Berlaku Jujur Dalam Menerima
Kebenaran
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah
Dalam kitab shahih Bukhori dan Muslim disebutkan sebuah
hadits yang tsabit dari ibnu Mas'ud Radhiallahu'anhu dari Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam bahwa beliau Shallallahu'alaihi wasallam
bersabda,
عن ابن مسعودرضى اللّه عنه عن النّبىّ قال : إنّ الصّدق
يهدى إلى البرّ، وانّ البرّيهدى إلى الجنّة، وإنّ الرّجل ليصدق حتى يكتب عنداللّه
صدّيما، وإنّ الكذب يهدى إلى الفجور، وإنّ الفجوريهدى إلى النّار، وإنّ الرّجل
ليكذب حتّى يكتب عنداللّه كذّابا (متفق عليه)٠
"Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan
kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu bertindak jujur sehingga ia
di tulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu
membawa kepada kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang akan
selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Nabi Shallallahu'alaihi wasallam telah menerangkan bahwa
kejujuran adalah watak dasar yang dapat membuahkan kebaikan, sedangkan kedustaan
akan mewujud sebagai kejahatan. Dan sungguh Allah Tabaroka wata'ala
berfirman
إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي
جَحِيمٍ
"Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti
benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, dan sesungguhnya
orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka." (Al Infithar:
13-14)
Oleh karena itu, jika mengehdaki para muridnya bertaubat
dan menyukai supaya mereka tidak lari dan letih hatinya (jenuh, -ed.),
sebagian masyayikh memerintahkan untuk berkata benar (jujur). Karena itu pula
para ulama dan imam banyak menekankan soal kejujuran dalam pembicaraan mereka.
Sampai-sampai mereka mengatakan, "katakanlah kepada orang-orang yang tidak
berlaku jujur janganlah ia mengikuti aku."
Mereka juga mengatakan, "kejujuran adalah pedang Allah
Ta'ala yang ada di muka bumi. Tidaklah ia diletakkan di atas sesuatu melainkan
ia akan memotongnya."
Yusuf ibnu Asbath Rahimahullahu Ta'ala dan ulama lainnya
berkata, "tidaklah seorang hamba berlaku jujur kepada Allah Ta'ala kecuali Allah
Tabaroka wata'ala akan berbuat (baik) kepadanya." Pernyataan semacam ini cukup
banyak.
Kejujuran dan keikhlasan merupakan realisasi nilai
keimanan dan keislaman. Karena orang yang berpenampilan sebagai orang Islam
terbagi dalam dua kelompok; (yaitu) orang mukmin dan orang munafik. Namun yang
membedakan keduanya adalah kejujuran. Hal itu sebagaimana yang telah disebutkan
di dalam firman-Nya,
قَالَتِ الأعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ
قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا
اللَّهَ وَرَسُولَهُ لا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ
غَفُورٌ رَحِيمٌ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah
beriman". Katakanlah (kepada mereka): "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah:
"Kami telah tunduk", karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu dan jika kamu
taat kepada Allah dan Rasul- Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikit pun (pahala)
amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar." (Al
Hujurat: 14-15)
Dan firman-Nya,
لِلْفُقَرَاءِ الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ
دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
وَيَنْصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ هُمُ
الصَّادِقُونَ
"(Juga) bagi para fakir yang berhijrah yang diusir dari
kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah
dan keridaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah
orang-orang yang benar." (Al Hasyr: 8 )
Allah Subhanahu wata'ala telah mengabarkan bahwa
orang-orang jujur (benar) yang dipanggil dengan sebutan iman, mereka adalah
orang-orang yang beriman yang keimanan mereka tidak terselimuti rasa ragu dan
bimbang. Mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah Subhanahu
wata'ala. Itulah perjanjian yang telah diambil dari orang-orang terdahulu dan
orang-orang yang datang kemudian. Sebagaimana firman Allah,
وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا
آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا
مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ
عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ
مِنَ الشَّاهِدِينَ
"Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari
para nabi: "Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah,
kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu,
niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya". Allah
berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang
demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu
saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu"." (Ali
Imran: 81)
Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu berkata, "tidaklah Allah
Ta'ala mengutus seorang nabi pun, melainkan Dia telah mengambil perjanjian
darinya. Jika Allah Ta'ala mengutus nabi Muhammad Shallallahu'alaihi wasallam
dalam keadaan hidupnya, niscaya ia akan beriman dan menolongnya. Kemudian Allah
Ta'ala memerintahkan beliau Shallallahu'alaihi wasallam untuk mengambil
perjanjian dari umatnya agar beriman kepadanya dan
menolongnya."
Dan firman-Nya,
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ
وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ
وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ
اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ
عَزِيزٌ
"Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al
Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami
ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui
siapa yang menolong (agama) Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (Al Hadid:
25)
Allah Subhanahu wata'ala menyebutkan, Dia telah
menurunkan Al Kitab dan timbangan, serta menciptakan besi agar keadilan bisa
ditegakkan. Dan agar Allah Subhanahu wata'ala mengetahui orang-orng yang
menolong-Nya dan Rasul-Nya. Oleh karena itu tegaknya agama ini adalah dengan
kitab yang membimbing dan pedang yang menolong. Cukuplah Rabbmu Azza wajalla
sebagai pembimbing dan penolong sekalipun Al-Kitab dan besi sama-sama sebagai
dua hal yang diturunkan. Bisa jadi salah-satunya turun di tempat yang tidak sama
dengan yang lainnya. Al Kitab (Al Quran) turun dari sisi Allah Azza wajalla,
sebagaimana yang telah Allah Azza wajalla firmankan pada permulaan surat Az
Zumar,
تَنْزِيلُ الْكِتَابِ مِنَ اللَّهِ الْعَزِيزِ
الْحَكِيمِ
"Kitab (Al Qur'an ini) diturunkan oleh Allah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana." (Az Zumar: 1)
Dan firman-Nya pada permulaan surat
Huud,
الر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ
لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
"Alif Laam Raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya
disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi
(Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu," (Huud: 1)
Dan firman-Nya,
وَإِنَّكَ لَتُلَقَّى الْقُرْآنَ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ
عَلِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al Qur'an dari
sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui." (An Naml:
6)
Sedangkan besi diturunkan dari pegunungan, tempat
diciptakannya besi tersebut.
Demikian juga Allah Tabaroka wata'ala telah menggelari
orang-orang yang jujur (benar) dengan panggilan "kebaikan", -yang hal itu
merupakan kumpulan perkara- perkara agama- dalam firman-Nya,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ
الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَالْمَلائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى
حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ
وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ
وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُتَّقُونَ
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat
itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."
(Al Baqarah: 177)
Adapun orang-orang munafik, Allah Tabaroka wata'ala
telah menggelari mereka dengan sifat dusta dalam sekian banyak ayat sebagaimana
firman-Nya,
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta." (Al
Baqarah: 10)
Dan firman-Nya pada permulaan surat Al
Munaafiquun,
إِذَا جَاءَكَ الْمُنَافِقُونَ قَالُوا نَشْهَدُ إِنَّكَ
لَرَسُولُ اللَّهِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِنَّكَ لَرَسُولُهُ وَاللَّهُ يَشْهَدُ
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَكَاذِبُونَ
"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka
berkata: "Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta." Al Munaafiquun: 1)
Dan firman-Nya,
فَأَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِي قُلُوبِهِمْ إِلَى يَوْمِ
يَلْقَوْنَهُ بِمَا أَخْلَفُوا اللَّهَ مَا وَعَدُوهُ وَبِمَا كَانُوا
يَكْذِبُونَ
"Maka Allah menimbulkan kemunafikan pada hati mereka
sampai kepada waktu mereka menemui Allah, karena mereka telah memungkiri
terhadap Allah apa yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena
mereka selalu berdusta." (Taubah: 77)
Ayat-ayat Al Quran yang semacam ini cukup banyak, di
antaranya perkara yang pantas diketahui bahwa kejujuran dan pembenaran berlaku
pada ucapan maupun perbuatan. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits
shahih, nabi Shallallahu'alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu,
كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا
مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ
زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ
الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى،
وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari
zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata zinanya adalah memandang, kedua
telinga zinanya adalah mendengar, lidah (lisan) zinanya adalah berbicara, tangan
zinanya adalah memegang, kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu
berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan lah yang membenarkan atau
mendustakan.”
Dikatakan: mereka memperlakukan musuh dengan benar jika
keinginan mereka untuk perang sungguh terbukti dan benar.
Dan ada pula yang menyatakan: Fulan adalah seorang yang
benar (tulus) rasa cinta, kasih sayang, dan lain-lainnya.
Dengan demikiaan yang dimaksud dengan orang yang benar
(jujur) adalah orang yang jujur dalam hal pengkabaran dan pembicaraannya.
Sedangkan orang munafiq adalah kebalikan dari orang mukmin yang benar
(keimannnya). Ia seringkali berdusta dalam hal pengkabaran dan perkataannya.
Contohnya adalah seorang yang berbuat riya' dalam beramal.
Allah Tabaroka wata'ala berfirman,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ
خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ
وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلا قَلِيلا
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan
Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka
berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia.
Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (An Nisa:
142)
[Disalin dari kitab At Tuhfatul Iraqiyyah yang ditulis
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah, Edisi Indonesia Amalan-Amalan Hati, Penerjemah Abu
Abdillah Salim Subaid, Penerbit Pustaka Ar Rayyan, halaman 18-26, Judul oleh
Admin Sunniy Salafy]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar