang kalian beribadah
bersama-Nya yang lainnya dengan pendapat-pendapat kalian dan dengan
kebodohan kalian.” (Tafsir Ibnu Katsier, Jilid 4 hal 287, cet. Daarul Hadits Al-Qaahirah)
Berkata salah seorang ulama ahlussunnah dari negeri Yaman, Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al-Whusoby hafidzahullah :
ولم ينكر هذا القسم أحد إلا فرعون والنمرود والدهرية قديما والشيوعية حديثا, والمنكر له يعتبر كافرا ملحدا
“ Tidak ada yang mengingkari tauhid
dengan jenis ini (tauhid rububiyyah) kecuali fir’aun, namrud,
Ad-Duhriyah di masa lalu dan komunis di masa kini. Orang yang
mengingkari jenis ini terhitung kafir mulhid (atheis).” (Al-Qaulul Mufiid Fi Adilatit Tauhid : 78, Cet. Maktabah Al-Irtsaad, Shan’a Yaman)
Dan hal ini (keimanan/pengakuan terhadap
tauhid rububiyyah) semata tidaklah cukup sampai seseorang mentauhidkan
Allah di dalam beribadah. Yaitu seseorang tidaklah beribadah kecuali
hanya kepada Allah semata dan tidak kepada yang lainnya. Dia menyerahkan
seluruh ibadahnya hanya kepada Allah Subhaanahu wata’aala dan tidak
kepada yang lainnya. Shalatnya, doanya, menyembelih hewannya, tawakalnya
dan seluruh ibadahnya hanya dia peruntukkan kepada Allah semata dan
tidak kepada yang lainnya siapapun orangnya. Namun Habib Mundzir bodoh
terhadap hal ini (yaitu memahami tauhid uluhiyyah/ibadah). Sehingga
mereka menolak untuk di ajak beribadah hanya kepada Allah semata dan
meninggalkan peribadatan kepada selain Allah, tetapi yang dia inginkan
selain beribadah kepada Allah juga beribadah kepada orang shalih, baik
itu nabi atau yang lainnya yang mereka anggap wali (1). Mereka menolak
untuk diajak bersandar dan bertawakal hanya kepada Allah semata tetapi
yang mereka inginkan bersandar dan bertawakal kepada Allah dan juga
bersandar dan bertawakal kepada kuburan-kuburan yang mereka anggap wali.
Padahal Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan memohon pertolongan” (QS. Al-fatihah : 5)
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya”. (QS. An-Nisaa : 36)
Berkata salah seorang ulama Yaman serta ulamanya kaum muslimin, Al-Imam Shan’ani Rahimahullah :
“ Segala puji bagi Allah yang tidak
menerima tauhid rububiyyah dari hamba-Nya, sampai mereka
mentauhidkan-Nya dalam ibadah dengan seluruh bentuk pengesaan
(penyerahan ibadah hanya kepada-Nya). Sehingga mereka tidak mengambil
tandingan bagi Allah, tidak menyeru (berdoa) bersama Allah siapapun,
tidak bersandar kecuali kepada-Nya, tidak berlindung pada setiap keadaan
kecuali hanya kepada-Nya, tidak berdoa kepada-Nya dengan selain dari
asmaul husna (nama-nama yang indah) dan tidak bertawasul kepada-Nya
dengan perantaraan pemberi syafaat.
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلّا بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya” (Qs. Al-Baqarah : 255)
Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah
(sesembahan) yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah, satu-satunya
Rabb dan sesembahan yang haq, dan muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya
yang Allah perintah untuk mengatakan :
قُلْ لا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللهُ
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa
menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan
kecuali yang dikehendaki Allah. “ (Qs. Al-A’raf : 188). (Kitab Tah-hirul I’tiqad ‘An Adranil Ilhad : 22)
Berkata Syaikh Al-Allamah Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah :
وهذا القسم كفر به وجحده أكثر الخلق
“ Macam tauhid ini (tauhid uluhiyyah/ibadah -ed) yang kebanyakan manusia mengingkari dan menolaknya.” (Al-Qaulul Mufiid ‘Ala Kitabit Tauhid : 12, Cet. Dar Ibnul Jauzi)
Berkata salah seorang ulama ahlussunnah dari negeri Yaman, Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab Al-Whusoby hafidzahullah :
والذي أنكروا هذا القسم هم المشركون قديما والقبوريون حديثا
“Orang-orang yang mengingkari tauhid
jenis ini (tauhid uluhiyyah/ibadah –ed) adalah orang-orang musyrik pada
zaman dahulu dan para penyembah kuburan pada masa sekarang.” (Al-Qaulul Mufiid Fii Adilatit Tauhid : 80, Cet. Maktabah Al-Irtsaad, Shan’a Yaman)
___________________
Catatan
(1) Diantara sekian banyak bukti dari apa yang kami sampaikan adalah perkataan Habib Mundzir berikut ini, Habib Munzir menyatakan pada bukunya “Meniti Kesempurnaan Iman” (pada halaman 4-5): “Istighatsah
adalah memanggil nama seseorang untuk meminta pertolongannya, untuk
sebagian kelompok muslimin hal ini langsung di vonis syirik, namun vonis
mereka itu hanyalah karena kedangkalan pemahamannya terhadap syariah
islam, Pada hakekatnya memanggil nama seseorang untuk meminta
pertolongannya adalah hal yang diperbolehkan selama ia seorang Muslim,
Mukmin, Shalih dan diyakini mempunyai manzilah di sisi Allah swt, tak
pula terikat ia masih hidup atau telah wafat…” (sampai di sini
penukilannya)
Bantahannya
Wahai Habib Mundzir, doa itu adalah
ibadah, tidak boleh dipalingkan untuk selain Allah. Dan diantara bentuk
doa adalah istighatsah (memohon pertolongan setelah terjadinya musibah).
Jika dipalingkan kepada orang mati maka mutlak bentuk kesyirikan akbar.
Siapapun orang mati yang ditujukan doa kepadanya.
Allah Subhaanahu Wata’aala berfirman
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“Dan Rabbmu berfirman: “Berdoalah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang
yang menyombongkan diri dari beribadah kapada Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina”. (Qs. Al-Mu’min : 60)
Berkata Syaikh Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad Qaasim An-Najdi Rahimahullah : “
Dinamakan (pada ayat ini) doa adalah ibadah, dan datang dalam Al-Qur’an
dalam banyak tempat (ayat) bahwasanya doa adalah ibadah, maka
memalingkannya kepada selain Allah adalah bentuk kesyirikkan akbar
(besar).” (Haasiyah Tsalasatul Ushuul : 36)
Allah Subhaanahu Wata’aala berfirman :
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu.” (Qs. Al-Anfal : 9)
Berkata Syaikh Al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad Qaasim An-Najdi Rahimahullah
“ Ditunjukkan pada ayat (ini)
bahwasanya istighatsah adalah ibadah, maka apabila dipalingkan kepada
selain Allah merupakan perbuatan kesyirikan.” (Haasiyah Tsalasatul Ushuul : 36)
Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasululloh shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
الدعاء هو العبادة
” Doa adalah ibadah.” (HR. Bukhari di dalam adabul mufrod dishahihkan oleh Syaikh Muqbil di Shahihul musnad mima laysa fi shohihain)
Berkata Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz Bin Baaz Rahimahullah : ”Adapun berdoa kepada orang mati,
atau yang tidak hadir di hadapannya yang tidak mendengar ucapanmu, atau
berdoa kepada patung, atau jin atau pohon dan yang selainnya maka ini
perbuatan syirik orang musyrik ” (Syarh Tsalatsah Al-Ushul : 14)
Bersambung insya Allah pada penyimpangan dan kesesatan berikutnya….
Ditulis: Abdullah al-Jakarty
sumber: http://membantahquburi.wordpress.com/2012/07/04/untukmu-yang-belum-tahu-siapa-sebenarnya-habib-mundzir/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar