Kesabaran Seorang ‘Ulama Besar Demi Kemurniaan Aqidah
Ar-Rabi’ bin Sulaiman
mengisahkan tentang al-Imam al-Buwaithi, “Sungguh aku melihatnya di atas
Bighal dengan leher terbelenggu, dan kaki juga dibelenggu, antara kedua
belenggu tersebut ada rantai padanya ada batu (beban) seberat 40 rathl.
Beliau mengatakan, “Allah menciptakan makhluk dengan kalimat Kun (jadilah). [1] Kalau seandainya “Kun” itu
makhluk, maka berarti makluk diciptakan dari makhluk. Sunguh kalau aku
dipertemukan dengannya (yakni Khalifah al-Watsiq) niscaya aku akan tetap
mengatakan kebenaran di hadapannya dan aku akan binasa di belenggunya
ini. Supaya generasi setelah ini tahu bahwa di sana telah gugur
orang-orang besar di belenggu-belenggu penguasa demi mempertahankan
urusan ini (aqidah ahlus sunnah wal jama’ah).” (Siyar A’lamin Nubala’ IX/459)
Sungguh kalimat yang agung,
kisah yang agung. Padanya sangat banyak pelajaran berharga yang bisa
dipetik oleh generasi muslim Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Di antaranya:
1. Perhatikan bagaimana para ‘ulama rela disiksa dan diadzab demi mempertahankan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Namun meskipun demikian, para ‘ulama tersebut tidak mencabut tangan ketaatan terhadap pemerintah! Bahkan tetap memandang wajibnya memberikan an-Nush (kebaikan
dan nasehat) kepada pemerintah yang mengadzab dan menyiksanya. Mereka
bersikap demi agamanya, bukan demi membela dirinya.
Ditanyakan kepada al-Imam
Ahmad – beliau adalah orang terdepan dalam mempertahankan aqidah
sehingga siksaan kepada beliau paling besar pula – “tidakkah engkau
mendoakan kejelekan untuk penguasa yang menyiksamu ini?” maka dengan
tegas beliau menjawab, “Kalau seandainya aku memiliki doa yang mustajab,
niscaya aku berdoa untuk kebaikan waliyyul amr.” Inilah jawaban
beliau, padahal beliau sedang disiksa. Hal yang sama ditanyakan kepada
Fudhail, maka beliau menjawab dengan jawaban yang sama. Demikianlah fiqh (pemahaman) para ‘ulama.
2. Banyak para ‘ulama berguguran demi
mempertahankan aqidah yang bersih murni ini, aqidah ahlus sunnah wal
jama’ah as-salafiyah. Permasalahan aqidah merupakan urusan besar, bukan
urusan remeh. Maka jangan tertipu dengan orang-orang yang meremehkan
urusan aqidah. Yang hanya mementingkan untuk menyatukan umat,
menggerakkan umat, tanpa melihat permasalahan aqidah.
3. Jangan tertipu dengan para “dai” –
yang sebenarnya mereka hanya para orator atau politikus – yang dipenjara
oleh penguasa karena mempertahankan agama katanya. Padahal dia
menjerumuskan kaum muslimin ke banjir darah!! demi mempertahankan atau
mengembalikan kekuasaan si fulan!!
4. Perhatikan bagaimana teladan yang ditunjukkan oleh Amirul Mukminin Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu,
beliau sangat sayang kepada kaum muslimin, tidak rela darah kaum
muslimin tertumpah. Maka ketika beliau dikepung oleh para pemberontak
bejat, maka shahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum lainnya datang demi
membela beliau dan mengusir para pemberontak!! Namun Amirul Mukminin
mengatakan kepada para shahabat tersebut, “Barangsiapa yang masih
memandang kewajiban mentaatiku, maka hendaknya menyimpan pedangnya
masing-masing dan keluar dari rumahku ini.” demi menjauhkan kaum
muslimin dari fitnah dan menjaga agar darah mereka tidak tertumpah!!
Apakah para revolusioner yang
mengepung rumah ‘Utsman di atas kebenaran? Demi Allah mereka di atas
kebatilan. Mereka adalah para pemberontak. Maka perhatikan sikap Amirul
Mukminin yang menyayangi umat ini, bandingkan dengan para orator yang
menjerumuskan kaum muslimin untuk berhadapan dengan senjata-senjata
mematikan, mengeluarkan kaum wanita agar turun ke jalan-jalan melakukan
demo,, demi mengembalikan si fulan ke tampuk kekuasaannya??! Ini sangat
jauh dari fiqh para salaf.
5. Perhatikan kisah di atas, “Sunguh
kalau aku dipertemukan dengannya (yakni Khalifah al-Watsiq) niscaya aku
akan tetap mengatakan kebenaran di hadapannya.”
Inilah jihad!! Kalimat haq yang disampaikan dihadapan penguasa zhalim. Bukan
dia mengucapkan di depan mimbar, di hadapan umum. Ketika itu berani
berkata. Namun ketika di hadapan penguasa secara langsung, dia tidak
berkata benar. Tidak kuasa mempertahankan al-haq.
(faidah yang aku catat dari pelajaran al-Muhimmat al-Awwaliyah fi al-Muqaddimat al-Fiqhiyyah bersama asy-Syaikh Hani bin Braik, pagi ini 22 Syawwal 1434 H/29 Agustus 2013 M. Semoga bermanfaat bagi semua)
http://dammajhabibah.net/2013/08/29/permata-faidah-dari-dauroh-asatidzah-ix-1434-h-5/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar