Mempertahankan Identitas Muslim di Tengah Derasnya Arus Globalisasi Mode
Para
pembaca, sesungguhnya agama Islam tidak melarang seseorang mencari
sumber penghidupan, namun hendaknya semua itu tidak sampai membuatnya lupa mencari kebahagiaan negeri akhirat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagian) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.” (al-Qashash: 77)
Adapun
godaan syubhat yang berupa kerancuan berfikir, tidak kalah dahsyatnya
dengan godaan syahwat. Aliran-aliran sesat bermunculan, kesyirikan
dipromosikan tanpa ada halangan, para dukun alias orang pintar dijadikan
rujukan, ngalap berkah di kuburan para wali menjadi tren wisata
religius, dan praktik bid’ah (sesuatu yang diada-adakan) dalam agama
meruak dengan dalih bid’ah hasanah. Semua itu mengingatkan kita akan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِيْ كَافِرًا وَيُمْسِيْ مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا
Artinya: “Bergegaslah
kalian untuk beramal, (karena akan datang) fitnah-fitnah (godaan/ujian)
yang seperti potongan-potongan malam. Di pagi hari seseorang dalam
keadaan beriman dan sore harinya dalam keadaan kafir; di sore hari dalam
keadaan beriman dan keesokan harinya dalam keadaan kafir. Dia menjual
agamanya dengan sesuatu dari (gemerlapnya) dunia ini.” (HR . Muslim no. 118, dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al- Madkhali Hafizhahullah berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang yang jujur lagi terpercaya, telah memberitakan kepada kita dalam banyak haditsnya, termasuk hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu (di atas, -pen.) tentang bermunculannya berbagai ujian di tengah-tengah umat ini. Sungguh, telah datang berbagai ujian besar yang sangat kuat empasannya terhadap akidah dan manhaj (prinsip beragama) umat Islam, mencabik-cabik keutuhan mereka, menyebabkan pertumpahan darah di antara mereka, dan menjatuhkan kehormatan mereka. Bahkan, benar-benar telah menjadi kenyataan (pada umat ini) apa yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْراً بِشِبْرٍ وَذِرَاعاً بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَتَبِعْتُمُوْهُمْ
Artinya: “Sungguh,
kalian akan mengikuti jalan/jejak orang-orang sebelum kalian (Yahudi
dan Nasrani, -pen.) sejengkal dengan sejengkal dan sehasta dengan
sehasta1. Sampai-sampai jika mereka masuk ke liang binatang dhab
(sejenis biawak yang hidup di padang pasir, -pen.) pasti kalian akan
mengikutinya.”
Lebih lanjut, asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah berkata, “Saat
ini di berbagai negeri kaum muslimin telah bermunculan berbagai
musibah/ujian, seperti komunisme, liberalisme, sekulerisme, ba’ts
(sosialisme), dan demokrasi dengan segala perangkatnya. Kelompok sesat
Syi’ah Rafidhah dan Khawarij pun semakin gencar mengembuskan racun-racun
yang dahulu mereka sembunyikan, sebagaimana muncul pula kelompok sesat
Qadiyaniyah dan Bahaiyah.” (Haqiqah al-Manhaj al-Wasi’ ‘Inda Abil Hasan, hlm. 2)
Diantara dampak modernisasi di era globalisasi
ini adalah munculnya sikap minder dalam berislam. Dengan banyaknya
opini yang menyudutkan Islam di media massa baik cetak maupun
elektronik, sebagian umat muslim tidak punya percaya diri untuk sekadar
menampakkan identitas muslimnya, apalagi untuk menjalankan rincian
ajaran agama yang berkonsekuensi mendapat cibiran atau gunjingan orang.
Dalam benaknya, cukuplah identitas muslim itu dalam Kartu Tanda Penduduk
(KTP), atau dalam ritual-ritual di momen penting seperti shalat Jum’at,
shalat tarawih, dan shalat hari raya saja.
Bayang-bayang
bahwa Islam itu kampungan, masyarakat muslim identik dengan
keterbelakangan, dan menerapkan rincian ajaran agama dalam kehidupan
sehari-hari akan menyebabkan keterpurukan, lekat pada benak sebagian
umat muslim. Bahkan, sebagian orang tua muslim sangat khawatir jika
putra atau putrinya mulai tertarik belajar agama. Apa yang
dikhawatirkan? Khawatir jadi teroris. Subhanallah, padahal Islam
bukan teroris dan teroris bukan dari Islam. Di antara dampaknya, tidak
sedikit putra-putri muslim hidup tanpa bimbingan yang benar. Pergaulan
bebas menjadi satu kewajaran di tengah-tengah mereka. Memakai jubah,
sarung, baju koko, kopiah, dan atribut muslim lainnya sangat berat
rasanya. Di sisi lain, memakai pakaian ala barat seakan-akan menjadi
kebanggaan. Di kalangan pemudi, tidak jauh berbeda halnya. Memakai
jubah, jilbab, dan atribut muslimah lainnya sangat berat rasanya. Adapun
memakai pakaian ala barat yang serba minim dan pamer aurat justru
menjadi kebanggaan. Wallahul Musta’an.
Kewajiban Mempertahankan Identitas Muslim
Minimnya
ilmu, tipisnya iman, dan kuatnya dorongan hawa nafsu kerap kali menutup
pintu hati seseorang untuk memahami hakikat kehidupan dunia yang sedang
dijalaninya. Godaan syahwat dan syubhat di era globalisasi modern ini
tak jarang menjadikan seorang muslim jauh dari agama Islam yang murni.
Padahal agama Islam adalah bekal utama bagi seseorang dalam hidup ini.
Dengan Islam seseorang akan hidup bahagia dan terbimbing dalam
menghadapi pahit getirnya kehidupan. Sebaliknya, tanpa Islam hidup
seseorang tiada berarti dan di akhirat termasuk orang yang merugi. Namun
sayang, di antara manusia ada yang menggadaikan Islam yang merupakan
agama dan bekal utamanya demi kesenangan dunia yang sesaat. Betapa
meruginya orang itu. Dia akan menghadap Allah Subhanahu wata’ala
di hari kiamat dengan tangan hampa dan terhalang dari kebahagiaan yang
hakiki. Setiap muslim berkewajiban mempertahankan identitas muslimnya.
Lebih dari itu, dia pun harus berupaya untuk masuk ke dalam agama Islam
secara total kemudian istiqamah di atasnya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (al-Baqarah: 208)
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَن تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya: “Istiqamahlah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Hud: 112)
ثُمَّ جَعَلۡنَـٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ۬ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ
Artinya: “Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (rincian aturan hidup
yang harus dijalani) dari urusan (agama itu), maka ikutilah syariat itu
dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (al-Jatsiyah: 18)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, sambutlah seruan Allah dan seruan Rasul
apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan
kepada kalian. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara
manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada- Nyalah kalian akan
dikumpulkan.” (al- Anfal: 24)
Bahkan, Allah Subhanahu wata’ala
berjanji kepada orang-orang yang menerapkan agama Islam dalam kehidupan
ini dengan beriman dan mengerjakan berbagai amalan saleh, akan
menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, meneguhkan mereka di atas agama
yang telah diridhai-Nya, dan benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah ketakutan menjadi aman sentosa. Hal ini sebagaimana firman-Nya Subhanahu wata’ala,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan berbagai amalan saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap beribadah hanya kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku.” (an-Nur: 55)
Akhir
kata, mengingat betapa mahalnya nilai istiqamah di tengah kuatnya badai
fitnah baik syubhat maupun syahwat di era globalisasi modern ini, sudah
saatnya bagi kita untuk kembali kepada Allah Subhanahu wata’ala. Kembali kepada-Nya dengan memegang erat-erat agama Islam dan meniti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, kemudian bersatu di atasnya. Itulah satu-satunya jalan keselamatan di dunia dan di akhirat. Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ النَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya: “Dan berpegang teguhlah kalian dengan tali (agama) Allah secara bersama-sama dan jangan berceraiberai. Ingatlah akan nikmat Allah yang telah dicurahkan kepada kalian, ketika kalian dahulu bermusuhan lalu Allah menyatukan hati-hati kalian sehingga kalian menjadi bersaudara dengan nikmat tersebut, dan (juga) kalian dahulu berada di tepi jurang neraka lalu Allah selamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah Subhanahu wata’ala menerangkan tanda-tanda kekuasaan- Nya kepada kalian agar kalian mendapat hidayah.” (Ali Imran: 103)
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya: “Dan ikutilah dia (Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam) supaya kalian mendapatkan petunjuk.” (al-A’raf: 158)
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوا ۖ
Artinya: “Jika
mereka beriman seperti apa yang kalian (Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam dan para sahabatnya) beriman dengannya, sungguh mereka akan
mendapatkan hidayah.” (al-Baqarah: 137)
Semoga ampunan, taufik dan hidayah ilahi selalu mengiringi perjalanan hidup kita.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Wahai
Rabb kami ampunilah dosa-dosa kami dan tindak-tanduk kami yang
keterlaluan dalam urusan kami, dan teguhkanlah pendirian kami, serta
tolonglah kami atas kaum yang kafir.” (Ali Imran: 147)
Wallahu a’lam.
Sumber : asysyariah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar