Radio Muwahiddin

Senin, 30 Juli 2012

BENARKAH SALAFY WAHABY MEMBATASI JUMLAH ROKAAT TARAWIH HANYA 8 RAKA’AT SAJA? Adakah riwayat dari Ibnu Abbas yang menunjukkan bahwa Nabi sendiri pernah sholat pada bulan Ramadlan 20 rokaat tambah witir?


MENYINGKAP SYUBHAT SEPUTAR TARAWIH

Penulis Al-Ustadz Abu Utsman Kharisman

Muqoddimah

Alhamdulillah, segenap puji hanya untuk Allah Subhaanahu Wa Ta’ala yang menjadikan Ramadlan sebagai bulan penuh keberkahan, ampunan, rahmat, dan kebaikan. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada teladan mulya, Rasulullah Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam yang telah mensunnahkan Qiyaamu Ramadlan dan amalan-amalan ibadah lain yang sarat dengan maslahat dan keberkahan.

Saudaraku kaum muslimin, semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada kita semua…

Salah satu upaya penentang dakwah Ahlussunnah untuk menjauhkan umat dari dakwah yang mulya ini adalah dengan menjauhkan mereka dari para Ulama’ yang sesungguhnya. Penentang dakwah Ahlussunnah tersebut menyematkan gelar-gelar dan penamaan yang aneh dan buruk terhadap orang-orang yang berpegang teguh dengan Sunnah, kokoh di dalam meniti jejak Salafus Sholeh (Salafy).

Penyebutan ‘wahaby’ misalnya, adalah penyebutan yang salah dari sisi bahasa maupun makna. Gelar wahaby disematkan pada orang-orang yang selama ini kokoh di atas Sunnah Nabi untuk mengesankan bahwa mereka adalah orang-orang yang hanya fanatik dan taqlid buta terhadap Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. (untuk mengetahui lebih jauh tentang penisbatan nama Wahaby dan tujuan di baliknya, silakan disimak lebih lanjut artikel yang ditulis al-Ustadz Ruwaifi’ berjudul: ‘Siapakah Wahhabi?’ di http://darussalaf.or.id/stories.php?id=130)

Para Ulama’ Ahlussunnah semisal Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin, Syaikh Sholih al-Fauzan, dan para Ulama’ lain yang semanhaj dengan mereka dianggap sebagai Wahaby. InsyaAllah pada tulisan yang lain akan dijelaskan sisi-sisi lain kesalahan penisbatan nama Wahaby tersebut kepada Ahlussunnah.

Terdapat suatu tulisan pada blog penentang dakwah Ahlussunnah yang berjudul: Fitnah dan Bid’ah Wahaby (Salafy Palsu) di Bulan Ramadhan(1). Tulisan itu menyoroti jumlah rokaat tarawih dan menganggap bahwa Ulama’Ahlussunnah (yang mereka sebut sebagai Wahaby) telah mengada-ada dan membatasi jumlah rokaat tarawih hanyalah 8. Pada tulisan ini insyaAllah akan disingkap kedustaan tuduhan tersebut serta syubhat-syubhat yang terkait dengan sholat tarawih. Hanya kepada Allahlah seharusnya kita bertawakkal, tiada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan dari Allah Subhaanahu Wa Ta’ala.
Syubhat ke-1: Wahaby Membatasi Jumlah Rokaat Tarawih Hanya 8

Disebutkan dalam blog penentang dakwah Ahlussunnah:



“Diantara Fitnah wahhaby dibulan Ramadhan :

1. Wahaby mensyariatkan Shalat Sunnah Tarawih 8 rekaat, padahal tidak ada satupun Imam Madzab Sunni yang mensyariatkan “

Bantahan:

Jika yang dimaksud dengan istilah Wahaby (padahal istilah tersebut salah secara nama, makna, dan penisbatan) oleh mereka adalah para Ulama’ Ahlussunnah seperti yang terhimpun dalam al-Lajnah adDaimah Saudi Arabia (yang pada saat itu dipimpin oleh Syaikh bin Baaz), atau Ulama’ Ahlussunnah lain semisal Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin, maka itu adalah justru tuduhan tanpa dasar.

Para Ulama’ Ahlussunnah tersebut tidaklah memberikan batasan jumlah rokaat pada sholat tarawih dan witir yang biasa dilakukan pada bulan Ramadlan.

Kita bisa menyimak Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah:

صلاة التراويح إحدى عشرة أو ثلاث عشرة ركعة، يسلم من كل ثنتين ويوتر بواحدة أفضل، تأسيا بالنبي صلى الله عليه وسلم، ومن صلاها عشرين أو أكثر فلا بأس، لقول النبي صلى الله عليه وسلم « صلاة الليل مثنى مثنى فإذا خشي أحدكم الصبح صلى ركعة واحدة توتر له ما قد صلى » متفق عليه فلم يحدد صلاة الله وسلامه عليه ركعات محدودة ولأن عمر رضي الله عنه والصحابة رضي الله عنهم صلوها في بعض الليالي عشرين سوى الوتر، وهم أعلم الناس بالسنة

“Sholat tarawih (ditambah witir) sebelas atau tiga belas rokaat, salam pada tiap dua rokaat dan witir dengan satu rokaat adalah paling utama, sebagai bentuk mencontoh Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam. Barangsiapa yang sholat 20 rokaat atau lebih, maka tidak mengapa, berdasarkan sabda Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam: “Sholat malam itu dua-dua rokaat, jika salah seorang dari kalian khawatir masuk Subuh, maka hendaknya ia sholat 1 rokaat yang merupakan witir terhadap sholat-sholat sebelumnya” (Muttafaqun ‘alaih).

Maka Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah membatasi jumlah rokaat (tarawih dan witir) dengan batasan tertentu. Dan karena Umar –semoga Allah meridlainya- dan para Sahabat –semoga Allah meridlai mereka- sholat pada sebagian malam 20 rokaat selain witir, padahal mereka adalah manusia yang paling mengetahui tentang Sunnah” (Fatwa yang merupakan jawaban dari pertanyaan nomor 6148).

Nash-nash AlQur’an ataupun as-Sunnah tidak ada yang menyebutkan istilah tarawih secara khusus. Dalam hadits hanya disebutkan sebagai istilah: ‘qiyaamu Ramadlan’ atau qiyaamul lail pada bulan Ramadlan.

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang qiyaamul lail pada bulan Ramadlan dengan iman dan ikhlas, maka diampunilah dosanya yang telah lalu (Muttafaqun ‘alaih).

Istilah tarawih adalah istilah dari para Ulama’ untuk mengisyaratkan sholat malam yang biasa dilakukan berjamaah pada bulan Ramadlan. Disebut sebagai tarawih karena biasanya dilakukan dalam waktu yang cukup lama, sehingga membutuhkan waktu beristirahat sejenak (تَرْوِيْحَة ( pada setiap 2 kali salam (Lihat Lisaanul ‘Arab (2/462), Fathul Baari (4/294), dan Syarh Shahih Muslim linNawawi (6/39)).

Dalam hal jumlah rokaat tarawih dan witir ini ada 2 kelompok yang keliru. Kelompok pertama, membatasi hanya 11 rokaat dan membid’ahkan kaum muslimin yang sholat lebih dari 11 rokaat. Sebaliknya, kelompok ke-2 adalah yang mengingkari kaum muslimin yang sholat hanya dengan 11 rokaat, dan mengatakan bahwa mereka telah menyelisihi ijma’.

Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin menyatakan:

“Dalam hal ini kita katakan: Tidak boleh bagi kita bersikap ghuluw (melampaui batas) dan meremehkan. Sebagian manusia berlebihan dalam hal berpegang teguh dengan as-Sunnah dalam hal jumlah rokaat. Ia berkata: Tidak boleh menambah jumlah (rokaat) yang telah tersebut dalam As-Sunnah. Dan ia mengingkari dengan pengingkaran yang keras orang-orang yang menambahi jumlah rokaat tersebut dan berkata: sesungguhnya itu adalah dosa dan maksiat.

Yang demikian ini, tidak diragukan lagi adalah salah. Bagaimana bisa dikatakan berdosa dan bermaksiat? Padahal Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang sholat malam, beliau bersabda: “ Dua rokaat-dua rokaat, dan beliau tidaklah membatasi jumlah. Telah dimaklumi bahwa orang yang bertanya kepada beliau tentang sholat malam tidaklah mengetahui jumlah rokaatnya. Karena seseorang yang tidak mengetahui tentang tata caranya, maka tentu lebih tidak tahu tentang jumlah rokaatnya. Penanya tersebut juga bukan pembantu Nabi sehingga kita katakan: ‘sesungguhnya ia tahu apa yang terjadi di rumah beliau’. Maka jika Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan kepadanya tentang tata cara sholat tanpa membatasi jumlah rokaat tertentu, berarti bisa diketahui bahwa dalam masalah ini terdapat keleluasaan. Tidak mengapa bagi seseorang untuk sholat 100 rokaat dan witir dengan 1 rokaat.

Adapun sabda Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam : “Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku sholat”. Ini bukanlah pada keumumannya, sekalipun terhadap mereka. Karena itu mereka tidak mewajibkan manusia untuk witir sesekali dengan 5 rokaat, sesekali dengan 7 rokaat, sesekali 9 rokaat. Kalau kita mengambil keumuman tersebut niscaya kita akan berkata: Wajib berwitir dengan 5 rokaat sesekali, 7 rokaat sesekali, 9 rokaat sesekali secara langsung. Sesungguhnya yang dimaksud adalah: Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat dalam tata cara (kaifiat). Adapun dalam hal jumlah rokaat tidak, kecuali ada nash yang menunjukkan batasannya.

Intinya, semestinya seseorang tidak bersikap keras pada manusia dalam hal yang ada keleluasaan. Sampai-sampai kita melihat sebagian saudara kita yang bersikap keras dalam masalah ini dan membid’ahkan para Imam yang menambah dari 11 rokaat, sehingga mereka keluar dari masjid, dan luputlah dari mereka pahala yang besar, yang disabdakan Rasul shollallaahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa yang shalat bersama Imam sampai Imam tersebut berpaling, maka tercatat ia melakukan qiyamul lail satu malam penuh” (riwayat atTirmidzi). Kadang-kadang mereka duduk jika telah sholat 10 rokaat, sehingga mengakibatkan terputusnya shof dengan duduk mereka. Kadang-kadang mereka berbincang-bincang satu sama lain, sehingga mengganggu orang yang sholat.

“ dan kita tidak meragukan bahwa mereka menginginkan kebaikan, dan mereka berijtihad, akan tetapi tidak setiap orang yang berijtihad benar.

Kelompok ke-2: kebalikan dari itu. Mereka mengingkari orang-orang yang hanya sholat 11 rokaat dengan pengingkaran yang besar.

Mereka berkata: ‘orang-orang itu telah keluar dari ijma’, padahal Allah berfirman (yang artinya): Barangsiapa yang menyelisihi Rasul, setelah jelas baginya petunjuk, dan mengikuti selain jalan orang beriman, kami akan palingkan ia ke arah dia berpaling dan kami akan masukkan ia ke Jahannam, dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali”. Semua orang sebelummu tidak mengetahui (jumlah rakaat tarawih) kecuali 20 rokaat, kemudian bersikap keras dalam masalah ini. Dan ini juga salah. (Syarhul Mumti’ (4/73-75).

Syubhat ke-2: Nabi Sholat Berjamaah Tarawih 8 Rokaat Kemudian Para Sahabat Menyempurnakan (Tambahan) di Rumah-rumah Mereka



Blog penentang dakwah Ahlussunnah tersebut menyebutkan hadits :

أَنَّهُ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ مِن جَوْفِ اللَّيلِ لَيَالِي مِن رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثُ مُتَفَرِّقَةٌ: لَيْلَةُ الثَّالِثِ وَالْخَامِسِ وَالسَّابِعِ وَالْعِشْرِينَ، وَصَلَّى فِي الْمَسْجِدِ، وَصَلَّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيهَا، وَكَانَ يُصَلِّي بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ، وَيُكَمِّلُونَ بَاقِيهَا فِي بُيُوتِهمْ

“Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم keluar untuk sholat malam di bulan Ramadhan sebanyak tiga tahap: malam ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh untuk sholat bersama umat di masjid. Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم sholat bersama mereka sebanyak delapan rakaat, dan kemudian mereka menyempurnakan baki sholatnya di rumah masing-masing.

Bantahan:

Dalam nukilan hadits yang ditulis dalam blog penentang dakwah Ahlussunnah tersebut terdapat kalimat:

وَكَانَ يُصَلِّي بِهِمْ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ، وَيُكَمِّلُونَ بَاقِيهَا فِي بُيُوتِهمْ

“ Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat bersama mereka 8 rokaat, kemudian mereka menyempurnakan sisanya di rumah mereka”.

Pada catatan kaki (nomor 8), dikatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Padahal, jika kita simak dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, tidak ada lafadz semacam itu. Ini adalah kesalahan yang menunjukkan kelemahan mereka dalam ilmu hadits.

Semestinya, dalam riwayat alBukhari dan Muslim disebutkan:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ

Dari ‘Aisyah : Sesungguhnya Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat di masjid pada suatu malam, kemudian sholatlah bersama beliau sekelompok manusia. Kemudian sholat pada malam selanjutnya, sehingga banyaklah manusia. Kemudian pada malam ke-3 dan ke-4 manusia berkumpul, tetapi Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam tidak keluar menuju mereka. Ketika pagi hari beliau bersabda: Aku telah melihat apa yang kalian lakukan. ‘Tidaklah ada yang mencegahku untuk keluar menuju kalian kecuali aku khawatir (sholat malam) diwajibkan bagi kalian’. (Perawi berkata): Yang demikian itu terjadi pada bulan Ramadlan (riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hal perbuatan, riwayat yang menunjukkan jumlah rokaat sholat malam Nabi adalah 11 rokaat, dan ada juga riwayat yang menyatakan 13 rokaat.

Riwayat yang menunjukkan 11 rokaat adalah keadaan yang paling sering beliau lakukan.

عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَيْفَ كَانَتْ صَلَاةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

Dari Abu Salamah bin Abdirrahman yang mengkhabarkan bahwa ia bertanya kepada ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha tentang bagaimana sholat Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pada bulan Ramadlan. ‘Aisyah berkata: Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah menambah pada bulan Ramadlan maupun pada bulan lainnya lebih dari 11 rokaat “ (Muttafaqun ‘alaih).

Riwayat yang menunjukkan 13 rokaat:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِاللَّيْلِ ثَلَاثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً ثُمَّ يُصَلِّي إِذَا سَمِعَ النِّدَاءَ بِالصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ

Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anha beliau berkata: “Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat malam 13 rokaat, kemudian sholat dua rokaat ringan setelah mendengar adzan Subuh” (riwayat al-Bukhari).

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqolaany menyatakan bahwa kedua riwayat itu tidak bertentangan karena bisa jadi (pada yang 13 rokaat) adalah termasuk sholat Sunnah ba’da isya’, atau bisa juga yang dimaksud adalah tambahan 2 rokaat yang ringan dilakukan (Lihat Fathul Baari juz 4 halaman 123).

Sedangkan dalam hal ucapan, beliau hanya menyatakan bahwa sholat malam itu 2 rokaat-2 rokaat tanpa membatasi jumlah rokaat tertentu sebagaimana hadits Mutafaqun ‘alaih.

Syubhat ke-3: Ada riwayat khusus dari Ibnu Abbas yang menunjukkan bahwa Nabi sendiri pernah sholat pada bulan Ramadlan 20 rokaat tambah witir

Dalil yang digunakan adalah hadits:

كَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُصَلِّي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرِ

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam sholat pada bulan Ramadlan dengan tidak berjamaah 20 rokaat dan witir

Bantahan:

Hadits itu lemah karena adanya perawi yang bernama Abu Syaibah Ibrohim bin ‘Utsman, demikian dinyatakan oleh al-Baihaqy (Lihat Talkhiisul Habiir karya Ibnu Hajar al-‘Asqolaany juz 2 halaman 21 dan Nailul Authar karya AsySyaukaany juz 3 halaman 64).

SUMBER :

BANTAHAN TERHADAP SITUS DAN BLOG PENENTANG MANHAJ SALAFY AHLUSSUNNAH

(BAGIAN IX)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."