Radio Muwahiddin

Rabu, 04 April 2012

Thoghut Demokrasi Berbuah Penyakit Jiwa (Bagian 3)


Thoghut Demokrasi Berbuah Penyakit Jiwa (Bagian 3)

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi

(Bagian 3)

Ancaman Kesesatan dan Kekafiran bagi Orang yang Menyelisihi Rasul Shallallahu'alaihi wasallam

Selama Allah menetapkan keteguhan bagi pengikut Nabi-Nya Shallallahu'alaihi wasallam dalam agamanya, maka selama itu pula Dia menetapkan bahaya (musibah dalam agamanya) bagi orang-orang yang menyelisihinya. Allah berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا. فَكَيْفَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ ثُمَّ جَاءُوكَ يَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنْ أَرَدْنَا إِلا إِحْسَانًا وَتَوْفِيقًا
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: 'Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang telah Allah turunkan dan kepada hukum Rasul niscaya kamu lihat orang-orang munafiq menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya agar tidak mendekati (kamu). Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa suatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian datang kepadamu sambil bersumpah: Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna.'" (QS. An Nisa: 61-62)


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata sehubungan dengan ayat di atas: "Mereka bersumpah tatkala mereka itu, mendapat suatu musibah yang menimpa akal mereka, atau agama, keyakinan, badan, dan harta mereka dikarenakan mereka berpaling dari apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan mengangkat selain Beliau Shallallahu'alaihi wasallam sebagai hakim atau mencari hakim atau kepastian hukum kepada selain Beliau Shallallahu'alaihi wasallam. Ini difirmankan oleh Allah Subhanahu waTa'ala:
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. (QS. Al Maidah: 49)

Merekapun berdalih bahwa sesungguhnya mereka hanya menginginkan penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna ...."
Celakanya bahwa musibah ini terkadang menimpa agama seseorang yang merupakan urat nadi kehidupannya sehingga dia dikafirkan. Ibnu Taimiyah berkata tentang firman Allah Ta'ala:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih." (QS. An Nuur: 63)

(Dalam ayat ini) Allah memerintahkan kepada orang-orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya Shallallahu'alaihi wasallam agar takut tertimpa fitnah atau cobaan. Fitnah disini maksudnya: murtad dan kufur. Allah Ta'ala berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ
"Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah lagi." (QS. Al Baqarah: 193)

Diriwayatkan oleh Al Fadhl bin Ziyad bahwa Imam Ahmad berkata: '"Aku telah membaca mushaf Al Qur'an maka aku menemukan perintah taat kepada Rasul ada pada 33 tempat. Kemudian dia membaca ayat:
َلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (QS. An Nuur: 63)

Dia ulang-ulangi ayat itu dan berkata: "Apa fitnah itu? (Fitnah yang dimaksud adalah) syirik. Boleh jadi ketika seseorang  menolak sebagian hadits-hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam maka hatinya akan tersusupi oleh sesuatu yang memalingkan, sehingga hatinya kemudian berpaling dari kebenaran dan akhirnya ia pun binasa (atau celaka). Kemudian beliau membaca ayat:
فَلا وَرَبِّكَ لا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
"Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. An Nisa: 65)

Abu Thalib Al Misykani berkata: dikatakan kepadanya: "Orang-orang meninggalkan hadits-hadits dan mengambil pendapat Sufyan." Diapun berkata: "Aku heran terhadap orang yang mendengar hadits dan mengetahui sanad dan keshahihannya, tetapi meninggalkannya serta mengambil pendapat Sufyan atau yang lainnya. Padahal Allah Ta'ala berfirman:
َلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yangpedih." (QS. An Nuur: 63)

Tahukah kamu apa fitnah yang dimaksud? (Fitnah itu adalah) kekafiran. Allah Ta'ala berfirman:
وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ
"Dan fitnah itu lebih besar (dosanya) dari membunuh." (QS. Al Baqarah: 217)

Mereka meninggalkan hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan mengikuti hawa nafsu mereka sendiri untuk condong kepada akal pikiran atau pendapat. Mereka yang menyalahi perintah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah diberi peringatan atau ancaman dengan kekafiran dan kemusyrikan atau dengan azab yang pedih. Hal itu menunjukkan bahwa orang yang menyalahi tersebut bisa saja menjadi orang yang benar-benar kafir atau benar-benar ditimpa azab yang pedih." [9]

Dan di antara kalimat-kalimat terkenal di kalangan Salaf adalah ucapan mereka: "Manusia yang paling cepat murtadnya adalah pengikut-pengikut hawa nafsu (Ashabul Ahwa') dan Ahlul Bid'ah." [10]

Pangkal kekufuran Ahlu Kitab adalah dari sisi penyelisihan mereka terhadap para Rasul. Allah Subhanahu waTa'ala berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai sembahan-sembahan mereka selain Allah, dan (mereka juga mempertuhankan) Al Masih putra Maryam." (QS. At Taubah: 31)

Nas ayat yang mulia ini memberikan dua faedah:

Pertama: Bahwa kekafiran mereka itu disebabkan pengagungan atau pengkultusan mereka terhadap orang-orang yang dianggap sebagai orang alim (berilmu) sehingga dengan demikian mereka telah merendahkan hak Allah Subhanahu waTa'ala dan hak Rasul-Nya Shallallahu'alaihi wasallam dalam hal mencari hakim atau kepastian hukum kepada keduanya.

Dari 'Adi bin Hatim berkata: "Aku pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan dileherku ada salib dari emas." Beliau berkata: "Hai 'Adi, buang berhala itu darimu!" Dan aku mendengar beliau membaca satu ayat dalam surat Bara'ah:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ
"Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai sembahan-sembahan mereka selain Allah, dan (mereka juga mempertuhankan) Al Masih putra maryam." (QS. At Taubah: 31)

Maka 'Adi berkata: "Sesungguhnya mereka tidak ada yang menyembab para pendetanya. Akan tetapi mereka apabila (pendeta-pendeta itu) menghalalkan sesuatu, merekapun (ikut) menghalalkannya. Dan apabila mengharamkan sesuatu, merekapun ikut mengharamkannya." (Beliau berkata: "Itulah bentuk penyembaban mereka (kepada para pendeta dan rahib-rahib.") [Shahih Sunan At Tirmidzi karya Al Albani (nomor 2471)]


Kedua: Bahwa pembatasan dalam mengambil sesembahan selain Allah Subhanahu waTa'ala dengan apa yang telah dilakukan oleh kedua golongan Yahudi dan Nasrani adalah merupakan peringatan akan kedua jenis perbuatan menentang para rasul yang tidak ada lagi jenis ketiganya.

Kedua jenis perbuatan tersebut sebagai berikut:
- Tafrith (melalaikan, melanggar, atau menyia-nyiakan) yang merupakan pelanggaran terbesar dari orang-orang Yahudi yang menyakiti para Nabi dan bahkan membunuh mereka.

- Ifrath (sikap berlebih-lebihan dalam mengagungkan) yang merupakan bagian terbesar dari orang-orang Nasrani yang bersikap melampaui batas (terhadap pendeta-pendeta mereka).

Ini termasuk mukjizat Al Qur'an Al 'Azhim. Dan peringatan terhadap keduanya secara bersamaan ada disebutkan dalam satu hadits, yakni sabda Nabi Shallallahu'alaihi wasallam:
ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ
"Cukupkanlah dengan apa-apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian karena banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka. Maka apabila aku melarang kalian dari sesuatu, jauhilah sesuatu itu. Dan apabila aku memerintahkan kaiian sesuatu, lakukanlah semampu kalian." (HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337)
"Banyak bertanya" yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk sikap berlebih- lebihan dan melampaui batas. Sedang "menyelisihi nabi" termasuk sikap lalai, memudah-mudahkan pelanggaran atau menyia-nyiakan. Karena itu, Imam Bukhari menempatkan hadits ini dalam kitab hadits beliau pada Kitab "Al I'tishaam bi Al Kitaabi Wa As Sunnah" (Berpegang-teguh Kepada Al Qur'an dan As Sunnah)

Allah Subhanahu waTa'ala tidak akan memuji orang-orang beriman yang mengikuti Rasul begitu saja, akan tetapi Allah akan memuji mereka jika mereka melaksanakannya dengan baik, sungguh-sungguh, dan sepenuh hati. Allah Ta'ala berfirman:
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
"Orang-orang yang terdahulu masuk Islam dari kaum Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah." (QS. At Taubah: 100)

Maksudnya: mengikuti mereka baik secara lahir maupun batin, karena jika tidak secara lahir dan batin maka setan pun bisa saja dianggap melakukan ketaatan atau "mengikuti." Jika setan mengganggu seseorang agar tidak berlaku ihsan maka ia harus cepat-cepat kembali bertaubat, sebagaimana orang-orang Muhajirin dan Anshar pada suatu saat bisa saja dikatakan orang-orang yang tidak "mengikuti" ketika mereka melakukan kesalahan, lalu mereka bertaubat. Ini karena kesalahan mereka tidak mendalam dalam hati mereka. Yang menjadi rahasia dari al 'inaayah rabbaaniyah (perhatian dan pertolongan Allah) ini adalah dikarenakan mereka asalnya adalah hamba-hamba yang mengikuti Rasul secara sempurna lahir maupun batin. Karena itu, perhatikanlah secara seksama akan karunia Allah Subhanahu waTa'ala yang akan menjaga hati mereka dari berpaling atau masuk dalam kesesatan pada peristiwa saa'atul 'usrah (perang Tabuk) dimana Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ
Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang Muhajirin dan orang- orang Anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling. (QS. At Taubah: 117)

Oleh karena itu, takutlah, wahai orang-orang yang hanya menampakkan sunnah secara lahiriyah saja tanpa diikuti dengan batinnya, dan begitu juga sebaiiknya!
[Diambil dari kitab Sittu Duror min Ushuul Ahlil Atsar, Penulis Asy Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Penerbit Maktabah Al Ilmiyah, Judul Asli: Landasan keempat - Kemuliaan Hanya Dapat Dicapai Dengan limu]
_________
Footnote

[9] Ash Sharim AI Maslul (hal. 56-57). Kalimat pertama yang berasal dari Imam Ahmad didapati dalam Kitab Al Ibanah karya Ibnu Bathah (nomor 97).
[10] Ucapan tersebut dari ibnu Sinn sebagaimana tersebut dalam Kitab AI Ma'rifatu wat Tarikh karya Al Fasawi (3/388-389), Al Ibanah karya Ibnu Bathah (353) dan Syarh Ushulul Iqtiqad karya Al Laalikai (234)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."