Pertanyaan :
Assalamu’alaykum, Ana mau tanya beberapa pertanyaan seputar puasa ramadhan:
- Apakah membayar fidyah (orang tua yang sudah renta) harus dibayarnya setiap hari selama bulan ramadhan? kapan waktunya?
- Apakah boleh membayar fidyah di akhir bulan ramadhan/sesudah bulan ramadhan dengan sekaligus?
- Dan bolehkah membayar fidyah dalam bentuk uang? mohon dijelaskan dengan dalilnya ya!
Jazakumullahu khairan
Yasser Afif < …. @yahoo.co.id>
Jawaban :
(dijawab oleh : Abu ‘Amr Ahmad)
a. Membayar fidyah ada dua cara :
Cara Pertama, dibayar secara satu per satu atau bertahap/dicicil. Dengan syarat dia harus sudah melalui / melewati hari yang ia tidak berpuasa padanya. Gambarannya :
- Dia memberi makan kepada satu orang miskin untuk tiap hari yang ia tinggalkan. Misalnya : Dia tidak berpuasa pada hari ke-3, maka pada maghrib hari ketiga tersebut dia memberi makan satu orang miskin. Berikutnya hari ke-4 dia juga tidak berpuasa, maka pada maghrib hari ke-4 tersebut dia memberi makan satu orang miskin. … dst.
- Atau bisa juga dikumpulkan beberapa hari yang ia tinggalkan. Misalnya dia tidak berpuasa hari ke-10 sampai ke-29. Pada hari ke-15 dia bayar fidyah untuk hari ke-10 sampai ke-15. Kemudian pada hari ke-25 dia bayar fidyah untuk hari ke-16 hingga hari ke-25. Lalu pada hari ke-29 ia bayar fidyah untuk hari ke-26 hingga ke-29.
Cara Kedua, dibayar sekaligus. Yaitu setelah ia melalui semua hari yang ia tidak berpuasa padanya, maka ia mengundang orang miskin sesuai jumlah hari yang ia tinggalkan. Misalnya seseorang tidak berpuasa sebulan penuh. Maka dia memberi makan 30 orang miskin.
Shahabat Anas bin Malik radhiyallah ‘anhu ketika beliau sudah lanjut usia dan tidak mampu lagi berpuasa, maka beliau memberi makan 30 orang miskin. (diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 4194. Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa shahabat Anas bin Malik radhiyallah ‘anhu juga pernah membayar fidyah untuk tiap hari yang beliau tinggalkan. (lihat Fathul Bari VII/180).
* Membayar Fidyah boleh dilakukan ketika masih dalam bulan Ramadhan, boleh juga dilakukan di luar Ramadhan. Ketika di luar Ramadhan, boleh dicicil boleh juga sekaligus.
* * *
b. Adapun membayar fidyah dalam bentuk uang, maka hukumnya tidak boleh. Karena dalam nash dalil disebutkan dengan lafazh “memberi makan”. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. (Al-Baqarah : 184)
Seorang ‘ulama ahli fiqh international, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, ketika ditanya dengan pertanyaan serupa beliau menjawab sebagai berikut :
“Wajib atas kita untuk mengetahui salah satu kaidah penting, yaitu bahwa apa yang Allah sebutkan dengan lafazh “Al-Ith’am” atau “Ath-Tha’am” (memberikan makan) maka harus benar-benar ditunaikan dalam bentuk makanan. …. Jadi jika disebutkan dalam dalil dengan lafazh “Al-Ith’am” atau “Ath-Tha’am” (memberikan makan) maka tidak bisa diwakili/diganti dengan dirham (uang). Oleh karena itu orang yang sudah lanjut usia yang berkewajiban memberi makan sebagai ganti dari puasa (yang ia tinggalkan), maka tidak bisa diganti dalam bentuk uang. Walaupun dia membayar dalam bentuk uang senilai dengan harga makanan sebanyak sepuluh kali, maka itu tidak bisa menggugurkan kewajibannya. Karena itu merupakan perbuatan melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh dalil.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin XVII/84).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan :
1. Fidyah untuk orang yang tidak mampu berpuasa boleh dibayarkan setiap hari selama bulan Ramadhan. Waktunya adalah ketika berbuka pada hari yang bersangkutan.
2. Fidyah boleh juga dibayarkan dicicil beberapa hari sekaligus.
3. fidyah boleh juga dibayarkan sekaligus selama satu bulan.
4. Syarat terpenting untuk bisa membayar fidyah adalah sudah terlalui/terlewatinya hari yang ia tidak berpuasa padanya.
5. Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu pernah membayar fidyah dengan satu per satu, pernah juga sekaligus.
6. Bahwa membayar fidyah harus dalam bentuk makanan. Tidak boleh digantikan dalam bentuk uang.
7. Kaidah penting : apa yang Allah sebutkan dengan lafazh “Al-Ith’am” atau “Ath-Tha’am” (memberikan makan) maka harus benar-benar ditunaikan dalam bentuk makanan.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
http://www.assalafy.org/mahad/?p=349#more-349
—————————————————
assalamu’alaikum……
melanjutkan pertanyaan ttg fidyah yg dirilis tgl 29 agustus 2009
maka ingin ana tanyakan adalah :
1. Bolehkah Fidyah dibayar oleh anaknya karena orang tua sudah tua/tidak berpenghasilan
2. Bagaimana menentukan nominal/acuan harga makanan yang kita berikan kepada yang berhak
3. Dalam jwban antum pada fatawa, risalah Ramadhan tgl 29.08.2009 hal-hal dari surat Al-Baqarah:184 …”memberi makan seoang miskin”.
Ingin ana tanyakan bagaimana kriteria orang miskin dimaksud, apakah siapa saja asal miskin tanpa melihat muslin atau tidaknya atau harus orang miskin yang berpuasa.
Ana juga bingung menentukan kriteria orang miskin apakah seperti pemulung, tukang becak, karena mereka-mereka ini tidak jarang walaupun pemulung atau tukang becak tapi sudah mempunyai handphone dll. Apakah ini juga disebut sebagai orang miskin?
mohon penjelasan. Jazakullahu khairan
dieta kurnia …_04@yahoo.com
Jawab :
(dijawab oleh Abu ‘Amr Ahmad)
1. Seorang anak boleh baginya untuk membayar fidyah orang tuanya yang memang sudah tidak mampu lagi membayar fidyah.
Dalam salah satu fatwanya Al-Lajnah Ad-Dai`imah menyatakan tentang seorang yang berkewajiban membayar fidyah :
“Ibumu wajib memberi makan seorang miskin untuk tiap hari yang ia tinggalkan, yaitu sebanyak setengah sha’ makan pokok setempat. Kalau ternyata dia tidak memiliki apa-apa untuk ia bayarkan sebagai fidyah, maka dia tidak dikenai kewajiban apa-apa. Namun jika engkau (sang anak) ingin membayarkan fidyah untuk ibumu, maka yang demikian termasuk perbuatan ihsan (kebaikan/bakti), dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.”
* * *
2. Mungkin yang anda maksud pada pertanyaan kedua ini adalah tentang seberapa jumlah makanan yang dibayarkan untuk fidyah.
Makanan yang kita berikan untuk fidyah adalah ½ sha’ makanan pokok, yaitu sekitar 1,5 kg. Pendapat ini yang dikuatkan oleh sebagian ‘ulama.
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata :
“Para ‘ulama berbeda pendapat tentang berapa kadar makanan yang wajib untuk membayar fidyah. Pendapat yang lebih benar adalah ½ sha’ untuk semua jenis makanan yang biasa diberikan oleh seseorang untuk keluarganya, baik beras, kurma, dan lainnya. Timbangannya menurut satuan kilogram adalah senilai kurang lebih 1,5 Kg. … (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XXIII / 134).
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah berkata :
“Membayar fidyah tidak boleh dengan uang, sebagaimana telah aku sebutkan. Fidyah hanya terwujud dengan memberikan makan yang merupakan makanan pokok setempat. Yaitu dengan memberikan makanan untuk setiap hari yang ditinggalkan sebanyak ½ sha’, dari makanan pokok daerah setempat. ½ sha’ itu kurang lebih sama dengan 1,5 Kg. … .”
Penjelasan yang sama juga difatwakan oleh Al-Lajnah Ad-Da`imah dalam banyak fatwanya. Di antaranya pada fatwa no. 2689 :
” … wajib atasnya untuk memberi makan satu orang miskin untuk satu hari Ramadhan yang ia tinggalkan puasa padanya, sebanyak ½ sha’ biji bur, atau kurma, atau beras, dll yang biasa ia berikan untuk makanan keluarganya. … .”
(ditandantangani oleh Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afifi, Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayyan, dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud).
Dalam fatwa no. 8589, Al-Lajnah Ad-Da`imah menegaskan sebagai berikut :
” … ukuran ½ sha’ adalah mendekati 1,5 Kg beras, biji bur, dan lainnya yang merupakan makanan pokok negerimu. … “
(ditandantangani oleh Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afifi, dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud)
Adapun Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, bahwa ukuran fidyah adalah ¼ sha’ zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
1 sha’ senilai dengan 2 Kg 40 gr = 2040 gr.
¼ sha’ berarti 510 gr.
Inilah ukuran fidyah yang wajib menurut beliau. Jika ditambah dalam rangka ihtiyath maka tidak mengapa. (lihat Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin XX/95).
* * *
3. Tentunya orang miskin yang dimaksud di sini adalah seorang muslim.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ketika ditanya apakah boleh membayarkan fidyah kepada seorang yang bukan muslim (kafir), maka beliau menjawab :
“Adapun apabila seseorang berada di negeri kafir, dan dia berkewajiban membayar fidyah, maka kalau di negeri tersebut terdapat kaum muslimin yang boleh mendapat fidyah, maka boleh memberi makan mereka. Namun kalau tidak ada kaum muslimin maka hendaknya diberikan dengan negeri muslim lainnya yang membutuhkan.”
Adapun tentang apakah harus si miskin tersebut berpuasa ataukah tidak, maka tentunya kita menginginkan bahwa orang yang memakan pemberian kita adalah seorang muslim yang taat kepada agamanya. Bukan seorang yang banyak melanggar larangan agama.
Adapun tentang kriteria miskin, maka perlu dipahami apa pengertian miskin.
Secara bahasa miskin adalah : seorang yang tidak memiliki apa-apa. Berasal dari kata bahasa arab sakana yang artinya ‘diam’. Disifati demikian, karena kondisinya yang tidak memiliki apa-apa membuatnya tidak bisa bergerak dan merasa rendah.
Adapun secara syar’i dijelaskan oleh para ‘ulama sebagai berikut : ِ adalah seorang yang tidak bisa mencukupi semua kebutuhan pokoknya, hanya separo kebutuhan pokok saja yang bisa ia cukupi.
Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan dirinya sendiri dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, meliputi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Jika seseorang dalam satu bulan berpenghasilan 250 ribu, misalnya. Sedangkan kebutuhan dia selama satu bulan 500 ribu, maka orang seperti ini tergolong miskin. Bisa jadi seorang punya handphone, padahal faktanya penghasilan dia tidak bisa mencukupi kebutuhan pokoknya. Maka orang seperti ini tidak berarti dikatakan sebagai orang kaya, dia tetap dikategorikan sebagai orang miskin, meskipun punya handphone. Atau punya barang-barang mewah lainnya, namun fakta kesehariannya penghasilannya tidak bisa menutupi kebutuhan pokok, orang seperti ini pun tetap dikategorikan sebagai miskin. Bisa jadi barang-barang mewah ia yang ia miliki hasil pemberian orang lain, atau dia berhutang, dan lain-lain, bukan dari penghasilannya. Atau bisa jadi karena dia memaksakan diri, padahal beberapa kebutuhan pokoknya terbengkalai.
Kesimpulan :
1. Seorang anak boleh membayarkan fidyah orang tuanya yang sudah renta atau sudah tidak berpenghasilan. Bahkan tanpa sebab sekalipun. Ini sebagai bentuk salah satu bentu ihsan (bakti) sang anak kepada orang tua.
2. Ukuran fidyah adalah ½ sha’ makanan pokok = 1,5 Kg
3. Kriteri orang miskin adalah apabila yang bersangkutan tidak bisa mencukupi kebutuhan pokoknya. Tentunya orang miskin yang muslim dan taat dengan agamanya.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
http://www.assalafy.org/mahad/?p=352#more-352
sumber: http://kaahil.wordpress.com/2009/09/12/tanya-jawab-seputar-membayar-fidyah-puasa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar