Di tulis Oleh Al Ustadz Abu Utsman Kharisman
Menyempurnakan Bilangan Puasa
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
…وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ…
…dan sempurnakanlah bilangannya…(Q.S alBaqoroh:185)
Allah perintahkan kaum mukminin yang
mampu dan tidak berhalangan berpuasa untuk menyempurnakan bilangan hari
bulan Ramadhan dengan puasa sebulan penuh. Bilangan hari Ramadhan bisa
29 hari atau 30 hari.
Nabi pernah mengisyaratkan dengan
jari-jari tangan beliau bahwa jumlah bilangan hari dalam sebulan adalah
29 atau 30 hari, sebagaimana hadits dari Ibnu Umar:
الشَّهْرُ هَكَذَا وَهَكَذَا )يَعْنِي مَرَّةً تِسْعَةً وَعِشْرِينَ وَمَرَّةً ثَلَاثِينَ)
Bulan itu begini dan begini (yaitu: kadangkala 29 hari, kadangkala 30 hari) (H.R al-Bukhari dan Muslim)
Potongan ayat ini merupakan penjelasan
agar tidak terjadi dalam pikiran seseorang yang berpuasa bahwa kewajiban
puasa Ramadhan cukup terpenuhi dengan berpuasa pada sebagian hari saja
tanpa harus menyempurnakan bilangan hari sebulan penuh (disarikan dari
Tafsir as-Sa’di)
Kita menyaksikan keadaan yang
menyedihkan. Sebagian saudara kita ada yang bersemangat puasa pada
awal-awal bulan. Namun, masuk pertengahan, tidak sedikit yang
meninggalkan puasa. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua…
Jumlah hari pada bulan hijriyah kadang
29 hari kadang 30 hari tergantung apakah terlihat hilal masuknya bulan
berikutnya atau tidak. Jika terhalangi penglihatan oleh awan dan
semisalnya, maka disempurnakan jumlah harinya menjadi 30 hari.
Bertakbir di akhir puasa sebagai bentuk syukur
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
…وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
…dan bertakbirlah (mengagungkan kebesaran) Allah atas petunjukNya kepada kalian dan agar kalian bersyukur (Q.S al-Baqoroh:185)
Allah perintahkan untuk bersyukur atas
nikmat-Nya yang telah memberikan hidayah kepada seseorang sehingga bisa
menyempurnakan puasa. Salah satu bentuk syukur itu dengan bertakbir dari
sejak dipastikan masuknya Syawwal (berdasarkan rukyat hilal) pada malam
Ied hingga menjelang sholat Iedul Fithri.
Pada banyak ayat yang lain Allah
perintahkan bagi seseorang untuk banyak berdizkir menyebut Allah, jika
telah menyelesaikan suatu ibadah tertentu. Contoh, selesai melaksanakan
sholat, perbanyaklah dzikir:
فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِكُمْ
Jika kalian telah menyelesaikan
sholat, berdzikirlah (menyebut) Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan
berbaring (Q.S anNisaa’:103).
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ
اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Jika telah ditunaikan sholat (Jumat) maka bertebaranlah di muka bumi, carilah keutamaan dari Allah, dan berdzikirlah yang banyak agar kalian sukses/ berhasil (Q.S alJumu’ah:10)
Demikian juga saat menyelesaikan manasik haji, Allah perintahkan perbanyak dzikir:
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا
Jika kalian telah menyelesaikan
manasik kalian, berdzikirlah menyebut Allah seperti kalian menyebut
ayah-ayah kalian atau lebih banyak lagi (Q.S al-Baqoroh:200)
(Nukilan faidah ayat-ayat di atas diambil dari Tafsir Ibnu Katsir)
Maka takbir, tahlil, tahmid yang
dikumandangkan setelah selesainya pelaksanaan puasa Ramadhan adalah
bagian dari perintah itu. Sebagai bentuk syukur atas hidayah Allah bagi
kita dalam pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan tersebut.
Ayat ke-186 Surat al-Baqoroh
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ
إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ
يَرْشُدُونَ
Dan jika hambaKu bertanya kepadamu
(wahai Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku menjawab
seruan orang yang berdoa jika berdoa kepadaKu, maka hendaknya ia
memenuhi seruanKu dan beriman kepadaKu agar mereka mendapat petunjuk
(Q.S al-Baqoroh:186)
Pada ayat ini akan dijelaskan 3 hal:
- Kaitan doa dengan puasa.
- Kedekatan Allah dengan hambaNya.
- Allah pasti menjawab doa seorang hamba.
- Memenuhi seruan Allah dan beriman kepadaNya adalah sebab mendapatkan hidayah
- Berdoa langsung kepada Allah tanpa perantara
PENJELASAN:
Kaitan Doa dengan Puasa
Ayat ini adalah ayat tentang berdoa yang
terletak di antara ayat-ayat yang menjelaskan hukum tentang puasa. Ayat
183-185 adalah tentang puasa. Ayat ini adalah ayat ke-186. Sedangkan
ayat ke-187 juga menjelaskan tentang puasa. Karena itu, para Ulama’
menjelaskan adanya kaitan yang sangat erat antara puasa dengan ibadah
berdoa.
Pada saat berpuasa, disunnahkan untuk memperbanyak berdoa. Lebih ditekankan lagi pada saat berbuka puasa.
ثَلَاثَةٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
Tiga (kelompok) orang yang tidak
ditolak doanya: pemimpin yang adil, orang yang berpuasa hingga berbuka,
dan doa orang yang terdzhalimi (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad,
dishahihkan oleh Ibnul Mulaqqin, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah,
sebagian Ulama menghasankannya berdasarkan penguatan dari jalur lain)
Kedekatan Allah dengan HambaNya
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
Dan jika hambaKu bertanya kepadamu (wahai Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat…(Q.S al-Baqoroh:186)
Allah sangat dekat dengan hambaNya meski
Dia berada di puncak ketinggian. Allah sangat dekat dengan hambaNya,
karena Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, Maha Berkuasa, Maha
Mengetahui segala perbuatan hambaNya.
Allah dekat, akan selalu menjawab doa
atau dzikir seorang hamba, meski hamba itu mengucapkan dengan kalimat
yang sangat lirih tak terdengar oleh orang lain di sekelilingnya.
مَنْ
قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاللَّهُ أَكْبَرُ صَدَّقَهُ رَبُّهُ
فَقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا وَأَنَا أَكْبَرُ وَإِذَا قَالَ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ قَالَ يَقُولُ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنَا وَحْدِي وَإِذَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيكَ لَهُ قَالَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا وَحْدِي لَا شَرِيكَ
لِي وَإِذَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ قَالَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا لِيَ الْمُلْكُ وَلِيَ
الْحَمْدُ وَإِذَا قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا حَوْلَ وَلَا
قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا وَلَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِي
Barangsiapa yang mengucapkan: Tidak
ada sesembahan yang haq kecuali Allah dan Allah Yang Paling Besar.
Tuhannya akan membenarkan ucapan itu dan berfirman: Tidak ada sesembahan
(yang haq) kecuali Aku dan Akulah Yang Paling Besar. Jika hamba itu
mengucapkan : Tidak ada sesembahan (yang haq) kecuali Allah
satu-satunya, Allah akan berfirman: Tidak ada sesembahan (yang haq)
kecuali Aku satu-satunya. Jika hamba itu mengucapkan: Tidak ada
sesembahan (yang haq) kecuali Allah satu-satunya tidak ada sekutu
bagiNya, Allah akan berfirman: Tidak ada sesembahan (yang haq) kecuali
Aku tidak ada sekutu bagiKu. Jika hamba itu mengucapkan: Tidak ada
sesembahan (yang haq) kecuali Allah, hanya bagiNyalah kekuasaan dan
pujian, Allah berfirman: Tidak ada sesembahan (yang haq) kecuali Aku,
hanya bagiKu-lah kekuasaan dan pujian. Jika hamba itu mengucapkan: Tidak
ada sesembahan (yang haq) kecuali Allah dan tiada daya dan kekuatan
kecuali (atas pertolongan) Allah, Allah berfirman: Tidak ada sesembahan
(yang haq) kecuali Aku dan tiada daya dan kekuatan kecuali (atas
pertolongan) Ku (H.R atTirmidzi, Ibnu Majah, dishahihkan al-Albany)
Demikian juga saat seorang hamba membaca al-Fatihah, setiap ayat yang dibaca akan dijawab oleh Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi:
قَسَمْتُ
الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا
سَأَلَ فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ الْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي وَإِذَا قَالَ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ قَالَ اللهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي وَإِذَا قَالَ
مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي َوقَالَ مَرَّةً
فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي فَإِذَا قَالَ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ
نَسْتَعِيْنُ قَالَ هذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
فَإِذَا قَالَ اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْم صِرَاطَ الَّذِيْنَ
أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّيْنَ
قَالَ هذا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“ Aku membagi AsSholaah
(AlFatihah) antara Aku dengan hambaKu menjadi 2 bagian dan bagi hambaKu
ia mendapatkan yang ia minta. Jika seorang hamba mengucap : Alhamdulillahi Robbil ‘Aalamiin, Allah berfirman : ‘ HambaKu telah memujiKu’. Jika seorang hamba mengucapkan : ar-Rohmaanir Rohiim , Allah berfirman : ‘ HambaKu telah memujaKu. Jika hambaKu mengucapkan : Maaliki Yaumid Diin,
Allah berfirman : ‘HambaKu telah mengagungkan Aku ’, dan kemudian Dia
berkata selanjutnya : “HambaKu telah menyerahkan (urusannya) padaKu.
Jika seorang hamba mengatakan : Iyyaaka Na’budu wa Iyyaaka Nasta’iin, Allah menjawab : Ini adalah antara diriKu dan hambaKu, hambaKu akan mendapatkan yang ia minta. Jika seorang hamba mengatakan : Ihdinasshiroothol Mustaqiim. Shiroothol ladziina an’amta ‘alaihim. Ghoiril maghdluubi ‘alaihim walad dhoolliin
Allah menjawab : Ini adalah untuk hambaKu, dan baginya apa yang ia minta (H.R Muslim)
Rasakanlah kedekatan Allah ini ketika
kita berdzikir dan berdoa. Rasakanlah bahwa Allah menjawab seruan kita
dalam dzikir atau doa itu. Berdoalah dengan penuh ketundukan dan suara
yang lirih, tidak dikeraskan.
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan
ketundukan dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang melampaui batas (Q.S al-A’raaf:55)
وَاذْكُرْ
رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ
الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
Dan sebutlah (Nama) Tuhanmu dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai (Q.S al-A’raaf:205)
Pada saat perjalanan perang Khaibar, sebagian Sahabat mengeraskan dzikir takbirnya dengan mengucapkan: Allaahu Akbar Allaahu Akbar laa Ilaaha Illallah. Nabi yang mengetahui hal itu bersabda:
ارْبَعُوا
عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا
إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ
Rendahkanlah suara kalian.
Sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada yang tuli atau tidak ada,
sesungguhnya kalian berdoa kepada Yang Maha Mendengar Maha Dekat, dan
Dia bersama kalian (H.R alBukhari no 3883 dan Muslim no 4873).
Mengeraskan dzikir hanyalah pada
saat-saat disyariatkan untuk mengeraskannya, seperti pada saat talbiyah
haji, takbir setelah dipastikan masuknya bulan Syawwal hingga menjelang
sholat Ied, bacaan keras dzikir sebagai bentuk pengajaran, dan
sebagainya.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berpendapat
bahwa jika Rasul mengeraskan bacaan dzikir setelah selesai sholat, hal
itu sekedar untuk mengajarkan kepada para Sahabat tentang bacaan-bacaan
dzikir yang disyariatkan.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
وَأَحْسَبُهُ إنَّمَا جَهَرَ قَلِيلًا لِيَتَعَلَّمَ النَّاسُ مِنْهُ
Aku mengira bahwasanya Nabi sedikit
mengeraskan bacaan (dzikir selesai sholat) untuk mengajarkan kepada
manusia….(al-Umm (1/127))
Namun, secara asal ucapan dzikir dan doa adalah tidak dikeraskan.
Allah Pasti Menjawab Doa/ Seruan Seorang Hamba
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ…
Aku akan menjawab seruan orang yang berdoa ketika berdoa kepadaKu (Q.S al-Baqoroh:186)
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa
semua doa dari hambaNya pasti dijawab oleh Allah. Karena setiap doa
hamba pasti dijawab oleh Allah, maka tidak akan pernah ada ruginya orang
yang berdoa.
Jawaban Allah terhadap doa seorang hamba bisa dalam bentuk:
- Allah segerakan terkabulnya doa.
- Allah simpan doa itu sebagai perbendaharaan pahala di akhirat
- Allah halangi suatu keburukan atau marabahaya menimpa dia, sesuai kadar yang setara dengan permintaan yang dimintanya. Artinya, dengan adanya doa tersebut, meski tidak secara langsung terlihat hasil seperti yang diminta, ia terhindar dari suatu keburukan dengan sebab doa itu.
Salah satu dari ketiga hal itu bisa
tercapai jika seseorang berdoa dengan doa yang tidak mengandung dosa
atau memutuskan silaturrahmi.
مَا
مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ
رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ إِمَّا أَنْ
تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ
وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا قَالُوا إِذًا
نُكْثِرُ قَالَ اللَّهُ أَكْثَرُ
Tidaklah seorang muslim berdoa
dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa atau memutuskan silaturrahmi
kecuali Allah akan beri salah satu dari 3 hal: Bisa saja Allah
segerakan terkabulnya doa, atau Allah simpan sebagai perbendaharaan
pahala di akhirat, atau Allah palingkan darinya keburukan semisal (yang
diminta dalam doa). Para Sahabat berkata: Kalau begitu, kami akan
memperbanyak (doa). Rasul bersabda: Allah lebih banyak lagi (H.R
atTirmidzi, Ahmad, dishahihkan oleh al-Hakim dan dinyatakan bahwa
sanad-sanadnya jayyid(baik) oleh al-Bushiry)
……insya allah bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar