Faishal bin Abduh Al-Hasyidy Al-Yamany
Sesungguhnya
nasehat tidak akan menjadi nasehat yang mengena hingga si pemberi
nasehat berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyembunyikannya, karena
siapa yang menasehati saudaranya secara rahasia maka dia telah
menasehati dengan sebenarnya, dan barangsiapa menasehatinya dengan
terang-terangan maka yang dia lakukan itu hakekatnya adalah membongkar
aibnya.
Tidak
ada keraguan sedikit pun bahwa para ulama pendidik umat mengetahui
dengan benar buah dari merahasiakan nasehat dan juga mengetahui akibat
menampakkannya dengan terang-terangan, dan sedikit sekali engkau jumpai
seorang ulama yang mengamalkan ilmunya kecuali kebiasaannya adalah
menyembunyikan nasehat. [1]
Ibnul Mubarak rahimahullah berkata:
كَانَ
الرَّجُلُ إِذَا رَأَى مِنْ أَخِيْهِ مَا يَكْرُهُ أَمَرَهُ فِيْ سِتْرٍ
وَنَهَاهُ فِيْ سِتْرٍ فَيُؤْجَرُ فِيْ سِتْرِهِ وَيُؤْجَرُ فِيْ نَهْيِهِ.
فَأَمَّا الْيَوْمَ فَإِذَا رَأَى أَحَدٌ مِنْ أَحَدٍ مَا يَكْرَهُ
اسْتَغْضَبَ أَخَاهُ وَهَتَكَ سِتْرَهُ.
“Dahulu
jika seseorang melihat saudaranya melakukan sesuatu yang tidak dia
sukai (kemungkaran –pent), maka dia menyuruhnya (untuk bertaubat dan
berbuat baik –pent) secara rahasia dan melarangnya (dari kemungkaran
–pent) secara rahasia pula. Maka dia mendapatkan pahala karena
merahasiakan dan juga mendapatkan pahala karena berusaha melarangnya
(dari kemungkaran –pent). Adapun sekarang jika seseorang melihat orang
lain melakukan sesuatu yang tidak dia sukai maka dia melakukan cara yang
membuat saudaranya tersebut marah dan merusak tirai yang menutupinya.” [2]
Sufyan
(Ibnu Uyainah –pent) menceritakan: Thalhah datang kepada Abdul Jabbar
bin Wa-il ketika dia sedang berkumpul bersama orang-orang, maka Thalhah
membisikkan sesuatu kepadanya lalu pergi. Maka Abdul Jabbar berkata:
“Tahukah kalian apa yang dia katakan kepadaku? Dia berkata: “Saya
melihatmu kemarin menoleh ketika engkau sedang mengerjakan shalat.” [3]
Yahya
bin Ma’in rahimahullah berkata: “Affan (bin Muslim –pent) telah keliru
dalam dua puluh hadits lebih, dan saya tidak memberitahukan hal itu
kepada seorang pun, saya hanya memberitahukan hal itu kepada dirinya
saja. Khalaf bin Salim telah meminta saya untuk menyebutkannya, namun
hal itu tidak saya lakukan. Dan tidaklah saya melihat seorang pun
melakukan kesalahan kecuali saya menutupinya dan saya tidak pernah
menyambut seseorang dengan hal-hal yang tidak dia sukai, tetapi saya
jelaskan kesalahannya kepadanya. Kalau dia menerima maka itu yang
diharapkan, kalau dia tidak menerima maka saya tinggalkan dia.” [4]
Sedangkan
diantara mutiara perkataan Al-Allamah Ibnu Hazm adalah: “Jika engkau
menasehati seseorang maka nasehatilah secara rahasia dan jangan dengan
terang-terangan, dan juga dengan isyarat, bukan dengan vulgar. Kecuali
bagi orang yang tidak memahami, maka harus dengan jelas. Dan jangan
menasehati seseorang dengan mensyaratkan dia harus menerima nasehatmu.
Kalau engkau sampai engkau melanggar hal-hal ini, maka engkau adalah
orang zhalim dan bukan seorang pemberi nasehat, engkau seorang yang
ingin ditaati dan mencari kekuasaan dan bukan orang yang menunaikan hak
amanah dan ukhuwah. Dan hal semacam ini bukan hukum akal dan bukan pula
hukum persahabatan, tetapi hukum penguasa terhadap rakyatnya dan hukum
tuan terhadap budaknya.” [5]
Ibnu Hibban rahimahullah berkata:
عَلَامَةُ
النَّاصِحِ إِذَا أَرَادَ زِيْنَةَ الْمَنْصُوْحِ لَهُ أَنْ يَنْصَحَهُ
سِرًّا وَعَلَامَةُ مَنْ أَرَادَ شَيْنَهُ أَنْ يَنْصَحَهُ عَلَانِيَةً.
“Tanda
seorang yang menasehati dengan tulus jika dia ingin kebaikan pihak yang
diberi nasehat adalah dengan cara menasehatinya secara rahasia,
sedangkan tanda seseorang yang ingin menampakkkan keburukannya adalah
dengan menasehatinya secara terang-terangan.”[6]
Sumber artikel:
Faahimu Mafaatihil Quluub, hal. 103-105 tanpa menyertakan syairnya
Faahimu Mafaatihil Quluub, hal. 103-105 tanpa menyertakan syairnya
Alih bahasa: Abu Almass
Sabtu, 21 Ramadhan 1435 H
Sabtu, 21 Ramadhan 1435 H
——————————————————————–
Catatan kaki:
[1]
Memang terkadang di sana terdapat keadaan-keadaan yang jarang yang
menuntut untuk menyampaikan nasehat secara terang-terangan setelah
merahasiakannya. Misalnya ketika ada seseorang yang terang-terangan
melakukan kemungkaran. Ketika itu merahasiakan nasehat terlebih dahulu,
jika dia tidak menerima maka nasehat tersebut disampaikan secara
terang-terangan. Tujuannya agar manusia tidak menyangka bahwa perbuatan
tersebut bukan merupakan kemungkaran, karena mereka tidak mengetahui
adanya pengingkaran seorang pun. Dan ada perkara-perkara yang lain yang
diketahui oleh para ulama dan merekalah yang mengetahui maslahat dan
mafsadat, dan bukan di sini penjabarannya. Tetapi di dalam kitab-kitab
tentang amar ma’ruf nahi mungkar. Hanya saja hal itu sedikit dan hukum
asalnya adalah dengan merahasiakan nasehat.
[2] Raudhatul Uqala’ hal. 329.
[3] Idem.
[4] Tahdziibut Tahdziib, XI/250.
[5] Al-Akhlaaq was Siyar, hal. 22-123.
[6] Raudhatul Uqala’ hal. 329.
SUMBER: http://forumsalafy.net/?p=4787
Tidak ada komentar:
Posting Komentar