I ‘ T I K A F
Adab-adabnya, hal-hal yang dibolehkan ketika i’tikaf, serta pembatal-pembatalnya
Telah kami kami
sebutkan pada pembahasan yang lalu tentang Sepuluh Terakhir Ramadhan dan Lailatul
Qadar dan Mengenali dan Mengamalkan I’tikaf Sesuai
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
Pada kesempatan
kali ini, kami akan menyebutkan beberapa adab yang hendaknya diperhatikan dan
diamalkan oleh para mu’takifin, agar itikaf yang mereka lakukan
benar-benar mendapatkan nilai yang maksimal di sisi Allah subnahahu
wata’ala. Seiring dengan itu kami juga akan menyebutkan hal-hal yang
dibolehkan bagi mu’takif ketika i’tikaf.
Tidak lupa kami
juga menyebutkan pembatal-pembatal i’tikaf, yang jika seorang mu’takif
melakukannya, maka i’tikafnya tidak sah, tentunya dengan harapan agar para
mu’takifin bisa menghindar dan menjauh darinya. Semoga bermanfaat.
Adab-adab I’tikaf
1. Sangat
disenangi bagi seorang mu’takif (orang yang i’tikaf) untuk menyibukkan
dirinya dengan memperbanyak shalat sunnah, qiyamullail, membaca Al-Qur’anul
Karim, dan bersemangat untuk mengkhatamkannya lebih dari satu kali.
2.
Memperbanyak dzikir kepada Allah ta’ala, istighfar, do’a, dan shalawat
atas Nabi yang ini dilakukan bersamaan dengan dzikir-dzikir syar’i yang telah
dituntunkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
3. Seorang
mu’takif hendaknya menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak bermanfaat baginya,
baik berupa perkataan maupun perbuatan.
4. Tidak
banyak bicara (yang tidak bermanfaat), karena seorang yang benyak bicaranya,
akan lebih banyak salahnya.
5. Seorang
mu’takif hendaknya menjauhi segala bentuk jidal (perdebatan) dan
perselisihan. [Al-Mughni karya Ibnu Qudamah]
6. Seorang
mu’takif hendaknya mau mengulurkan tangannya guna membantu para mu’takifin yang
lain.
7. Senantiasa
bersikap tenang, menjaga akhlak yang baik, dan tidak membuat keributan /
mengganggu para mu’takifin yang lain dengan suara yang keras yang bisa
mengganggu tidur mereka atau kekhusyu’an ketika shalat.
8. Seorang
mu’takif hendaknya tidak menjadikan i’tikaf dia sebagai tempat untuk
kumpul-kumpul dan begadang bersama sebagian teman-temannya atau bersama orang
yang mengunjunginya, kemudian mengobrol dalam waktu yang cukup lama. Ini semua
tidak selayaknya dilakukan karena menyelisihi hikmah yang dengannya i’tikaf ini
disyari’atkan.
Hal-hal Yang Dibolehkan Ketika I’tikaf
Para ulama telah
menyebutkan beberapa hal yang dibolehkan bagi para mu’takifin ketika itikaf, di
antaranya:
1. Membuat
kemah di dalam masjid yang dia gunakan untuk menyendiri di dalam beribadah.
Dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ
مِنْ رَمَضَانَ فَكُنْتُ أَضْرِبُ لَهُ خِبَاءً فَيُصَلِّي الصُّبْحَ ثُمَّ
يَدْخُلُهُ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, dan
aku membuatkan kemah untuk beliau, beliau shalat shubuh kemudian
memasukinya.” [HR. Al-Bukhari]
2. Keluar
dari masjid ketika ada kebutuhan, seperti keluar untuk menyediakan makanan dan
minuman, keluar untuk menunaikan hajatnya, berwudhu, dan juga mandi. Dengan
syarat kebutuhan-kebutuhan tadi memang tidak bisa dilakukan di dalam masjid.
3. Boleh bagi
seorang mu’takif untuk bertemu dan duduk bersama istri di dalam kemahnya,
demikian pula boleh untuk menyambut siapa saja yang dating mengunjunginya,
dengan syarat tidak menimbulkan fitnah.
Dari ‘Ali bin
Husain radhiyallahu ‘anhuma:
أَنَّ صَفِيَّةَ زَوْجَ النَّبِيِّ أَخْبَرَتْهُ
أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ تَزُورُهُ فِي اعْتِكَافِهِ فِي الْمَسْجِدِ فِي
الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَتَحَدَّثَتْ عِنْدَهُ سَاعَةً ثُمَّ
قَامَتْ تَنْقَلِبُ أي تعود إلى بيتها وَقَامَ النَّبِيُّ ليَقْلِبهَا أي ليوصلها
إلى بيتها
“Bahwasanya
Shafiyyah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhabarkan kepadanya,
bahwa dia pernah datang mengunjungi Nabi ketika beliau sedang i’tikaf di masjid
pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, kemudian dia (Shafiyyah) berbincang-bincang
dengan beliau beberapa saat, dan kemudian dia berdiri untuk kembali ke rumahnya,
dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengantarkan dia sampai ke rumahnya.”
[HR. Al-Bukhari dan Muslim]
4. Boleh bagi
seorang mu’takif untuk meminang, melakukan akad nikah, dan menjadi saksi nikah
di dalam masjid. Karena i’tikaf itu adalah ibadah yang tidak mengharamkan
(menghalangi dikerjakannya) kebaikan (yang lainnya), maka i’tikaf tidak
mengharamkan (menghalangi) seseorang dari nikah sebagaimana puasa. Demikian pula
karena nikah itu adalah bentuk ketaatan, menghadirinya adalah juga merupakan
bentuk taqarrub. Dan hendaknya itu semua dilakukan dengan tidak terlalu
berlama-lama yang menyebabkan tersibukkannya dari i’tikaf ……
5. Boleh bagi
seorang mu’takif untuk membersihkan badannya, memakai parfum, dan memakai
pakaian yang baik, boleh pula menyisir rambutnya dan juga memotong kukunya.
Dari ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ يُصْغِي إِلَيَّ رَأْسَهُ وَهُوَ
مُجَاوِرٌ فِي الْمَسْجِدِ فَأُرَجِّلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendongokkan kepalanya kepadaku (ketika
aku berada di rumahku yang) bersebelahan dengan masjid. Aku menyisir rambut
beliau dalam keadaan aku sedang haid.” [HR.
Al-Bukhari]
6. Boleh bagi
seorang mu’takif untuk mengadakan halaqah dalam rangka mengajarkan cara membaca
Al-Qur’an atau menghadiri halaqah bacaan Al-Qur’an tersebut, demikian pula
dibolehkan untuk membaca kitab-kitab ilmiah dan menghadiri majelis-majelis para
ulama dan diskusi mereka, atau kegiatan lain yang bisa memberikan manfaat kepada
orang lain.
7. Boleh bagi
seorang mu’takif untuk naik ke atap (lantai paling atas) masjid karena itu masih
termasuk bagian dari masjid.
Beberapa hal yang merusak (membatalkan) i’tikaf
Para ulama juga
telah menyebutkan beberapa hal yang bisa merusak (membatalkan) i’tikaf, di
antaranya:
1. Keluar
dari masjid tanpa ada keperluan yang mendesak.
Dari ‘Aisyah Ummul
Mu’minin radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
السُّنَّةُ عَلَى الْمُعْتَكِفِ أَنْ لاَ يَعُودَ
مَرِيضًا وَلاَ يَشْهَدَ جَنَازَةً وَلاَ يَمَسَّ امْرَأَةً وَلاَ يُبَاشِرَهَا
وَلاَ يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ إِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ
بِصَوْمٍ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِي مَسْجِدٍ جَامِعٍ
“Termasuk
sunnah bagi seorang mu’takif adalah tidak menjenguk orang sakit, tidak
menghadiri jenazah, tidak menyentuh atau bercumbu dengan istri, tidak keluar
dari masjid untuk urusan apapun kecuali memang urusan yang harus diselesaikan
(di luar masjid), tidak ada i’tikaf kecuali dengan puasa, dan tidak ada i‘tikaf
kecuali dilakukan di masjid jami’.” [Shahih Sunan Abi
Dawud, karya Asy-Syaikh Al-Albani] [Al-Mughni]
2. Menggauli
istri.
Para ulama sepakat
bahwa seorang mu’takif jika menggauli istrinya dengan sengaja, maka i’tikafnya
batal dan tidak ada kewajiban menqadha’ i’tikafnya, kecuali jika i’tikafnya
tersebut adalah i’tikaf wajib. Berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي
الْمَسَاجِدِ
“Janganlah kamu
campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid.”
[Al-Baqarah: 187]
3. Murtad
(keluar) dari Islam.
Jika seorang
mu’takif murtad -wal’iyadzubillah-, maka batallah i‘tikafnya,
berdasarkan firman Allah ta’ala:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ
الْخَاسِرِينَ
“Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu.
“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah
kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [Az-Zumar: 65]
Dan dengan
murtadnya itu dia telah keluar dari keadaan dia sebagai seorang mu’takif.
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah]
4. Hilang
akal.
Disebabkan minum
khamr, pingsan, atau gila. Karena berakal merupakan syarat i’tikaf.
5. Junub atau
nifas.
Karena dengan itu
hilanglah syarat thaharah kubra yang juga menjadi salah satu syarat i’tikaf.
[Al-Mughni, karya Ibnu Qudamah]
Terakhir, kami
memohon kepada Allah ta’ala agar Dia menjadikan amalan kita ini sebagai
amalan yang ikhlas untuk mengharapkan wajah-Nya Yang Mulia, dan agar Dia juga
menjadikan amalan ini bermanfaat bagi segenap kaum muslimin di manapun
berada.
وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه
أجمعين
Diterjemahkan dari
sebagian isi http://www.sahab.net/forums/showthread.php?t=371486
sumber: www.assalafy.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar