Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc.
Semua syariat Allah Subhanahuwata’ala,
termasuk di dalamnya qishash, hudud, dan jihad fi sabilillah adalah
keindahan dan bukti kebesaran Allah Subhanahuwata’ala sebagai Dzat Yang
Mahasempurna. Dari sisi mana pun syariat Islam ditinjau, orang yang
berakal pasti akan bersimpuh menyaksikan cahaya keindahannya,
sebagaimana ia akan bersimpuh mengagumi kesempurnaan dan keindahan
penciptaan semesta. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
تَبَارَكَ
الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ()
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ
عَمَلًا ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ () الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ
سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَّا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِن تَفَاوُتٍ ۖ
فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِن فُطُورٍ () ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ
كَرَّتَيْنِ يَنقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ
“Maha suci Allah yang di tangan- Nyalah
segala kerajaan, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih
baik a malnya. Dan Dia Maha perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat
pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?
Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali
kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun
dalam keadaan payah.” (al-Mulk:1—4)
Hanya orang-orang yang tidak berakal
lagi angkuh sajalah yang memandang syariat Allah Subhanahuwata’ala
dengan pandangan sinis sembari membusungkan dadanya, bahkan mencoba-coba
menjelekkan Islam dengan hawa nafsunya.
Sungguh, mereka terancam tidak akan masuk jannah karena takabur yang ada pada mereka, berupa penolakan terhadap al-haq. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu
,
لَا
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ
كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ: إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ
حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ: إِنَّ اللهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ
الْجَمَالَ، الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Tidak akan masuk jannah orang yang dalam
kalbunya ada seberat dzarrah kesombongan. Seseorang bertanya,
“Bagaimana dengan orang yang suka memakai baju yang bagus dan alas kaki
yang bagus (apakah ini termasuk kesombongan)?” Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,“Sesungguhnya Allah Maha indah dan menyukai keindahan
,kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR.
Muslim)
Qishash dalam Sorotan Musuh Allah Subhanahuwata’ala
Qishash, hukum hadd dan jihad fi
sabilillah, seringkali dipakai kaum zindiq, munafik, dan musuh-musuh
Allah Subhanahuwata’ala untuk menyudutkan Islam. Dengan syariat ini,
mereka menggambarkan Islam sebagai agama yang sadis, kasar, atau tidak
berperikemanusiaan.
Propaganda-propaganda tersebut membuat
orang-orang yang dungu atau lemah iman mengatakan bahwa Islam adalah
agama yang kejam, atau setidaknya mengatakan bahwa hukum qishash dan
hukum had tidak lagi relevan di masa masa ini, serta lebih pas jika
qishash dan hudud lalu diganti dengan hukuman lain, seperti denda atau
kurungan.
Wahai orang yang masih sedikit memiliki
akal, jawablah dengan jujur, “Seorang pembunuh yang ditegakkan qishash
atasnya, yang dengan itu dirinya diampuni oleh Allah Subhanahuwata’ala,
dan dengan itu keluarga korban terobati dari kezaliman, dengan itu pula
terhalangi pembunuhan berikutnya, yang seperti ini lebih baik; ataukah
vonis bagi pembunuh dengan kurungan sekian tahun yang kemudian bisa
diganti dengan denda, kemudian dia beraksi kembali melakukan pembunuhan,
keluarga korban juga tidak terobati dari kezalimantersebut. Jawablah
dengan sisa akalmu, manakah yang lebih baik?
Sebagai jawaban, cukup kita bacakan ayat Allah Subhanahuwata’ala yang menunjukkan keindahan qishash,
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (al-Baqarah: 179)
Bagi yang beriman dengan firman Rabbul
‘Alamin ini, ia akan mendapatkan kemuliaan. Namun, siapa yang
mencoba-coba menyimpangkan ayat atau mengingkarinya, bersiaplah
menikmati azab Allah Subhanahuwata’ala. Berilah kabar gembira kepadanya
berupa jahannam, wal ‘iyadzubillah.
Pengertian Qishash dan Dalil Pensyariatan
Secara bahasa, “qishash” ( (قِصَاصٌ
berasal dari bahasa Arab yang berarti “mencari jejak”, seperti
“al-qashash”. Adapun secara istilah, qishash adalah:
Membalaspelakukejahatanseperti perbuatannya,a pabilai am embunuh maka
dibunuh dan bila ia memotong anggota tubuh maka anggota tubuhnya juga
dipotong. Hal ini ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahuwata’ala,
وَكَتَبْنَا
عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ
وَالْأَنفَ بِالْأَنفِ وَالْأُذُنَ بِالْأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ
وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ ۚ فَمَن تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهُ ۚ
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الظَّالِمُونَ
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka
didalamnya (Taurat) bahwasanya jiwa( dibalas) dengan jiwa, mata dengan
mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi,
dan luka-luka (pun) ada qishashnya.” (al- Maidah: 45)
Qishash disyariatkan dalam al- Qur’an
dan as-Sunnah, serta ijma’. Di antara dalil dari al-Qur’an adalah firman
Allah Subhanahuwata’ala,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى ۖ
الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنثَىٰ بِالْأُنثَىٰ ۚ
فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ
وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ
وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ ()
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, qishash
diwajibkan atasmu berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. Orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan
wanita. Maka, barang siapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya,
hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik,dan
hendaklah ( yang diberimaaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf
dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Rabbmu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah
itu, baginyasiksa yang sangat pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (al-Baqarah: 178—179)
Demikian pula firman Allah Subhanahuwata’ala pada surat al-Maidah ayat 45 di atas. Adapun dalil dari as-Sunnah, Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda,
مَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يُفْدَى وَإِمَّا أنَْ يَقْتُلَ
“Siapa menjadi keluarga korban terbunuh
maka ia memiliki dua pilihan: bisa memilih diyat, dan bisa juga membunuh
(memintaqishash).” (HR.al-Jama’ah)
At-Tirmidzi rahimahumullah meriwayatkan dengan lafadz,
لَمَّا
فَتَحَ اللهُ عَلَى رَسُولِهِ مَكَّةَ قَامَ فِي النَّاسِ فَحَمِدَ اللهَ
وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: وَمَنْ قُتِلَ لَهُ قَتِيلٌ فَهُوَ
بِخَيْرِ النَّظَرَيْنِ إِمَّا أَنْ يَعْفُوَ وَإِمَّا أَنْ يَقْتُلَ
Ketika Allah Subhanahuwata’ala
membukakan kemenangan untuk Rasul-Nya atas kota Makkah, beliau berdiri
memuji Allah Subhanahuwata’ala dan menyanjungnya lalu bersabda,“Siapa
menjadi keluarga korban terbunuh maka ia diberi dua pilihan:memaafkannya
atau membunuhnya.” (HR. at-Tirmidzi, no. 1409)
Betapa Indahnya Qishash
Di antara nama-nama Allah Yang
Mahaindah(al-Asmaul Husna) adalah al-Hakim. Nama ini menunjukkan bahwa
Dialah Dzat yang memiliki hukum,
Dialah yang menetapkan dan memutuskan,
serta Dialah yang menetapkan segala sesuatu dengan sempurna dan penuh
hikmah.
Di antara bukti keimanan kita terhadap
nama Allah al-Hakim, kita meyakini bahwa semua hukum yang ditetapkan-Nya
penuh dengan maslahat, kebaikan-kebaikan di dunia dan akhirat, dan
diliputi hikmah yang sangat sempurna. Termasuk qishash, syariat ini
penuh dengan hikmah, sebagian kecilnya diketahui oleh manusia dan banyak
yang menjadi rahasia Allah Subhanahuwata’ala. Di antara hikmah-hikmah
qishash adalah:
1. Dengan ditegakkannya qishash,
masyarakat akan terjaga dari kejahatan. Sebab, hukuman ini mencegah
setiap orang yang akan berbuat zalim dan menumpahkan darah orang lain.
Dengan demikian, terjagalah kehidupan manusia dari pembunuhan. Allah
Subhanahuwata’ala menyebutkan hikmah ini dalam firman-Nya,
وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, wahai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (al-Baqarah: 179)
2. Dengan qishash tegaklah keadilan, dan
tertolonglah orang yang dizalimi, dengan memberikan kemudahan bagi wali
korban untuk membalas kepada pelaku sebagaimana yang diperlakukan
terhadap korban. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
وَمَن قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِف فِّي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنصُورًا
“Dan barang siapa dibunuh secara zalim,
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam embunuh. Sesungguhnya
ia adalah orang yang mendapat pertolongan.” (al-Isra’: 33)
3. Qishash adalah kebaikan bagi pelaku
kejahatan yang dengan ditegakkannya qishash atas dirinya,
Allah Subhanahuwata’ala menjadikan hukuman tersebut sebagai kafarat
(penghapus dosa) sehingga di akhirat tidak lagi dituntut, tentu saja
jika dia seorang muslim.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumullah
menerangkan, “Barang siapa berjumpa dengan Allah Subhanahuwata’ala dalam
keadaan telah ditegakkan had di dunia atas dosa yang ia lakukan, had
tersebut adalah kafarat (penebus dosanya), sebagaimana telah sahih
berita dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Ushulus Sunnah)
Di antara hadits yang dimaksud oleh al-Imam Ahmad rahimahumullahadalah hadits Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu anhu , beliau berkata,
فِي
مَجْلِسٍ فَقَالَ: كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللهِ تُبَايِعُونِي عَلَى أَنْ
لَا تُشْرِكُوا بِاللهِ شَيْئًا وَلَا تَزْنُوا وَلَا تَسْرِقُوا وَلَا
تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ، فَمَنْ
وَفَّى مِنْكُمْ فَأَجْرُهُ عَلَى اللهِ وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا مِنْ
ذَلِكَ فَعُوقِبَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ، وَمَنْ أَصَابَ شَيْئًا
مِنْ ذَلِكَ فَسَتَرَهُ اللهُ عَلَيْهِ فَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ إِنْ شَاءَ
عَفَا
عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
عَنْهُ وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
“Suatu hari kami bersama dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
disebuah majelis. Beliau bersabda,‘Berbaiatlah kalian kepadaku untuk
tidak menyekutukan Allah Subhanahuwata’ala dengan sesuatu pun, tidak
berzina, tidak mencuri, dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh
Allah l selain dengan haq. Barang siapa di antara kalian yang
menunaikannya, pahalanya ada pada Allah Subhanahuwata’ala, dan
barangsiapa melanggar sebagiannya lalu dihukum (seperti qishash, potong
tangan –pen) maka hukuman itu sebagai penghapus dosa baginya. (Adapun)
barang siapa melanggarnya lalu Allah Subhanahuwata’ala menutupinya maka
urusannya diserahkan kepada Allah .Jika Dia berkehendak, Dia
mengampuninya, dan apabila Dia menghendaki,Dia akan mengazabnya’.”
(Muttafaqun ‘alaihi dan ini lafadz al-Imam Muslim Subhanahuwata’ala)
Demikian pula hadits Khuzaimah bin Tsabitbradhiyallahu anhu , Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَصَابَ ذَنْبًا أُقِيمَ عَلَيْهِ حَدُّ ذَلِكَ الذَّنْبِ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ
“Barang siapa melakukan dosa yang telah
ditegakkan had atas dosa tersebut, itu menjadi penebus baginya.” (HR.
al-Imam Ahmad [5/214—215]
4. Terwujudnya kemakmuran dan berkah bagi negeri yang menegakkan qishash atau had. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Abu Hurairah rahimahumullah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حَدٌّ يُعْمَلُ بِهِ فِي الْأَرْضِ خَيْرٌ لِأَهْلِ الْأَرْضِ مِنْ أنَْ يُمْطَرُوا أَرْبَعِينَ صَبَاحًا
“Satu hukuman had yang ditegakkan dimuka
bumi lebih baik bagi penduduk bum itu daripada hujan yang menimpa
mereka empat puluh hari.” (HR. Ibnu Majah, 2/111, dinyatakan sahih oleh
al-Albani dengan syawahidnya dalam ash-Shahihah, 1/461 no. 231)
Qishash Ada Aturannya
Di samping keindahan qishash yang tampak
dalam hikmah-hikmahnya, syariat ini juga indah dari sisi
aturan-aturannya. Qishash tidak sembarang diterapkan sebagaimana
gambaran atau tuduhan orang-orang yang jahil. Qishash tidak sembrono
tanpa aturan, tetapi ia adalah hukum Allah l yang mempunyai tatanan yang
indah dan penuh kesempurnaan. Di antara aturannya, qishash tidak
ditegakkan kecuali jika terpenuhi syaratsyaratnya. Syarat-syarat
tersebut adalah:
1. Semua wali korban yang berhak
menuntut qishash adalah mukallaf. Jika ada di antara mereka anak kecil
atau orang gila, hak penuntutan qishash tidak bisa diwakilkan kepada
walinya, karena qishash mengandung tujuan memuaskan/melegakan (keluarga
korban) dengan pembalasan.
Dalam keadaan ini, pelaksanaan qishash
wajib ditangguhkan dengan cara memenjarakan pelaku pembunuhan hingga
anak kecil tersebut baligh atau orang gila tersebut sadar, untuk
kemudian meminta pertimbangan mereka apakah qishash akan ditegakkan atau
dimaafkan. Hal ini dilakukan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu anhu yang memenjarakan Hudbah bin Khasyram dalam qishash, hingga anak korban baligh.
إِنَّ مُعَاوِيَةَ حَبَسَ هُدْبَةَ بْنَ خَشْرَمٍ فِي قِصَاصٍ حَتَّى بَلَغَ ابْنُ الْقَتِيلِ
“Sesungguhnya Mu’awiyah memenjarakan
Hudbah bin Khasyram dalam kasus qishash hingga anak korban mencapai umur
baligh.” (Dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Irwaul Ghalil, 7/276)
Amalan Mu’awiyah bin Abi Sufyan c ini
dilakukan di zaman para sahabat dan tidak ada seorang pun yang
mengingkarinya, sehingga seakan-akan menjadi ijma’ di masa beliau.
Apabila anak kecil atau orang gila keduanya membutuhkan nafkah dari para
walinya, hanya wali orang gila saja yang boleh memberi pengampunan
qishash kepada pembunuh dengan meminta diyat, karena orang gila tidak
jelas kapan sembuhnya, berbeda dengan anak kecil.(al-Mulakhash al-Fiqh,
2/476)
2. Adanya kesepakatan dari para wali
korban untuk ditegakkannya qishash dan tidak dimaafkan. Apabila sebagian
mereka—walaupun hanya seorang—memaafkan si pembunuh dari qishash,
gugurlah qishash tersebut. (asy-Syarhul Mumti’, 14/38)
Dari Zaid bin Wahb al-Juhani,
(DimasaUmar) seseorang membunuh
istrinya. Umar memanggil tiga saudara wanita tersebut. Lalu salah
seorang dari ketiganya memaafkan. Umar pun mengatakan, “Ambillah oleh
kalian berdua 2/3 diyat, karena sungguh tidak ada lagi jalan untuk
membunuhnya.” (Diriwayatkan al-Baihaqi dalam as- Sunan al-Kubra [8/60]
dengansanad yang sahih)
3. Pelaksanaan qishash aman dari perilaku
melampaui batas kepada selain pelaku pembunuhan, dengan dasar firman
Allah Subhanahuwata’ala,
وَلَا
تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَن
قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِف
فِّي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنصُورًا
“Janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah (membunuhnya), selain dengan suatu (alasan) yang
benar. Barangsiapa dibunuh secara zalim, sesungguhnya Kami telah memberi
kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahliwaris itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan.” (al-Isra’: 33)
Apabila qishash menyebabkan sikap
melampaui batas, hal tersebut terlarang, sebagaimana dijelaskan dalam
ayat di atas. Dengan demikian, apabila ada kasus wanita hamil akan
diqishash misalnya, qishash tidak ditegakkan hingga ia melahirkan
anaknya. Sebab, membunuh wanita tersebut dalam keadaan hamil akan
menyebabkan kematian janinnya padahal janin tersebut tidak berdosa.
Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (al- An’am: 164)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunda ditegakkannya rajam atas wanita al-Ghamidiyah karena ia dalam keadaan hamil. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah wanita ini menanti kelahiran anaknya dan menyusuinya hingga sang anak tidak lagi tergantung dengan susu ibunya.
فَجَاءَتْ
الْغَامِدِيَّةُ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ
فَطَهِّرْنِي. وَإِنَّهُ رَدَّهَا فَلَمَّا كَانَ الْغَدُ قَالَتْ: يَا
رَسُولَ اللهِ ، لِمَ تَرُدُّنِي؟ لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا
رَدَدْتَ مَاعِزًا، فَوَاللَهِ إِنِّي لَحُبْلَى. قَالَ: إِمَّا لَا،
فَاذْهَبِي حَتَّى تَلِدِي. فَلَمَّا وَلَدَتْ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي
خِرْقَةٍ، قَالَتْ: هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ. قَالَ: اذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ
حَتَّى تَفْطِمِيهِ. فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ بِالصَّبِيِّ فِي يَدِهِ
كِسْرَةُ خُبْزٍ، فَقَالَتْ: هَذَا يَا نَبِيَّ اللهِ، قَدْ فَطَمْتُهُ
وَقَدْ أَكَلَ الطَّعَامَ. فَدَفَعَ الصَّبِيَّ إِلَى رَجُلٍ مِنَ
الْمُسْلِمِينَ ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَى صَدْرِهَا
وَأَمَرَ النَّاسَ فَرَجَمُوهَا فَيُقْبِلُ خَالِدُ بْنُ الْوَلِيدِ
بِحَجَرٍ فَرَمَى رَأْسَهَا فَتَنَضَّحَ الدَّمُ عَلَى وَجْهِ خَالِدٍ
فَسَبَّهَا فَسَمِعَ
سَبَّهُ إِيَّاهَا فَقَالَ، مَهْ يَا خَالِدُ، نَبِيُّ اللهِ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى
عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ
سَبَّهُ إِيَّاهَا فَقَالَ، مَهْ يَا خَالِدُ، نَبِيُّ اللهِ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّى
عَلَيْهَا وَدُفِنَتْ
Seorang wanita dari kabilah Ghamidiyah datang kepada Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,ia
b erkata,“ WahaRi asulullah,s ungguh aku telah berzina maka (tegakkan
rajam) untuk menyucikanku.” Namun, Rasul berpaling darinya (tidak
membalas permohonannya), hingga keesokan hari ia berkata,“Wahai
Rasulullah, kenapa engkau tolak aku , apakah engkau menolak aku
sebagaimana engkau tolak Ma’iz? Demi Allah,aku telah hamil (yakni benar
benar berzina).”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidaksekarang, pergilah engkau hingga engkau melahirkan
(kandunganmu).” Setelah melahirkan, datang sangwanita membawa bayi pada
sebuah kain (yang digendongnya), ia berkata,“Ini anakku, aku telah
melahirkannya.” Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Pergilah, susui anakmu hingga engkau sapih.” Setelah
menyapihnya, ia datang membawa anaknya yang sedang memegang sepotong
roti.
Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, aku telah
menyapihnya dan ia sudah bisa memakan makanan.” Nabi lalu menyerahkan
si anak kepada salah seorang muslimin. Setelah itu,beliau memerintahkan
penggalian tanah dan memendam si wanita hingga dadanya, lantas
memerintahkan manusia merajamnya.
Khalid bin Walid radhiyallahu anhu
datang dan melempari kepala wanita itu dengan sebuah batu. Memancarlah
darah ke wajah Khalid sehingga Khalidmencelanya. Nabi n mendengar celaan
Khalid terhadap wanita tersebut. Beliau bersabda, “Tunggu, hai Khalid.
Demi Dzat yang jiwaku ada di Tangan-Nya, sungguh dia telah bertobat
dengan sebuah tobat yang apabila dilakukan olepemungut pajak, tentu akan
diampuni dosanya.” Selanjutnya, Nabi memerintahkann manusia menyalati
dan menguburkan.(Shahih Muslim, bab “Orang yang Mengaku Berbuat Zina”,
no. 3208)
Kisah yang sangat mengagumkan.
Kesungguhan tobat seorang wanita, kesungguhan rasa takut kepada Allah
Subhanahuwata’ala. Di sisi lain, kita saksikan kasih sayang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan keindahan syariat Islam. Tidak sia-sia sang wanita menundukkan
dirinya di hadapan syariat Allah Subhanahuwata’ala, Allah
Subhanahuwata’la telah menerima tobatnya.
Hukum Islam Tidak Memandang Status Sosial
Hukum qishash dan hadd yang sangat indah
dan dipenuhi maslahat, semakin tampak keindahannya dengan keadilan
hukum Islam. Islam tidak membedakan penegakan hukum ini apakah
diterapkan pada bangsawan atau orang biasa, hukuman Allah
Subhanahuwata’ala berlaku atas seluruh umat.
Tidak seperti umat-umat terdahulu, hukum
hanya diberlakukan bagi kaum lemah, adapun kaum bangsawan mereka kebal
hukum. Hadits berikut menggambarkan dengan jelas betapa indah dan
adilnya hukum Islam. Dari Urwah dari Aisyah radhiyallahu anha,
أَنَّ
قُرَيْشًا أَهَمَّهُمْ شَأْنُ الْمَرْأَةِ الْمَخْزُومِيَّةِ الَّتِي
سَرَقَتْ فَقَالُوا: وَمَنْ يُكَلِّمُ فِيهَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالُوا:
وَمَنْ يَجْتَرِئُ عَلَيْهِ إِلَّا أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ، حِبُّ رَسُولِ
اللهِ ؟ فَكَلَّمَهُ أُسَامَةُ فَقَالَ . رَسُولِ اللهِ: أَتَشْفَعُ فِي
حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ؟ : ثُمَّ قَامَ فَاخْتَطَبَ ثُمَّ قَالَ:
إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ
كَانُوا إِذَا سَرَ َ فِيهِمُ ا تَرَكُوهُ وَإِذَا سَرَ َ لضَّعِيفُ
أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ
مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
Kabilah Quraisy merasa sedih dengan
perkara wanita Makhzumiyah yang terbukti telah mencuri (dan telah sampai
urusannya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ),mereka berkata, “Siapa kiranya yang menyampaikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang wanita ini (agar mendapat keringanan dan tidak dipotong
tangannya)?” Diantara mereka ada yang berkata, “Tidak ada yang berani
selain Usamah bin Zaid, kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Usamah lalu menyampaikannya kepada beliau. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, “Apakah engkau hendak memberi syafaat pada salah satu hukum
had A lah?”Beliau kemudian berdiri berpidato, “Sesungguhnyayang
membinasakan umat sebelumkalian adalah apabila ada diantara orang-orang
mulia mereka melakukan pencurian, mereka membiarkannya; dan apabila yang
mencuri dari kalangan lemah, merekam enegakkanh ukumh ada tasnya.Demi
Allah, seandainya Fathimah bintu Muhammad mencuri, sungguh aku akan
potong tangannya.”
Inilah Amerika Serikat (AS), Sang Pembela HAM
Yahudi, dengan AS sebagai keledai
tunggangannya, adalah kaum yang paling getol mencela qishash dan hukum
Islam lainnya. Tidak ketinggalan pula seluruh orang kafir, munafikin,
dan orang-orang yang berpenyakit hati ikut berbaris membawa misi yang
sama. Sebagai penutup pembahasan kita, marilah kita lihat bagaimana
keadaan negara pembela HAM, apakah mereka mendapatkan ketenteraman
dengan menyelisihi hukum Allah Subhanahuwata’ala?
Dalam sebuah berita dilaporkan bahwa di
Amerika Serikat, setiap tahunnya terjadi 20 juta kasus kejahatan, dan
itu yang tercatat. Juru bicara kantor pendataan di Kementerian Kehakiman
AS mengatakan bahwa berdasarkan data yang tercatat, pada 2009 angka
kejahatan yang meliputi pencurian dan pembunuhan meningkat tajam.
Dari keseluruhan angka tersebut
4.300.000 kasus lebih terkait dengan aksi pemerkosaan, perampokan, dan
penganiayaan. Ditambahkannya, kasus pencurian rumah dan pencurian mobil
tercatat sebanyak 15,6 juta kasus.
Sementara itu, situs penerangan
Kepolisian Federal AS dalam laporannya menyebutkan bahwa pada 2009
terjadi setidaknya 16.000 kasus pembunuhan yang dilaporkan secara resmi
ke kepolisian.
Di sejumlah kota, khususnya Detroit, di
negara bagian Michigan, tingkat kejahatan sedemikian tinggi sehingga
disamakan oleh sebagian kalangan dengan kawasan perang. Dinyatakan pula
bahwa setiap tahunnya tercatat ratusan ribu kasus pemerkosaan, dengan
90% pelaku pemerkosaan tidak pernah ditahan.
Inilah Amerika yang dielukan. Inikah
para pembela HAM? Dengan dalih membela HAM, mereka campakkan hukum Allah
Subhanahuwata’ala. Mereka akan menuai hasilnya di dunia dan akhirat.
Demi Allah, sebentar lagi mereka akan tumbang, negeri mereka akan
hancur, sebagaimana halnya Allah Subhanahuwata’ala menumbangkan
benteng-benteng kokoh Yahudi di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
هُوَ
الَّذِي أَخْرَجَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِن
دِيَارِهِمْ لِأَوَّلِ الْحَشْرِ ۚ مَا ظَنَنتُمْ أَن يَخْرُجُوا ۖ
وَظَنُّوا أَنَّهُم مَّانِعَتُهُمْ حُصُونُهُم مِّنَ اللَّهِ فَأَتَاهُمُ
اللَّهُ مِنْ حَيْثُ لَمْ يَحْتَسِبُوا ۖ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ
الرُّعْبَ ۚ يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُم بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي
الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
“Dia-lah yang mengeluarkan orang orang
kafir diantara Ahli Kitab dari kampung-kampung mereka pada saat
pengusiran kali yang pertama. Kamu tiada menyangka bahwa mereka akan
keluar. dan pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat
mempertahankan mereka dari (siksaan) Allah ; maka Allah mendatangkan
kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Allah
mencampakkanketakutankedalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah
rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang
beriman. Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai
orangorang yang mempunyai pandangan.” (al-Hasyr: 59)
SUMBER: http://asysyariah.com/kajian-utama-indahnya-hukum-qishash/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar