oleh : Ayip Syafruddin
Membaca tulisan ustadz Abdul
Barr Kaisinda berjudul: “Mengenal Sang Politikus Dakwah, Pemecah Belah
Ahlus Sunnah, Al Ustadz Lukman Ba’abduh”, sungguh sangat memprihatinkan.
Padahal sering kita dengar pernyataan, bahwa kita tidak boleh
mendahului para ulama. Apa yang dipaparkan ustadz Abdul Barr Kaisinda,
senyatanya menelanjangi apa yang ada pada dirinya. Beliau menjarh ustadz
Luqman Ba’abduh sedemikian keras. Tak sampai disitu, kebesaran nama
ulama, Asy-Syaikh Abdurrahman Al-Adeny hafizhahullah, pun beliau tarik
guna memuaskan keinginannya tersebut. Betapa beliau begitu bernafsu
ingin melibas keberadaan ustadz Luqman Ba’abduh dalam atmosfer dakwah
salafiyah di Indonesia. Entah, apa yang memicunya hanya Allah Ta’ala yang Mahatahu.
Mari kita perhatikan untaian kalimat ustadz Abdul Barr Kaisinda yang penuh letupan membara berikut:
“Sebelum saya kembali ke tanah
air tercinta, Alhamdulillah, Allah berikan taufiq kepada saya untuk
menyambangi guru kami Asy-Syaikh AbdurRahman Al-Adeny –hafidhohulloh.
Pada kesempatan itu, beliau bertanya tentang perihal dakwah di
Indonesia. Kemudian beliau bertanya kepada saya, “Siapa sekarang orang
yang menggantikan posisi Ja’far Umar Thalib dalam dakwah? Maka saya
katakan, “Luqman Ba’abduh ya Syaikh”. Kemudian beliau berkata :
أنا أخشى عليه وهو ليس بذاك وإندونيسيا بلدة كبيرة فيها أمة كبيرة تحتاج إلى واحد قوي يحتفون حوله
“Aku mengkhawatirkan dirinya,
karena dia tidak sepantas itu, sedangkan Indonesia adalah negeri yang
besar, padanya terdapat umat yang besar, membutuhkan seorang yang kuat
(dalam ilmu), (untuk) kaum muslimin merujuk kepadanya.”
Dan ternyata setelah saya pulang ke Indonesia apa yang dikhawatirkan oleh Asy Syaikh Abdur Rahman benar adanya. Ketika orang yang tidak berilmu berbicara tentang agama maka dia akan sesat lagi menyesatkan.”
Bila kita cermati pernyataan di atas, ada beberapa hal yang mengganjal dalam benak.
Pertama,
atas dasar apa ustadz Abdul Barr menyebut nama Luqman Ba’abduh saat
ditanya siapa yang menggantikan posisi Ja’far Umar Thalib dalam dakwah?
Bila seseorang ditanya, siapa salah seorang penasehat majalah
Asysyariah, lantas ada yang menyebut, bahwa penasehat majalah Asysyariah
adalah ustadz Luqman Ba’abduh. Tentu, itu jawaban yang bisa
dipertanggungjawabkan. Orang yang menjawab tersebut punya dasar pijak
yang jelas dan tidak gegabah karena berdasar hasil musyawarah pengelola
majalah Asysyariah menunjuk ustadz Luqman Ba’abduh sebagai penasehat.
Kini, apa yang jadi dasar
pijak ustadz Abdul Barr sehingga beliau menyebut nama Luqman Ba’abduh?
Mungkinkah beliau pernah mendapat kepastian berita bahwa salafiyin
Indonesia bermusyawarah dan secara sepakat mengangkat nama Luqman
Ba’abduh sebagai orang yang menggantikan Ja’far Umar Thalib dalam
dakwah? Ah, rasanya kemungkinan ini musykil. Orang secerdas beliau tentu
tak akan mudah percaya menerima berita seperti itu. Jadi, atas dasar
apa –kalau begitu– sehingga beliau menyebut nama Luqman Ba’abduh? Atau,
penyebutan nama Luqman Ba’abduh itu cuma akal-akalan ustadz Abdul Barr
saja? Nah, untuk menjawab hal itu tentu tidak sulit selama beliau masih
memiliki niat yang baik dan bersikap jujur. Kita akan tunggu alasan apa
yang mendasari penyebutan nama Luqman Ba’abduh. Tentunya, alasan yang
tidak direkayasa dan diatas kejujuran.
Kenapa masalah ini
diungkit? Karena beliau menyebut nama ulama dan menyangkut kehormatan
dan nama baik seorang muslim. Sehingga pantas apabila pernyataan ustadz
Abdul Barr tersebut harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
penuh kejujuran.
Kedua,
apa sebenarnya motif penyebutan kisah tersebut? Sungguh, satu hal yang
sangat tidak baik apabila peristiwa itu –kalau benar-benar terjadi–
dipolitisir untuk menghancurkan kehormatan seseorang. Apalagi kehormatan
seseorang yang namanya dikenal para ulama sebagai da’i Ahlu Sunnah.
Bukan nama yang para ulama memiliki “catatan kelam” terhadapnya. Nah,
sekarang. Bagaimana jika peristiwa itu sendiri tidak diakui kebenarannya
lantas beliau tetap bersikukuh menyebarkan pada khalayak ramai? Tentu,
ini merupakan tindakan tidak bertanggungjawab, jauh dari nilai kejujuran
dan hanya orang yang tidak berakal sehat yang akan melakukannya.
Penyebutan kisah tersebut
tentu akan memberi dampak yang tidak baik bagi dakwah salafiyah. Berbeda
bila nama yang disebutkan telah dinyatakan ulama sebagai orang yang
bermasalah dan umat diingatkan agar berhati-hari darinya. Maka untuk
kasus semacam ini, tentu sebuah keharusan menjelaskan sepak terjang
orang dimaksud agar umat tidak terpengaruh oleh dakwah dan seruannya.
Ketiga,
sungguh sangat disayangkan bila kisah tersebut dijajakan dalam rangka
“membalas” terhadap orang yang dianggap telah menelanjangi teman
seiringnya. Padahal kalau kita mau sedikit saja berlapang dada dan
bersikap tawadhu, niscaya enggan untuk “membalas”. Bukankah Allah Ta’ala
akan meninggikan kedudukan orang yang bersikap tawadhu?
Hanya kepada Allah Ta’ala kita memohon keselamatan dan bimbingan-Nya agar tetap kokoh dalam menaati-Nya.
Allahu a’lam.
sumber: http://dammajhabibah.net/2014/01/01/kisah-yang-menyimpan-tanya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar