Radio Muwahiddin

Minggu, 29 Juli 2012

Hukum Kompas dan Perselisihan Arah Kiblat


Hukum Kompas Pada Penentuan Kiblat


Oleh Al-Ustadz Abu Muawiah


Tanya:
Bismillah. Ustadz, bolehkah menggunakan kompas khusus untuk menentukan arah kiblat agar terhindar dari salah arah? Barakallahu fiik

Ibn Romin Al-Jakarti
021959????

Jawab:


Boleh menggunakan kompas untuk menentukan arah kiblat, karena tidak diragukan bahwa menghadap tepat ke arah kiblat itu yang lebih utama. Hanya saja para ulama menyebutkan bahwa barangsiapa yang tidak melihat ka’bah secara langsung maka dia diperbolehkan untuk hanya menghadap ke arah ka’bah (dalam hal ini barat bagi Indonesia). Kalau demikian keadaannya penggunaan ini kompas ini diperbolehkan akan tetapi tidak diwajibkan.

Adapun jika sebuah masjid sudah dibangun dengan menghadap ke arah barat, lantas ketika diukur dengan kompas ternyata menyimpang beberapa derajat dari arah tepat ka’bah. Apakah kiblat masjidnya harus dirubah ataukah dibiarkan seperti itu?

Jawabannya bisa dilihat di: http://al-atsariyyah.com/?p=168

Perselisihan Mengenai Arah Kiblat

Tanya:
Ada sesuatu yang masih meragukan ana dan teman2 di kantor. Selama ini tempat shalat di kantor itu kiblatnya menghadap ke barat atau seperti umumnya kiblatnya masjid2 di sekitar kantor. Namun, kemarin ada seorang bos yang mempermasalahkan arah itu karena menurutnya kurang tepat arahnya, dia pun menggunakan kompas untuk menentukan arah kiblat. Walhasil, arah kiblat diubah menjadi serong ke kanan dg sudut 30drjt, setelah menggunakan itung2an matematis sudut derajat. Ada sedikit kericuhan, sebagian tidak mau shalat di situ lagi, sebagian masih shalat di situ tetapi menghadap ke arah kiblat (yang lama).

Bagaimana seharusnya kami menyikapi hal ini ustadz? Apakah kami harus mengikuti arah yang dibuat bos itu berdasarkan kompas atau kami shalat seperti biasa dg arah kiblat yang semula? Bukankah kita tidak diwajibkan menggunakan kompas atau alat2 canggih untuk menentukan arah kiblat?
Atas jawabannya kami ucapkan jazakallahu khairan katsiro

Abu maulid, Pondok Gede
antobahasa@yahoo.com

Jawab:
Para ulama menyebutkan bahwa orang yang menghadap ke kiblat tidak lepas dari dua keadaan:
1. Orang yang melihat Ka’bah secara langsung, maka diwajibkan atas orang ini untuk mengarah tepat ke arah ka’bah, tidak boleh melenceng darinya walaupun sedikit. Ini adalah hal yang disepakati oleh kaum muslimin.
2. Adapun jika dia tidak melihat ka’bah secara langsung, maka dia diperbolehkan untuk hanya menghadap ke arah dimana ka’bah berada, walaupun tidak tepat mengarah ke ka’bah. Hal ini berdasarkan hadits Nabi r:

مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ

“Apa yang ada di antara timur dan barat adalah kiblat.” (HR. At-Tirmizi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
Ini bagi yang kiblatnya di utara atau selatan. Adapun bagi yang kiblatnya di timur atau barat (seperti Indonesia), maka semua arah antara utara dan selatan adalah kiblat.
Lihat Ar-Raudhah An-Nadiah (1/258-259)
Maka berdasarkan keterangan di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa permasalahan yang disebutkan oleh penanya bukanlah masalah yang perlu untuk dibesar-besarkan apalagi sampai melahirkan perpecahan, akan tetapi hendaknya kedua belah pihak bias lapang dada menerima perbedaan. Karena barangsiapa yang mengikuti bosnya karena ingin tepat menghadap ke ka’bah maka itu tidak mengapa -walaupun telah kita terangkan bahwa itu tidak wajib-, dan siapa yang sekedar menghadap ke arah ka’bah (barat) juga tidak mengapa berdasarkan hadits di atas. Walapun sepantasnya salah satu dari kedua belah pihak hendaknya ada yang mengalah agar jamaah shalat di tempat tersebut bias bersatu. Apalagi para ulama mengharamkan pembentukan jamaah kedua jika pendorongnya adalah hawa nafsu dan fanatisme golongan, wallahu a’lam.

SUMBER :

http://al-atsariyyah.com/?p=891

http://al-atsariyyah.com/?p=168

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."