Adab-Adab Ketika Tidur
--------------------------------------------------------------------------------------
Penulis Al-Ustadz Abu Muawiah
Makruh tidur dengan tengkurap
Dari Thakhfah Al-Ghifari -radhiallahu ‘anhu-, salah seorang diantara ashhabush shuffah (para sahabat yang tinggal di Masjid Nabawi) berkata: “Aku tidur di masjid pada akhir malam, kemudian ada orang yang mendatangiku sedangkan aku tidur dengan posisi tengkurap. Kemudian ia menggerakkanku dengan kakinya, dan berkata: “ Bangunlah dari tengkurapmu, karena tidur yang demikian adalah tidurnya orang-orang yang dimurkai Allah.”
Kemudian aku angkat kepalaku, maka ketika kulihat ia adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka akupun kemudian bangkit.”[1]
Dalam riwayat Ibnu Majah dengan lafazh:
“Ada apa denganmu sehingga tidur dengan posisi seperti ini (tengkurap), tidur seperti ini adalah tidurnya orang yang dibenci atau dimurkai Allah -Subhanahu wa Ta`ala-.”
Hadits ini jelas merupakan larangan untuk tidur dengan tengkurap. Dan Allah -Subhanahu wa Ta`ala- sangat membencinya, dan setiap perbuatan yang Allah -Subhanahu wa Ta`ala- membencinya maka hendaklah sesuatu itu ditinggalkan. Adapun sebab dibencinya tidur tengkurap ini diterangkan dalam hadits dari Abu Dzar -radhiallahu ‘anhu-, ia berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di sisiku sementara aku sedang tidur tengkurap, maka beliau kemudian menggerakkan badanku dengan kaki beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersabda: ‘Wahai Junaidab, sesungguhnya hanyalah tidur seperti ini adalah tidurnya penghuni neraka’.”[2]
Dengan hadits ini pula semakin jelas bahwa sebab dibencinya tidur tengkurap adalah karena menyerupai tidurnya para penghuni neraka. Wallahu a`lam.
Dibencinya tidur diatas teras atas rumah tanpa adanya batu pembatas
Dalam hal ini diterangkan pada hadits dari Ali bin Syaiban radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang tidur dengan atas rumahnya tanpa pembatas[3], maka lepaslah penjagaan atasnya.”
Dalam riwayat Ahmad disebutkan:
“Barang siapa yang tidur dengan tanpa sesuatu pembatas (penutup) pun, lepaslah penjagaan atasnya….”[4]
Berkata Fadhlullah Al-Jailani : … bahwasanya diharuskan bagi manusia agar tidak melalaikan dalam memberi perhatian terhadap sebab-sebab yang umum untuk memberi manfaat baginya dan menghalau segala sesuatu yang membahayakannya. Hadits ini merupakan dalil akan ulasan itu. Jadi siapa saja yang tidur diatas teras atas rumahnya tanpa penghalang berarti dia telah melalaikan dalam memberi perhatian terhadap sebab-sebab yang telah umum tersebut untuk menghindari segala macam hal yang membahayakan. Orang yang tidur kadang berbalik dalam tidurnya dan terkadang bangun dan pengaruh tidur masih dominan pada dirinya, lalu kemudian dia hendak berjalan keselain jalan yang semestinya sehingga menyebabkan dia terjatuh.
Maka sepantasnya baginya untuk menjaga diri dari sebab-sebab yang telah berlaku umum, agar tidak tidur pada tempat yang demikian. Ketika telah tidur maka sesungguhnya dia telah menyodorkan dirinya sendiri untuk terjungkal jatuh, hingga diapaun terjatuh. Maka barangsiapa yang menjalankan sebab-sebab umum tadi lalu menyebut nama Allah dan kemudian berbaring maka dia telah ada dalam penjagaan Allah -Subhanahu wa Ta`ala-, bisa jadi Allah -Subhanahu wa Ta`ala- akan menjaganya dan bisa jadi Allah -Subhanahu wa Ta`ala- akan memberi pahala keadanya dengan terhadap kesalahan-kesalahannya atau untuk mengangkat derajatnya. Apabila dia tertimpa dengan suatu musibah yang menyebabkan kebinasaannya setelah ia melaksanakan sebab-sebabnya maka dia tergolong mati syahid. Sebagaimana didapatkan ia mati tertimpa bangunan atau tenggelam dan yang semisal dengan keduanya.
Sementara siapa saja yang melalaikan hal tersebut setelah diberi kelapangan untuk mengupayakannya maka dia tidak berada dalam penjagaan Allah ‘azza wajalla. Apabila Allah -Subhanahu wa Ta`ala- menimpakan musibah baginya dia tidak mendapat pahala, dan jika dia celaka dan meninggal dia juga tidak menjadi mati syahid. Bahkan ditakutkan ia dimasukkan dalam kategori bunuh diri. Wallahu A`lamu bish-shawaab.[5]
Doa-doa ketika bangun dari tidur.
Disyariatkan ketika terbangun dari tidur untuk berdoa dan membaca ayat-ayat dari Al-Qur`an. Dan kami akan persembahkan kepada anda beberapa doa, di antaranya:
Barangsiapa yang terbangun di waktu malam, maka hendaklah ia mengucapkan:
“Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dengan benar selain Allah. Tidak ada sekutu baginya. Dialah yang memiliki kekuasaan dan segala puji hanya bagi Allah….”
Dari hadits Ubadah bin Ash-Shamit -radhiallahu ‘anhu- dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang terbangun[6] dari tidurnya di malam hari, ucapkanlah:
‘Tidak ada Illah yang berhak di sembah dengan benar selain Allah. Tidak ada sekutu baginya dan Dialah yang memiliki kekuasaan dan pujian dan Dia berkuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah. Maha Suci Allah, Tidak ada Illah yang berhak disembah dengan benar selain Allah. Allah Maha Besar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah -Subhanahu wa Ta`ala-.” Kemudian berdoalah: ‘ Ya Allah, ampunilah aku.” Atau berdoa. niscaya Allah akan kabulkan baginya, maka jika ia berwudhu kemudian shalat, maka akan diterima shalatnya saat itu.”[7]
Membaca sepuluh ayat terakhir dari Surat Ali Imran.
Diterangkan didalam hadits dari Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhuma- berkaitan ketika beliau bermalam dirumah bibinya Maimunah. Ibnu Abbas -radhiallahu ‘anhuma- berkata: “Sampai ketika pada pertengahan malam atau sebelumnya sedikit atau sesudahnya sedikit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terbangun dan duduk kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengusap wajahnya dan tangannya kemudian beliau membaca sepuluh ayat terakhir dari Surat Ali Imran, kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dan beranjak ke tempat wudhunya dilanjutkan dengan melaksanakan shalat… al-hadits.[8]”
Membaca doa
“Segala puji hanya bagi Allah yang telah menghidupkan aku setelah mematikannya dan kepadaNya lah kami akan dibangkitkan.”
Datang dari hadits Hudzaifah bin Al-Yaman -Radhiallahu ‘anhu-, berkata:
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak beristirahat di tempat tidurnya beliau berdoa:
‘Dengan nama-Mu Ya Allah aku mati dan dengan nama-Mu pula aku hidup.’ Dan jika beliau bangun beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:
“Segala puji hanya bagi Allah yang telah menghidupkan aku setelah mematikannya dan kepadaNya lah kami akan dibangkitkan.”[9]
***
Sumber :
http://al-atsariyyah.com/?p=542#more-542
[1] . HR. Al-Bukhari, dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 1187, dishahihkan Al-Albani -Rahimahullah-, no. 905, Ibnu Majah, no. 3723, dan dalam Ahmad, no. 7981, dan At-Tirmidzi, no. 2768 dari hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu-.
[2] . Hr. Ibnu Majah, no. 3724 dan dishahihkan oleh Al-Albani -Rahimahullah-, no 3017.
[3] . Dalam satu riwayat: “Dengan tanpa pembatas” semuanya bermakna sama, yaitu bermakna penutup, pembatas. Seperti tembok pembatas maupun selainnya yang menghalanginya dari terjatuh. Lihat Syarh Al-Adab Al-Mufrad (2/601).
[4] . HR. Al-Bukhari, dalam kitab Al-Adab Al-mufrad, no. 1192, dan dishahihkan oleh Al-Albani -Rahimahullah-, dengan no. 908, Ahmad, no. 20225, dan Abu Daud, no. 5041.
[5] . Syarh Al-Adab Al-Mufrad, 1/601.
[6] . Dlam kamus Al-Lisaan: Ibnul Atsir menyebutkan dalam Kitab An-Nihayah, (terbangun) beliau berkata: maksudnya: (ta’arra)barangsiapa yang terbangun dari tidurnya atau terbangun. (4/92). Dalam bahasan: تعر
[7] . HR. Al-Bukhari, no. 1154, At-Tirmidzi, no. 3414, Abu Daud, no. 5060, Ibnu Majah, no. 3878, dan Ad-Darimi no. 2687.
[8] . HR. Al-Bukhari, no.183, Muslim, no. 723, Ahmad, no. 6125, An-Nasa`i no. 1620, Abu Daud, no. 58, dan Malik no. 627.
[9] . HR. Al-Bukhari, no. 6312, Ahmad, no. 22760, At-Tirmidzi, no. 2417, dengan lafadh: “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan jiwaku.” Abu Daud, no. 5049, Ibnu Majah, no. 3880, dan Ad-Darimi, no. 2686.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar