Meneladani Kisah
Asy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi rahimahullah Bersama Ahlul Ahwa’
Asy-Syaikh Khalid bin Abdurrahman bin
Zaki Al-Mishri meriwayatkan dari Asy-Syaikh Abdul Wahid bin Hadi Thalibi
Al-Madkhali hafizhahumallah di awal pelajaran beliau sepulang dari
melaksanakan haji tahun 1433 H belum lama ini:
Asy-Syaikh Abdul Wahid berkata: “Kami
melaksanakan haji beberapa tahun silam bersama orang tua kita yaitu
Asy-Syaikh An-Najmi -Ahmad bin Yahya An-Najmi-, ketika kami sedang di
Mina di dalam kemah dan kami berada di dekat Asy-Syaikh An-Najmi
-Asy-Syaikh bagi yang tidak mengenalnya, saya katakan; dahulu Asy-Syaikh
Ibnu Baz menyebut beliau sebagai mufti wilayah selatan (Arab Saudi
-pent) yaitu di Jazan dekat perbatasan negara- ketika kami sedang
duduk-duduk, datanglah Aidh Al-Qarni bersama murid-muridnya. Mereka
masuk ke tempat kami lalu Aidh Al-Qarni mencium tangan dan kepala
Asy-Syaikh Ahmad serta memuji beliau dengan pujian yang besar. Dia
mengatakan: “Wahai syaikh kami, demi Allah kami mencintai Anda karena Allah. Anda termasuk ulama Ahli Hadits dan Fikih.” -karena
memang Asy-Syaikh An-Najmi memiliki perhatian besar di dalam bidang
hadits dan fikih, dan beliau menggabungkan dua ilmu ini- Dia memuji
Asy-Syaikh dengan pujian yang besar lalu duduk. Dia berkata kepada
beliau: “Wahai syaikh kami, kami memuliakan Anda dan menganggap Anda sebagai Imam, Ahli Fikih, Ulama dan AhliHadits. Tetapi disampaikan kepada saya dari sebagian murid-murid Anda bahwa Anda telah mencela saya.” -Lihat
pujian yang besar ini; Muhaddits, Faqih, Imam, Orang tua, Allamah.
Maksudnya pujian yang maa syaa Allah- Maka Asy-Syaikh An-Najmi berkata
kepadanya: “Siapa engkau?!” Dia menjawab: “Saya Aidh Al-Qarni.”
Suara Asy-Syaikh Khalid bisa didownload di:
Sumber:
Diantara faidah yang bisa dipetik (namun tidak terbatas) dari kisah di atas:
1. Diantara sifat hizbiyyun adalah mencari-cari alasan (pembenaran) untuk membela kesesatannya, terkhusus di hadapan ulama, seperti (namun tidak terbatas dengan perkataan): “Saya tidak bermaksud demikian.”
2. Kesalahan tetap dibantah walaupun pelakunya tidak bermaksud melakukan kesalahan.
3. Orang yang membantah kesalahan tidak disyaratkan harus mengenal atau pernah melihat pelakunya.
4. Menasehati bukan merupakan syarat sebelum membantah kesalahan.
5. Kesalahan yang telah tersebar baik berupa perbuatan, ucapan atau tulisan maka boleh dibantah secara terang-terangan.
6. Wajibnya mengumumkan taubat dari kesalahan yang dilakukan secara terang-terangan, terlebih jika pelakunya adalah orang yang didengar ucapannya atau dijadikan panutan, tujuannya agar orang yang mengikutinya meninggalkan kesalahan tersebut dan agar orang lain yang masih melakukan kesalahan itu tidak bisa lagi menjadikannya sebagai dalih.
7. Orang yang bertaubat dari kesalahan terpuji dan tidak boleh dicela atau diungkit-ungkit masa lalunya, bahkan dia mendapatkan pahala dan kemuliaan di sisi Allah jika dia ikhlash.
8. Sikap tegas Ahlul Haqq terhadap siapa saja yang menyimpang serta tidak bersikap basa-basi.
9. Hizbiyyun mengaku memuliakan ulama atau berlindung di balik ulama yang terkadang tidak tahu keadaan mereka yang sebenarnya, namun mereka menyelisihi jalan mereka. (wallahu a’lam -pent)
sumber: http://tukpencarialhaq.wordpress.com/2012/11/29/kisah-teladan-asy-syaikh-an-najmi-bersama-aidh-al-qarni/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar