Thoghut Demokrasi Berbuah Penyakit Jiwa (Bagian
3)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al
Jazairi
(Bagian 3)
Ancaman Kesesatan dan Kekafiran bagi
Orang yang Menyelisihi Rasul Shallallahu'alaihi wasallam
Selama Allah menetapkan keteguhan bagi pengikut Nabi-Nya
Shallallahu'alaihi wasallam dalam agamanya, maka selama itu pula Dia menetapkan
bahaya (musibah dalam agamanya) bagi orang-orang yang menyelisihinya. Allah
berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ
اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا.
فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ
جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلا إِحْسَانًا
وَتَوْفِيقًا
"Dan apabila
dikatakan kepada mereka: 'Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang telah Allah
turunkan dan kepada hukum Rasul niscaya kamu lihat orang-orang munafiq
menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya agar tidak mendekati (kamu). Maka
bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa suatu musibah
disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian datang kepadamu sambil
bersumpah: Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian
yang baik dan perdamaian yang sempurna.'" (QS. An Nisa:
61-62)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata sehubungan dengan ayat
di atas: "Mereka bersumpah tatkala mereka itu, mendapat suatu musibah yang
menimpa akal mereka, atau agama, keyakinan, badan, dan harta mereka dikarenakan
mereka berpaling dari apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam dan mengangkat selain Beliau Shallallahu'alaihi wasallam sebagai hakim
atau mencari hakim atau kepastian hukum kepada selain Beliau Shallallahu'alaihi
wasallam. Ini difirmankan oleh Allah Subhanahu waTa'ala:
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ
أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ
لَفَاسِقُونَ
Jika mereka
berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan
sebagian dosa-dosa mereka. (QS. Al Maidah: 49)
Merekapun berdalih bahwa sesungguhnya mereka hanya
menginginkan penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna
...."
Celakanya bahwa musibah ini terkadang menimpa agama
seseorang yang merupakan urat nadi kehidupannya sehingga dia dikafirkan. Ibnu
Taimiyah berkata tentang firman Allah Ta'ala:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ
تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yang pedih." (QS. An Nuur: 63)
(Dalam ayat ini) Allah memerintahkan kepada orang-orang
yang menyelisihi perintah Rasul-Nya Shallallahu'alaihi wasallam agar takut
tertimpa fitnah atau cobaan. Fitnah disini maksudnya: murtad dan kufur. Allah
Ta'ala berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ
"Dan
perangilah mereka sampai tidak ada fitnah lagi." (QS. Al Baqarah:
193)
Diriwayatkan oleh Al Fadhl bin Ziyad bahwa Imam Ahmad
berkata: '"Aku telah membaca mushaf Al Qur'an maka aku menemukan perintah taat
kepada Rasul ada pada 33 tempat. Kemudian dia membaca ayat:
َلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ
تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
"Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa adzab yang pedih. (QS. An Nuur: 63)
Dia ulang-ulangi ayat itu dan berkata: "Apa fitnah itu?
(Fitnah yang dimaksud adalah) syirik. Boleh jadi ketika seseorang menolak
sebagian hadits-hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam maka hatinya akan
tersusupi oleh sesuatu yang memalingkan, sehingga hatinya kemudian berpaling
dari kebenaran dan akhirnya ia pun binasa (atau celaka). Kemudian beliau membaca
ayat:
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا
شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ
وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi
Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu
hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa
keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya." (QS. An Nisa: 65)
Abu Thalib Al Misykani berkata: dikatakan kepadanya:
"Orang-orang meninggalkan hadits-hadits dan mengambil pendapat Sufyan." Diapun
berkata: "Aku heran terhadap orang yang mendengar hadits dan mengetahui sanad
dan keshahihannya, tetapi meninggalkannya serta mengambil pendapat Sufyan atau
yang lainnya. Padahal Allah Ta'ala berfirman:
َلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ
تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
"Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan
atau ditimpa azab yangpedih." (QS. An Nuur: 63)
Tahukah kamu apa fitnah yang dimaksud? (Fitnah itu
adalah) kekafiran. Allah Ta'ala berfirman:
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ
"Dan fitnah
itu lebih besar (dosanya) dari membunuh." (QS. Al Baqarah:
217)
Mereka meninggalkan hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam dan mengikuti hawa nafsu mereka sendiri untuk condong kepada akal
pikiran atau pendapat. Mereka yang menyalahi perintah Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam telah diberi peringatan atau ancaman dengan
kekafiran dan kemusyrikan atau dengan azab yang pedih. Hal itu menunjukkan bahwa
orang yang menyalahi tersebut bisa saja menjadi orang yang benar-benar kafir
atau benar-benar ditimpa azab yang pedih." [9]
Dan di antara kalimat-kalimat terkenal di kalangan Salaf
adalah ucapan mereka: "Manusia yang paling cepat murtadnya adalah
pengikut-pengikut hawa nafsu (Ashabul Ahwa') dan Ahlul Bid'ah." [10]
Pangkal kekufuran Ahlu Kitab adalah dari sisi
penyelisihan mereka terhadap para Rasul. Allah Subhanahu waTa'ala
berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ
دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
"Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai sembahan-sembahan
mereka selain Allah, dan (mereka juga mempertuhankan) Al Masih putra Maryam."
(QS. At Taubah: 31)
Nas ayat yang mulia ini memberikan dua
faedah:
Pertama: Bahwa kekafiran mereka itu disebabkan pengagungan atau
pengkultusan mereka terhadap orang-orang yang dianggap sebagai orang alim
(berilmu) sehingga dengan demikian mereka telah merendahkan hak Allah Subhanahu
waTa'ala dan hak Rasul-Nya Shallallahu'alaihi wasallam dalam hal mencari hakim
atau kepastian hukum kepada keduanya.
Dari 'Adi bin Hatim berkata: "Aku pernah datang kepada
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan dileherku ada salib dari emas."
Beliau berkata: "Hai 'Adi, buang berhala itu darimu!" Dan aku mendengar beliau
membaca satu ayat dalam surat Bara'ah:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ
دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
"Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai sembahan-sembahan
mereka selain Allah, dan (mereka juga mempertuhankan) Al Masih putra maryam."
(QS. At Taubah: 31)
Maka 'Adi berkata: "Sesungguhnya mereka tidak ada yang
menyembab para pendetanya. Akan tetapi mereka apabila (pendeta-pendeta itu)
menghalalkan sesuatu, merekapun (ikut) menghalalkannya. Dan apabila mengharamkan
sesuatu, merekapun ikut mengharamkannya." (Beliau berkata: "Itulah bentuk
penyembaban mereka (kepada para pendeta dan rahib-rahib.") [Shahih Sunan At
Tirmidzi karya Al Albani (nomor 2471)]
Kedua: Bahwa pembatasan dalam mengambil sesembahan
selain Allah Subhanahu waTa'ala dengan apa yang telah dilakukan oleh kedua
golongan Yahudi dan Nasrani adalah merupakan peringatan akan kedua jenis
perbuatan menentang para rasul yang tidak ada lagi jenis
ketiganya.
Kedua jenis perbuatan tersebut sebagai berikut:
- Tafrith (melalaikan, melanggar, atau menyia-nyiakan) yang merupakan pelanggaran terbesar dari orang-orang Yahudi yang menyakiti para Nabi dan bahkan membunuh mereka.
- Tafrith (melalaikan, melanggar, atau menyia-nyiakan) yang merupakan pelanggaran terbesar dari orang-orang Yahudi yang menyakiti para Nabi dan bahkan membunuh mereka.
- Ifrath (sikap berlebih-lebihan dalam mengagungkan)
yang merupakan bagian terbesar dari orang-orang Nasrani yang bersikap melampaui
batas (terhadap pendeta-pendeta mereka).
Ini termasuk mukjizat Al Qur'an Al 'Azhim. Dan
peringatan terhadap keduanya secara bersamaan ada disebutkan dalam satu hadits,
yakni sabda Nabi Shallallahu'alaihi wasallam:
ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا
أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ
عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ
"Cukupkanlah
dengan apa-apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya telah binasa
orang-orang sebelum kalian karena banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi
mereka. Maka apabila aku melarang kalian dari sesuatu, jauhilah sesuatu itu. Dan
apabila aku memerintahkan kaiian sesuatu, lakukanlah semampu kalian." (HR.
Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337)
"Banyak bertanya" yang disebutkan dalam hadits di atas
termasuk sikap berlebih- lebihan dan melampaui batas. Sedang "menyelisihi nabi"
termasuk sikap lalai, memudah-mudahkan pelanggaran atau menyia-nyiakan. Karena
itu, Imam Bukhari menempatkan hadits ini dalam kitab hadits beliau pada Kitab
"Al I'tishaam bi Al Kitaabi Wa As Sunnah" (Berpegang-teguh Kepada Al Qur'an dan
As Sunnah)
Allah Subhanahu waTa'ala tidak akan memuji orang-orang
beriman yang mengikuti Rasul begitu saja, akan tetapi Allah akan memuji mereka
jika mereka melaksanakannya dengan baik, sungguh-sungguh, dan sepenuh hati.
Allah Ta'ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ
وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ
"Orang-orang
yang terdahulu masuk Islam dari kaum Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha
kepada Allah." (QS. At Taubah: 100)
Maksudnya: mengikuti mereka baik secara lahir maupun
batin, karena jika tidak secara lahir dan batin maka setan pun bisa saja
dianggap melakukan ketaatan atau "mengikuti." Jika setan mengganggu seseorang
agar tidak berlaku ihsan maka ia harus cepat-cepat kembali bertaubat,
sebagaimana orang-orang Muhajirin dan Anshar pada suatu saat bisa saja dikatakan
orang-orang yang tidak "mengikuti" ketika mereka melakukan kesalahan, lalu
mereka bertaubat. Ini karena kesalahan mereka tidak mendalam dalam hati mereka.
Yang menjadi rahasia dari al 'inaayah rabbaaniyah (perhatian dan pertolongan
Allah) ini adalah dikarenakan mereka asalnya adalah hamba-hamba yang mengikuti
Rasul secara sempurna lahir maupun batin. Karena itu, perhatikanlah secara
seksama akan karunia Allah Subhanahu waTa'ala yang akan menjaga hati mereka dari
berpaling atau masuk dalam kesesatan pada peristiwa saa'atul 'usrah (perang
Tabuk) dimana Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ
وَالأنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ
يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ
Sesungguhnya
Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang- orang Anshar
yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka
hampir berpaling. (QS. At Taubah: 117)
Oleh karena itu, takutlah, wahai orang-orang yang hanya
menampakkan sunnah secara lahiriyah saja tanpa diikuti dengan batinnya, dan
begitu juga sebaiiknya!
[Diambil dari kitab Sittu Duror min Ushuul Ahlil Atsar,
Penulis Asy Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Penerbit Maktabah Al
Ilmiyah, Judul Asli: Landasan keempat - Kemuliaan Hanya Dapat Dicapai Dengan
limu]
_________
Footnote
Footnote
[9] Ash Sharim AI Maslul (hal. 56-57). Kalimat pertama
yang berasal dari Imam Ahmad didapati dalam Kitab Al Ibanah karya Ibnu Bathah
(nomor 97).
[10] Ucapan tersebut dari ibnu Sinn sebagaimana tersebut dalam Kitab AI Ma'rifatu wat Tarikh karya Al Fasawi (3/388-389), Al Ibanah karya Ibnu Bathah (353) dan Syarh Ushulul Iqtiqad karya Al Laalikai (234)
[10] Ucapan tersebut dari ibnu Sinn sebagaimana tersebut dalam Kitab AI Ma'rifatu wat Tarikh karya Al Fasawi (3/388-389), Al Ibanah karya Ibnu Bathah (353) dan Syarh Ushulul Iqtiqad karya Al Laalikai (234)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar