Radio Muwahiddin

Minggu, 30 Juni 2013

Kisah al-Qadhi Syuraih dengan istrinya


Diriwayatkan bahwa pada suatu hari Al-Qadhi Syuraih datang kepada Al-Imam Asy-Sya’bi Rahimahullah. Asy-Sya’bi menanyakan keadaan rumah tangganya, Syuraih pun menjawab, “Selama dua puluh tahun aku belum pernah melihat istriku berbuat sesuatu yang membuatku marah.” Asy-Sya’bi Rahimahullah penasaran dengan bertanya lagi, “Bagaimana bisa demikian?” Syuraih menjawab,”Sejak malam pertama aku masuk menemui istriku, aku melihat kemolekan yang menggiurkan dan kecantikan tiada tanding. Maka aku katakan pada diriku sendiri, aku akan bersuci dan shalat dua raka’at sebagai rasa syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika aku salam, aku dapati istriku ikut shalat bersamaku dan mengucapkan salam bersama dengan salamku. Setelah rumah sepi dari tamu dan kawan, aku berdiri menghampirinya dan kuulurkan tanganku kepadanya. Ia pun mengatakan, “Sabarlah wahai Abu Umamah, tetaplah dalam posisimu.” Lantas ia mengatakan, “Alhamdulillah, aku memuji-Nya, meminta tolong kepada-Nya. Dan aku bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya.
 
Sesungguhnya aku ini adalah perempuan asing bagimu. Dan aku tidak mengetahui akhlakmu. Jelaskanlah kepadaku apa yang engkau sukai maka aku akan kerjakan dan apa yang tidak engkau sukai akan aku tinggalkan. Sesungguhnya di lingkunganmu banyak wanita-wanita yang bisa engkau nikahi dan juga di lingkunganku banyak lelaki yang sekufu’ (sepadan) denganku. Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menakdirkan perkara ini dan pasti itu terjadi. Anda telah memilikiku maka berbuatlah apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan, pegang dengan baik atau lepaskan dengan baik pula. Aku telah katakan, dan dalam hal ini aku mohon ampunan untuk diriku dan dirimu juga.
Syuraih mengatakan, “Demi Allah wahai Sya’bi, dia sangat membutuhkan sepatah kata dariku dengan tema yang seperti itu pula. Maka aku berkata, “Alhamdulillah, aku memuji-Nya, meminta tolong kepada-Nya. Dan aku bershalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Setelah itu, Sesungguhnya engkau telah mengucapkan suatu kalimat yang jika engkau konsisten dengan kalimat tersebut maka berarti engkau akan mendapat bagianmu. Jika engkau meninggalkannya maka hal itu menjadi bumerang bagimu. Aku suka ini dan itu, aku benci ini dan itu. Kebaikan yang engkau lihat maka sebarkanlah dan kejelekan yang engkau lihat maka tutupilah.” Ia berkata, “Apakah engkau senang terhadap kunjungan keluargaku?” Aku menjawab, ”Aku tidak suka keluargamu terlalu sering berkunjung yang membuatku bosan.” Ia mengatakan, “Siapakah tetangga yang engkau bolehkan untuk masuk rumahmu maka aku akan izinkan untuk masuk dan siapakah yang tidak engkau sukai?” Aku menjawab, “Bani Fulan adalah kaum yang shalih dan Bani Fulan lainnya adalah kaum yang jahat.”
Syuraih berkata, ”Lalu aku melalui malam tersebut sebagai malam paling nikmat. Setelah satu tahun berlalu aku hidup bersamanya, aku tidak pernah melihat hal yang tidak aku sukai. Pada suatu hari, aku baru pulang dari majlis qadha (pengadilan). Tiba-tiba aku jumpai ada ibu mertuaku di rumah. Ia bertanya kepadaku, “Bagaimana engkau memandang istrimu?” Aku menjawab, “Dia wanita yang paling baik.” Ia mengatakan, “Demi Allah, tidaklah seseorang memelihara di rumahnya sesuatu yang lebih jahat dari pada perempuan yang manja. Maka didiklah semaumu dan berilah pelajaran sekehendakmu.”
Lantas setelah keluarga ini berlangsung lama, Syuraih menuturkan, “Aku tinggal bersamanya selama dua puluh tahun dan aku tidak pernah memberinya hukuman kecuali satu kali. Itupun karena aku yang zalim kepadanya.”
sumber: http://ziyyaziyya.blogspot.com/2010/09/kisah-al-qadhi-syuraih-dengan-istrinya.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."