Al Ustadz Abdurrahman Mubarak
Beberapa upaya yang bisa ditempuh untuk melanggengkan persahabatan adalah sebagai berikut.
Mengingat keutamaan cinta dan benci karena Allah:
Banyak sekali dalil yang menerangkan keutamaan cinta dan benci karena Allah. Diantaranya, Rasulullah menyatakan:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلَّهُ؛ … وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ…
“Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah l -Rasulullah n menyebutkan diantaranya: Dua orang yang saling mencintai karena Allah l. Berkumpul dan berpisah di atasnya.” (HR. Al-Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلَّهُ؛ … وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ…
“Tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan pada hari di mana tidak ada naungan kecuali naungan Allah l -Rasulullah n menyebutkan diantaranya: Dua orang yang saling mencintai karena Allah l. Berkumpul dan berpisah di atasnya.” (HR. Al-Bukhari no. 660 dan Muslim no. 1031)
Dari Abu Hurairah,Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجِدَ طَعْمَ الْإِيْمَانِ فَلْيُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ
“Barangsiapa yang ingin merasakan nikmatnya iman hendaknya dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah .” (HR Ahmad, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6164)
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجِدَ طَعْمَ الْإِيْمَانِ فَلْيُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ
“Barangsiapa yang ingin merasakan nikmatnya iman hendaknya dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah .” (HR Ahmad, dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 6164)
Menginginkan kebaikan bagi teman
Dari Anas,Rasulullah berkata:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحْبُّهُ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang kalian hingga mencintai kebaikan bagi temannya seperti yang ia senangi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحْبُّهُ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang kalian hingga mencintai kebaikan bagi temannya seperti yang ia senangi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibnu Qudamah berkata: “Ketahuilah, tidak sempurna iman seseorang hingga
dia senang temannya
mendapatkan apa yang dia inginkan. Derajat
persaudaraan yang paling rendah adalah engkau menyikapi temanmu
sebagaimana engkau ingin disikapi orang lain. Tidak diragukan lagi,
engkau pasti menunggu dan mengharap agar saudaramu menutup aibmu dan
diam dari kejelekan-kejelekanmu…” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hal.
101)
Baik sangka dalam bergaul
Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purbasangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purbasangka itu dosa. Dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 12)
Rasulullah berkata:
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
“Hati-hatilah kalian dari prasangka, karena prasangka adalah ucapan paling dusta.” (HR. Al-Bukhari no. 5143 dan Muslim no. 2563)
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ
“Hati-hatilah kalian dari prasangka, karena prasangka adalah ucapan paling dusta.” (HR. Al-Bukhari no. 5143 dan Muslim no. 2563)
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan berkata: “Dalam hadits ini terdapat dalil
bahwa seorang muslim wajib berbaik sangka kepada saudaranya yang muslim
dan tidak berburuk sangka dengannya.”
Ibnu Qudamah berkata: “Seyogianya engkau menjauhi buruk sangka kepada
temanmu. Hendaknya membawa perbuatannya kepada kemungkinan yang baik.
Ketahuilah bahwa buruk sangka akan menggiring untuk melakukan tajassus
(mencari-cari kesalahan orang), di mana hal ini adalah perbuatan
terlarang. Sungguh, menutup aib dan tidak mencari-cari aib orang adalah
salah satu ciri seorang yang baik agamanya.” (Mukhtashar Minhajil
Qashidin hal. 101)
Saling memberi hadiah
Rasulullah berkata:
تَهَادُوْا تَحَابُّوا
“Saling memberi hadiahlah niscaya kalian akan saling mencintai.”
Hendaknya seseorang menerima hadiah yang diberikan kepadanya.Aisyah berkata: “Rasulullah menerima hadiah dan membalasnya.”
Namun berhati-hatilah dari perbuatan mengungkit kebaikan. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 264)
تَهَادُوْا تَحَابُّوا
“Saling memberi hadiahlah niscaya kalian akan saling mencintai.”
Hendaknya seseorang menerima hadiah yang diberikan kepadanya.Aisyah berkata: “Rasulullah menerima hadiah dan membalasnya.”
Namun berhati-hatilah dari perbuatan mengungkit kebaikan. Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (Al-Baqarah: 264)
Tawadhu’
Allah berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Al-Maidah: 54)
“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Al-Maidah: 54)
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sifat kaum mukminin yang sempurna.
Salah seorang dari mereka tawadhu’ terhadap teman dan walinya, serta
bersikap keras kepada musuh dan lawannya.”
Menjaga adab-adab yang diajarkan Rasulullah
Menjaga adab-adab yang diajarkan Rasulullah
Rasulullah telah mengajarkan adab-adab yang jika diamalkan akan menjaga hubungan seorang dengan temannya.
Dari Abu Hurairah,ia berkata: Rasulullah n bersabda:
لاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَنَاجَشُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَلاَ يَبِيْعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاًنا، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَكْذِبُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ– بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling hasad, janganlah saling menipu, saling menjauhi, dan janganlah membeli (barang) yang hendak dibeli orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak boleh ia menzaliminya, enggan membelanya, tidak boleh mendustai dan menghinanya. Takwa itu di sini –beliau mengisyaratkan ke dadanya tiga kali–. Cukup dianggap sebagai kejahatan seseorang jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim yang lain adalah haram darahnya, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim) [Lihat Ni’matul Ukhuwah]
لاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ تَنَاجَشُوْا، وَلاَ تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَلاَ يَبِيْعُ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاًنا، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ يَكْذِبُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا –وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ– بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling hasad, janganlah saling menipu, saling menjauhi, dan janganlah membeli (barang) yang hendak dibeli orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak boleh ia menzaliminya, enggan membelanya, tidak boleh mendustai dan menghinanya. Takwa itu di sini –beliau mengisyaratkan ke dadanya tiga kali–. Cukup dianggap sebagai kejahatan seseorang jika ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim yang lain adalah haram darahnya, harta dan kehormatannya.” (HR. Muslim) [Lihat Ni’matul Ukhuwah]
Sumber : Majalah AsySyariah Edisi 059
Tidak ada komentar:
Posting Komentar