Ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar Thalib
Setelah menerangkan jawaban Qarun kepada orang-orang yang menasihatinya, Allah Subhanahu wa ta’ala menjelaskan bahwa pemberian-Nya itu bukanlah tanda baiknya keadaan orang yang menerima. Bahkan, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan
apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan
umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta?”
sehingga tidak
ada halangan untuk menghancurkan Qarun, padahal sudah menjadi
sunnatullah bahwa Dia telah membinasakan orang-orang yang lebih kuat dan
lebih banyak mengumpulkan harta daripada Qarun. Allah Subhanahu wa ta’ala melanjutkan,
“
Allah Subhanahu wa ta’ala menyiksa
mereka sesuai dengan apa yang Dia ketahui tentang mereka. Mereka yang
dibinasakan itu, meskipun menyatakan baiknya keadaan mereka, bahkan
memastikan keselamatan mereka, tidak diterima pengakuan mereka. Bahkan,
semua itu tidak dapat menyelamatkan mereka dari azab Allah Subhanahu wa ta’ala. Akan
tetapi, Qarun tidak mau berhenti. Ia justru terus-menerus dalam
pembangkangan dan kejahatannya. Dia tenggelam dalam rasa bangga dan
sikap takabur dengan hartanya yang berlimpah. Tidak cukup sampai di
situ, pada suatu hari dia pun keluar dengan membawa semua perhiasan dan
kekayaan serta kemegahannya. Dia keluar membawa seluruh budaknya, yang
masing-masing lengkap dengan pakaian dan perhiasan yang gemerlap,
laki-laki dan perempuan.
Kunci-kunci
gudang hartanya yang demikian banyak, dipikul oleh beberapa orang
laki-laki yang kekar. Dengan angkuh, Qarun berjalan diiringi para
pengikutnya. Ratusan mata terbelalak melihat kemegahan Qarun, mulut
mereka berdecak kagum. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia,” yaitu orang-orang yang
puncak harapan dan cita-cita mereka adalah kehidupan dunia semata, tidak
ada lagi yang lain selain itu, “Kiranya kita mempunyai seperti apa yang
telah diberikan kepada Qarun,” yaitu dunia berikut perhiasan dan
kesenangannya. “Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang
besar.”
Hal itu karena cara
pandang dan cita-cita serta pengetahuan mereka hanya sebatas dunia, sama
sekali tidak ada keinginan lain selain dunia dan perhiasannya. Itulah
bukti kedangkalan ilmu mereka, karena maklumat yang mereka ketahui,
yaitu dunia dan semua kesenangannya adalah sesuatu yang rendah. Tidaklah
semua ini dinamakan dunia melainkan karena kerendahannya, karena
ad-dunya dalam bahasa Arab berarti yang rendah.
Orang-orang
yang lemah iman seperti ini selalu berharap mereka sama seperti Qarun
atau yang semodel Qarun dalam hal kekayaan. Lebih parah lagi, mereka
menganggap itulah salah satu hakikat keberuntungan di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala. Menurut sangkaan mereka, keberuntungan yang dirasakan oleh Qarun itu tidak lain karena dia sudah beruntung di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, yakni diridhai-Nya.
Melihat keadaan orang-orang yang lemah iman dan akalnya ini, beberapa
orang ulama di kalangan Bani Israil kembali menyampaikan nasihat mereka.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu, “Kecelakaan yang besarlah bagimu,
pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, serta tidak diperoleh pahala itu, melainkan oleh orang-orang
yang sabar.”
Orang-orang yang berilmu ini mengingatkan saudara-saudara mereka agar mengharapkan apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa ta’ala, merasa mulia dengan pahala-Nya. Bahkan, pahala yang disegerakan, berupa kenikmatan beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala,
senantiasa kembali kepada-Nya, demikian pula pahala yang disediakan di
akhirat, jauh lebih baik daripada yang mereka mimpikan, yaitu dunia dan
kesenangannya.
Akan tetapi, tidak semua
yang mengerti mana yang lebih baik mau mendahulukannya dari sesuatu yang
lebih rendah. Semua itu hanya dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang
mendapat taufik, yaitu orang-orang yang sabar. Sabar di atas ketaatan
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sabar (menahan diri) dari
kemaksiatan, dan sabar menghadapi takdir yang menyakitkan. Setelah
kejahatan dan sikap melampaui batas Qarun sampai pada puncaknya, bahkan
nasihat dan peringatan tidak lagi berguna, dunia pun semakin indah
berhias untuknya, rasa bangga semakin membuatnya besar kepala, datanglah
azab Allah Subhanahu wa ta’ala menimpanya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Maka
Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golongan pun yang menolongnya dari azab Allah.
Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).”
Inilah balasan yang setimpal baginya. Ketika dia mengangkat dirinya di atas orang lain tanpa alasan yang haq, Allah Subhanahu wa ta’ala merendahkannya
serendah-rendahnya. Bahkan, beserta semua yang menjadi sarana
kebanggaan dan kesombongannya, yaitu harta dan pengikutnya.
Tidak
ada pelayan, kelompok, atau golongan yang menolong dan membelanya
ketika azab itu menimpanya. Dia sendiri pun tidak mampu membela dan
menyelamatkan dirinya.
(insya Allah bersambung)
Sumber: Majalah Asy Syariah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar