Thoghut Demokrasi Berbuah Penyakit Jiwa (Bagian
2)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al
Jazairi
(Bagian 2)
Melindungi Diri dari Kehancuran dengan
Mengikuti Al Qur'an dan As Sunnah
Saya berharap dengan membaca judul di atas seseorang
tidak hanya mengiyakan atau membenarkan begitu saja, karena sebenarnya masalah
ini sudah sangat dipahami oleh kaum muslimin sekalipun sebagian dari mereka
memahaminya sekedar teori. Yang saya inginkan adalah agar orang-orang Islam yang
belum mau tunduk dengan ketentuan Al Qur'an dan As Sunnah, padahal mereka
menyaksikan bagaimana orang-orang kafir dan orang-orang munafik bersatu padu
untuk menghancurkan negeri-negeri Islam dan kawasan-kawasan yang dihuni oleh
kaum muslimin. Spanyol dan Palestina telah mereka kuasai dan kini tinggal
kenangan. Bosnia dan Herzegovina sekarang sedang terluka. Memang, kaum muslimin
sekarang ini semakin lemah dan tidak berdaya. Ini disebabkan karena perhatian
mereka terhadap sumber kekuatan mereka sendiri yaitu Al Qur'an dan As Sunnah
berkurang dan menyusut. Akhirnya mereka dihinakan oleh Allah Subhanahu waTa'ala
karena mereka berburuk sangka atau tidak mau mempedulikan Al Qur'an dan As
Sunnah. Mereka menganggap bahwa Al Qur'an dan As Sunnah sangat lemah dan kecil
pengaruhnya bagi (kebahagiaan dan ketenangan) jiwa atau diri pribadi. Mereka
yang tidak menerima seruan tersebut di atas juga beranggapan bahwa dakwah yang
sekarang ini ada di masjid-masjid tidak mampu menggerakkan umat atau sangat
lambat dalam memobilisasi mereka serta sama sekali tidak mampu menyaingi
berbagai media milik orang-orang komunis, Yahudi dan
Nashrani.
Anggapan-anggapan seperti ini -jika di dalamnya ada
kandungan kebenaran- cukuplah para pelakunya mendapat dosa karena mereka
melalaikan perhatian para generasi muda dari kedua wahyu: Al Qur'an dan As
Sunnah, menghafalnya, mempelajarinya, dan mengajarkannya. Bahkan sekalipun
sebahagian dari mereka menghabiskan waktunya untuk mengajarkan agama kepada
orang banyak, akan tetapi sangat jarang mereka itu mengambil satu ayat atau
sepenggal hadits (sebagai dasar atau rujukan) kecuali sekedar untuk tabarruk
(mengharapkan berkah). Jadi, memang anggapan dan sangkaan mereka di atas
menyebabkan mereka meninggalkan Kalaamullah (ayat-ayat Allah) serta
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam.
Demi Allah! Demi Allah! Demi Allah! Demi Allah! Sungguh,
mereka benar-benar khusyu ketika mendengar nasyid-nasyid, tetapi mereka tidak
khusyu ketika mendengar Al Qur'an. Seandainya kita gambarkan, mereka seperti
seekor burung yang tunduk dan khusyu ketika mendengarkan
nasyid.
Di mana orang-orang yang mengajarkan Al Qur'an dengan
tafsir yang berdasar pada riwayat-riwayat hadits? Di mana mereka yang
menghidupkan jalan para salaf dalam memperdengarkan hadits Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam serta tidak memperbanyak mendengarkan ucapan manusia
selain Nabi Shallallahu'alaihi wasallam?
Tidaklah kalian mengetahui bahwa orang-orang kafir tidak
akan mampu mengalahkan kalian selagi kalian mau membaca dua wahyu tersebut?
Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تُطِيعُوا فَرِيقًا
مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ يَرُدُّوكُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ كَافِرِينَ.
وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ
رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengikut sebagian dari orang- orang
yang diberi Al Kitab, karena mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir
sesudah kami beriman. Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal
ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu dan Rasul-Nya pun berada diantara kalian?
Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia
telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Al 'Imran:
100-101)
Dalam ayat yang mulia ini terdapat dua
faedah:
Pertama: Pengikut dua wahyu -Al Qur'an dan As Sunnah- terlindungi dari kekafiran. Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Yakni bahwa kekufuran jauh dari kalian dan kalian terhindar darinya, karena ayat-ayat Allah turun kepada Rasul-Nya, lalu Rasul membacakan serta menyampaikannya kepada kalian siang dan malam." [Tafsir Al Qur'an Al Karim (1/597) cetakan Daar Al Fikr]
Pertama: Pengikut dua wahyu -Al Qur'an dan As Sunnah- terlindungi dari kekafiran. Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Yakni bahwa kekufuran jauh dari kalian dan kalian terhindar darinya, karena ayat-ayat Allah turun kepada Rasul-Nya, lalu Rasul membacakan serta menyampaikannya kepada kalian siang dan malam." [Tafsir Al Qur'an Al Karim (1/597) cetakan Daar Al Fikr]
Kedua: Allah Subhanahu waTa'ala menyebutkan tipu daya
paling berbahaya orang- orang kafir terhadap kaum muslimin yaitu keinginan
mereka untuk mengafirkan kaum muslimin. Allah Subhanahu berfirman pada ayat yang
lain:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ
مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ
مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ
"Sebagian Ahli
Kitab menginginkan agar mereka mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu
beriman karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri setelah nyata bagi
mereka kebenaran." (QS. Al Baqarah: 109)
Seakan-akan Allah berkata: "Betapapun besarnya tipu daya
mereka yang bisa meruntuhkan gunung, Allah Ta'ala berfirman:
وَإِنْ كَانَ مَكْرُهُمْ لِتَزُولَ مِنْهُ
الْجِبَالُ
"Dan
sesungguhnya makar mereka itu sangat besar sehingga gunung-gunung dapat lenyap
karenanya." (QS. Ibrahim: 46)
Meskipun begitu, iman kalian tidak akan runtuh selama
kalian mau membaca dan melaksanakan kandungan Al Qur'an dan As-Sunnah. Hal ini
tidaklah aneh bagi orang yang meyakini bahwa Allah telah menjadikan mata air
kehidupan ada di dalam wahyu. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ
وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
"Wahai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila rasul
menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu." (QS. Al Anfal:
24)
Dan kehidupan yang paling agung dan besar di antara dua
kehidupan, lahir dan batin, adalah kehidupan batin. Dan manusia yang paling baik
adalah yang paling patuh kepada wahyu. Manusia seperti itulah yang paling
selamat dan akan terhindar dari kesesatan. Dengan ini semua (diharapkan) Anda
memahami benar-benar sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا إِنْ
تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتاَبَ اللهِ وَسُنَّتِي، وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى
يَرِدَا عَلَى الْحَوْضِ
"Aku
tinggalkan bagi kalian dua perkara. Kalian tidak akan tersesat bila selalu
berpegang dengan keduanya: Kitabullah dan Sunnahku. Keduanya tidak akan terpisah
sehingga keduanya menemui aku di telaga haudl. (HR. Al Hakim dan Malik. Hadits
ini hasan) [Takhrijya sudah dibahas di depan]
Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiallahu'anhu berkata: "Aku
tidak pernah meningggalkan sedikitpun apa yang diamalkan Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam. Aku kerjakan semua yang pernah dikerjakan beliau,
karena sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan perintahnya, aku akan
binasa." (HR. Bukhari no. 3093 dan Muslim no. 1759)
Lihatlah, bagaimana seorang yang digelari ash shiddiq
(yang benar) dari umat ini khawatir dan takut dirinya menyimpang dari shiraathal
mustaqiim (jalan yang lurus). Dirinya takut kalau-kalau melakukan sesuatu diluar
petunjuk Nabi Shallallahu'alaihi wasallam padahal ia terkenal sangat
berpegang-teguh kepada sunnah Nabinya Shallallahu'alaihi wasallam dari yang yang
paling kecil sampai yang paling besar. Oleh karena itu, bagaimana kalian, wahai
pelaku bid'ahl Bagaimana mata kalian bisa terpejam dengan
tenang?
Padahal telah diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiallahu'anhu bahwa beliau berkata: "Ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam wafat dan Abu Bakar Radhiallahu'anhu menggantikan beliau
Shallallahu'alaihi wasallam sebagai khalifah, di antara suku-suku Arab ada yang
kembali menjadi kafir karena enggan membayar kewajiban zakat. Berkatalah Umar
Radhiallahu'anhu kepada Abu Bakar Radhiallahu'anhu, "Bagaimana mungkin engkau
akan memerangi mereka padahal Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam sendiri
pernah bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوا
الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي
دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِ اْلإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى
اللهِ
"Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan Laailaaha
Wallah. Barangsiapa yang mengucapkan Laailaaha illallah aku lindungi harta dan
jiwanya, kecuali bila ada hak-hak Islam terhadapnya; dan perhitungan amalnya
terserah kepada Allah."
Abu Bakar berkata: "Demi Allah, aku akan perangi
orang-orangyang membedakan antara kewajiban shalat dan zakat. Sesungguhnya zakat
itu hak harta. Demi Allah, seandainya mereka tidak mau memberikan zakat walaupun
seekor anak kambing (betina) yang dahulu mereka mau memberikan kepada Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam (sewaktu beliau Shallallahu'alaihi wasallam masih
hidup), niscaya aku akan perangi mereka karena penolakannya itu. Umar berkata:
"Demi Allah, dalam hal ini aku melihat Allah telah melapangkan dada Abu Bakar
untuk memerangi mereka, maka akupun menyadari bahwa dialah yang benar." (HR.
Bukhari no. 7284 dan Muslim no 32)
Renungkanlah perhatian dan usaha Abu Bakar yang sangat
keras ini dalam rangka menegakkan kewajiban dengan seluruh rinciannya yang
pernah dilaksanakan di zaman Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam sekalipun
dalam hal terkecil. Para rasul 'alaihimus salaam adalah manusia yang paling
mengikuti wahyu. Oleh karena itu, Allah memberi mereka kekuatan untuk menolong
mereka, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Ta'ala:
كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي
"Allah telah
menetapkan: 'Aku dan rasul-rasul-Ku pasti akan menang. '"(QS. Al Mujadalah:
21)
وَلَقَدْ سَبَقَتْ كَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا
الْمُرْسَلِينَ. إِنَّهُمْ لَهُمُ الْمَنْصُورُونَ. وَإِنَّ جُنْدَنَا لَهُمُ
الْغَالِبُونَ
"Dan
sesungguhnya telah tetap janji Kami pada hamba-hamba Kami yang menjadi Rasul,
bahwa mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara
Kami itulah yang pasti menang." (QS.As Shaffaat: 171-173)
إِنَّا لَنَنْصُرُ رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آمَنُوا فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ يَقُومُ الأشْهَادُ
"Sesungguhnya
Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia dan hari berdirinya saksi-saksi." (QS. Al Mukmin: 51) [Lihat: Al Jawabush
Shahihah liman Baddala Diinil Masiih karya Ibnu Taimiyah (2/179) cetakan Daarul
'Ashimah]
Siapa saja yang mengikuti mereka (para rasul) niscaya
akan memperoleh apa yang diperoleh para rasul yaitu kekuatan dan pertolongan
Allah. Allah Ta'ala berfirman kepada Musa dan Harun 'alaihimassalam dan juga
para pengikut keduanya:
أَنْتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا
الْغَالِبُونَ
"Kamu berdua
dan orang-orang yang mengikuti kamulah yang menang." (QS. Al Qashash:
35)
Dan Allah berfirman kepada 'Isa Alaihis salam dan kepada
para pengikutnya:
إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ
وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَجَاعِلُ الَّذِينَ
اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"(Ingatlah)
ketika Allah berfirman: 'Hai 'Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu
kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari
orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikutimu menang atas
orang-orang yang kafir hingga hari Kiamat." (QS. Ali lmron:
55)
Ibnul Qayim rahimahullah berkata: "Karena orang-orang
Nasrani lebih mengikuti para rasul (yang diutus kepada mereka) maka mereka
berada di atas orang-orang Yahudi sampai hari kiamat kelak. Dan karena kaum
muslimin lebih mengikuti rasulnya dibanding orang-orang Nasrani, maka (derajat)
mereka pun lebih tinggi dari orang-orang Nasrani sampai hari kiamat nanti."
[Ighasatul Lahfan (2/197-198) dan lihat Al Jawabash Shahihah
(3/178)]
Ibnu Taimiyah berkata: "Setiap orang yang mengikuti
rasul, Allah akan selalu bersamanya sesuai dengan kadar Ittiba' nya kepada rasul
tersebut. Allah Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ
اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
"Hai Nabi,
cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan orang-orang mukmin yang
mengikutimu." (QS. Al Anfal: 64)
Yakni, cukuplah (Allah) bagimu dan bagi orang-orang yang
mengikutimu. Allah akan mencukupi orang-orang mukmin yang mengikuti rasul.
Inilah makna dari "kebersamaan Allah dengannya. "Dan Jaminan perlindungan secara
mutlak akan diperoleh dengan cara mengikuti rasul secara total. Begitu juga
jaminan akan berkurang manakala seseorang berkurang dalam mengikuti rasul. Dan
tatkala sebagian orang beriman yang menjadi pengikut Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan dari
orang-orang yang memusuhi mereka, maka cukuplah Allah yang akan membela mereka.
Allah akan bersama mereka dan mereka akan mendapatkan bagian dari apa yang
pernah dinyatakan oleh Allah dalam firman-Nya:
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ
مَعَنَا
"Tatkala dia
berkata kepada temannya: 'janganlah kamu bersedih sesungguhnya Allah bersama
kita.'" (QS. At Taubah: 40)
Sesungguhnya hati mereka beserta rasul sekalipun
badannya tidak menyertai. Dan yang pokok disini adalah hati, sebagaimana
disebutkan dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam
beliau bersabda:
وعن ابى عبداللّه جابربن عبداللّه الانصارى ّرضى اللّه
عنهماقال : كنّامع النّبى ّفى غزاةفقال إنّ بالمدينةلرجالاماسرتم مسيراولاقطعتم
وادياالاّكانوامعكم حبسهم المرض ، وفى روايةالاّشركوكم فى الأجر(رواه
مسلم)
"Sesungguhnya
di Madinah ada beberapa orang laki-laki manakala kalian berjalan di suatu jalan
dan kalian melewati lembah-lembah, mereka ikut bersama kalian. Mereka (para
sahabat) bertanya: "Apakah mereka berada di Madinah?" Beliau berkata: "Mereka
berada di Madinah, karena udzur menghalangi mereka (untuk ikut bersama kalian)."
[Al Bukhari (2839) dan Muslim (1911). Dalam Shahih Muslim ada tambahan: "Mereka
akan menyertai kamu dalam pahalanya."]
Maksudnya, hati mereka bersama Nabi Shallallahu'alaihi
wasallam dan para sahabatnya dalam peperangan, sehingga mereka terhitung
menemaninya dalam peperangan. Oleh karena itu, Allah pun bersama mereka secara
maknawi." [Minhajus Sunnah (8/487-488) cetakan Jami'ah Al Imam Muhammad bin
Su'ud]
Sungguh benar apa yang diuraikan oleh Syaikh
rahimahullah. Dalam Al Qur'an disebutkan dalil yang menunjukkan bahwa mereka
menemani Nabi Shallallahu'alaihi wasallam dan para sahabatnya dengan batin
mereka. Buktinya, tatkala mereka menghadap Nabi Shallallahu'alaihi wasallam lalu
meminta agar beliau membawa mereka menuju peperangan, dan ditolaknya karena
beliau tidak memiliki kendaraan untuk membawa mereka, merekapun kembali dengan
hati berguncang dan mata menangis menerima kenyataan itu. Oleh karena itu, Allah
menyebutkan mereka dengan firman-Nya:
وَلا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ
قُلْتَ لا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ تَوَلَّوْا وَأَعْيُنُهُمْ تَفِيضُ
مِنَ الدَّمْعِ حَزَنًا أَلا يَجِدُوا مَا يُنْفِقُونَ
"Dan tiada
(pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu
memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: 'Aku tidak memperoleh kendaraan
untuk membawamu.' Lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata
karena kesedihan disebabkan mereka tidak akan memperoleh apa yang akan mereka
nafkahkan." (QS. At Taubah: 92)
Kemudian Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: "Seandainya
ada seseorang terasing sendirian di sebuah negeri membawa kebenaran dari rasul
sementara tidak ada orang yang menolongnya, maka sesungguhnya Allah akan
bersamanya dan tetap memperoleh bagian dari firman-Nya:
إِلا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ
الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ
لِصَاحِبِهِ لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ
عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ
كَفَرُوا السُّفْلَى وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَاللَّهُ عَزِيزٌ
حَكِيمٌ
"Jikalau kamu
tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu)
ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang
dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia
berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah
beserta kita." Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan
membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan
seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang
tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS. At Taubah:
40)
Barangsiapa menolong Rasul berarti dia menolong
agama-Nya yang didatangkan kepada Rasul kapan saja dan di mana saja. Barangsiapa
yang mendukung tindakan tersebut berarti dia menemaninya secara maknawi. Dan
ketika ia melaksanakan agama tersebut sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu waTa'ala maka Allah Subhanahu waTa'ala akan bersamanya dan bersama
ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam yang
dilaksanakannya. Dan dialah yang kemudian disebut sebagai "pengikut rasul".
Pelindung dari para pengikut rasul ini begitu pula rasul Shallallahu'alaihi
wasallam sendiri adalah Allah, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
Subhanahu waTa'ala:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ
اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
"Hai Nabi,
cukuplah Allah (sebagai pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang
mengikutimu." (QS. Al Anfaal: 64) [Minhajus Sunnah (8/487-488) cetakan Jami'ah
Al Imam Muhammad bin Su'ud]
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu'anhu, dia
berkata: "Suatu ketika Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam melaksanakan
shalat 'Isya, setelah itu beliau pergi. Beliau memegang tangan 'Abdullah bin
Mas'ud dan membawanya ke Bathhaa' Mekah (tempat terbuka di Mekah). Kemudian
beliau mendudukkannya dan membuat garis (di atas gundukan pasir) lalu bersabda:
"Janganlah sekali kali kamu melewati garis ini karena nanti akan datang kepadamu
beberapa orang laki-laki. janganlah kamu berbicara dengan mereka karena mereka
juga tidak akan berbicara kepadamu. "Beliau melanjutkan: "Setelah itu Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam berlalu. Tatkala saya duduk di sisi garis tersebut
tiba-tiba datang beberapa orang laki-laki yang hitam yang sepertinya mereka
berasal dari suku Zuth (suatu kaum dari Sudan alau Habasyah). Rambut dan badan
mereka sama hitamnya. Saya tidak mampu membedakan mana aurat dan mana kulit.
Mereka terhenti di hadapan saya dan tidak mampu melewati garis yang telah dibuat
oleh Nabi Shallallahu'alaihi wasallam. Mereka pun lalu pergi menyusul Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam. Dan ketika malam hampir menjelang subuh (dini-hari)
beliau Shallallahu'alaihi wasallam pun datang dan mendapati saya sedang duduk
(di sisi garis yang beliau buat). Beliau kemudian berkata: "Aku tidak tidur
semalaman." Beliau pun lalu menghampiriku di atas garis batasku, kemudian beliau
meletakkan kepala beliau di atas paha saya dan tak lama kemudian beliau pun
tidur dan beliau mendengkur.
Di saat beliau masih tertidur di atas paha saya
tiba-tiba datanglah beberapa orang lelaki yang berpakaian serba putih dan hanya
Allah Subhanahu waTa'ala yang mengetahui kadar kecantikan atau ketampanan
mereka. Mereka pun berhenti di hadapan saya, lalu beberapa orang di antara
mereka duduk di dekat kepala Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan yang
lain duduk di dekat kaki beliau Shallallahu'alaihi wasallam. Kemudian mereka
berkata kepada sesama mereka: "Kita tidak pernah melihat seorang hamba yang
diberikan karunia kepadanya seperti yang pernah diberikan kepada Nabi ini.
Sesungguhnya kedua matanya terpejam dan tidur sedang hatinya bangun dan terjaga.
Perumpamaan baginya seumpama seorang raja yang mendirikan sebuah bangunan istana
kemudian ia membuat jamuan dan mengundang orang banyak untuk menikmati makanan
dan minuman yang tersedia, maka barangsiapa yang memenuhi undangan tersebut maka
ia (boleh) makan dari makanan yang tersedia dalam jamuan tersebut; begitu pula
ia boleh minum dari minumannya. Dan barangsiapa yang tidak memenuhi undangannya
maka ia akan dihukumnya atau beliau mengatakan: diazabnya."
Kemudian mereka pun terangkat naik (menghilang) dan
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam pun pada saat itu bangun dan terjaga lalu
bersabda kepadaku: "Apakah engkau mendengar apa yang mereka katakan? Dan apakah
engkau mengetahui siapa mereka itu?" "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui,"
jawabku. "Mereka itu adalah malaikat, dan apakah engkau mengetahui apa yang
mereka jadikan sebagai perumpamaan," tanya beliau kembali. "Allah dan Rasul-Nya
lebih mengetahuinya," jawabku. "Perumpamaan yang mereka buat itu adalah: Allah
Ar Rahman Tabaraka wa Ta'ala membangun sebuah istana kemudian Dia mengundang
hamba-hamba-Nya untuk datang ke istana tersebut. Barangsiapa yang memenuhi
undangan-Nya ini maka la akan masuk surga dan barangsiapa yang enggan memenuhi
undangan-Nya ini maka ia akan dihukum-Nya atau diazab-Nya." [Shahih Sunan At
Tirmidzi karya Al Albani nomor 2296]
Nah, anda sudah melihat sendiri dalam kisah yang agung
di atas ketaatan seorang Ibnu Mas'ud Radhiallahu'anhu dalam menjalankan perintah
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam tatkala beliau Shallallahu'alaihi
wasallam memerintahkannya untuk tidak meninggalkan tempat atau garis yang telah
dibuatnya, agar beliau Radhiallahu'anhu terhindar dari kejahatan beberapa orang
yang datang dalam rupa dan bentuk yang sangat buruk dan jelek. Padahal tidak ada
yang menghalangi beliau Radhiallahu'anhu dengan mereka yang datang kepada beliau
itu kecuali hanya sebuah garis yang jika angin datang bertiup maka pastilah
garis tersebut akan hilang dan terhapus. Akan tetapi garis tersebut bukanlah
sembarang garis, ia adalah garis As Sunnah. Barangsiapa yang senantiasa
menjaganya maka cukuplah Allah baginya terhadap apa yang ia rasakan atau yang
menimpanya. Setelah saya jelaskan dalil-dalil tentang keteguhan yang Allah
berikan kepada umat yang mengikuti Rasul dan menolongnya, maka tidak mengapa
kalau saya sebutkan di sini kisah yang turut menguatkan pemyataan akan kedua
karunia Allah Subhanahu waTa'ala di atas. Kisah ini memuat keagungan dan
kemuliaan seorang Abu Bakar Radhiallahu'anhu yang melalui tangannya Allah
Subhanahu wa Ta'ala menjaga dan menolong agama-Nya setelah Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam sendiri.
Abu Hurairah Radhiallahu'anhu pernah berseru: "Demi
Allah yang tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia, seandainya bukan
karena Abu Bakar yang menjadi khalifah (setelah Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam wafat) maka niscaya Allah tidak disembah." Dan beliau Radhiallahu'anhu
pun mengulang ucapannya. Dan tatkala beliau mengulangnya lagi untuk yang ketiga
kalinya seorang sahabat pun berkata kepada beliau: "Sudahlah, wahai Abu
Hurairah!" Abu Hurairah Radhiallahu'anhu dengan serta-merta berkata:
"Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam memberangkatkan pasukannya
di bawah pimpinan Usamah bin zaid Radhiallahu'anhu dengan kekuatan tujuh ratus
pasukan ke negeri Syam, dan tatkala pasukan tersebut tiba di Dzi Khasyab
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam wafat dan suku-suku Arab yang berdiam di
sekitar Madinah kembali menjadi kafir (murtad). Sahabat-sahabat Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam pun sepakat menghadap Abu Bakar Radhiallahu'anhu
kemudian berkata: "Wahai Abu Bakar, perintahkanlah pasukan Usamah untuk kembali
ke Madinah! Mereka sedang menuju ke Syam untuk menghadapi pasukan Romawi padahal
orang-orang Arab di sekitar kota Madinah ini kembali menjadi kafir (murtad
dengan wafatnya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam)."
Abu Bakar Radhiallahu'anhu pun berkata: "Demi Dzat Yang
tidak ada llah selain Dia, seandainya segerombolan anjing mengitari kaki para
isteri Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam maka saya tetap tidak akan
mengembalikan pasukan yang telah diberangkatkan sendiri oleh Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam. Saya tidak akan menurunkan panji-panji yang telah
dipancangkan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam."
Dan beliau Radhiallahu'anhu pun tetap meneruskan pasukan
Usamah. Setiap kali pasukan tersebut melewati kabilah yang ingin murtad, kabilah
tersebut berkata: "Kalau kaum muslimin tidak memiliki kekuatan lagi maka pasukan
seperti ini tidak akan mungkin keluar meninggalkan kota Madinah. Oleh karena
itu, biarkan mereka bertemu dengan bangsa Ruum (Romawi)."
Akhirnya bertemulah dua pasukan tersebut. Setelah
terjadi pertempuran sengit akhirnya pasukan Usamah dapat mengalahkannya dan
menghabisi pasukan Romawi. Mereka pun kembali dengan selamat dan membawa
kemenangan. Orang-orang Arab yang tadinya ingin kembali kafir tetap memeluk
Islam." [7]
Demikian kuat Abu Bakar berpegang teguh dengan Sunnah
dalam kondisi penuh mara bahaya setelah kematian Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam dan ancaman kemurtadan bangsa Arab. Ditambah lagi dengan usulan para
sahabat yang lain yang menginginkan agar beliau memulangkan pasukan Usamah. Akan
tetapi syariat telah dipelajari oleh beliau dari Nabi Shallallahu'alaihi
wasallam. Itulah yang menunjukinya hingga mengantarkan beliau kepada sesuatu
yang mampu memadamkan bibit-bibit kehancuran dan kerugian yang besar.
Ketahuilah, bahwa yang mendorong beliau adalah ketakutan beliau
mengakhirkan atau menunda apa yang telah diputuskan (dilakukan) oleh Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam untuk diberangkatkan atau dilaksanakan. Jadi, hasil
dari keteguhan berpegang dengan sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
adalah kemenangan atas musuh dan keteguhan atau ketetapan dalam menjalankan
Islam.
Perhatian: Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahullah
berkata: "Dan para 'ulama telah menyatakan bahwa kemenangan para Nabi ada dua
macam: Pertama, menang dengan hujjah dan bayan (penjelasan); dan kedua, menang
dengan pedang dan tombak yang hanya dikhususkan bagi orang-orang yang memang
diperintahkan berperang di jalan Allah." [Lihat Adhwaa Al Bayan (1/353) dan apa
yang sesudahnya.]
Oleh karena itu, para ulama pun menetapkan bahwa
orang-orang beriman yang hari ini lemah dan tidak mampu serta tidak
diperintahkan berperang, maka mereka hanya dibebankan atau diberi keringanan
untuk menguasai hujjah-hujjah ilmiah yang (diharapkan dapat) menumbangkan semua
kebatilan dan perseiisihan. Adapun orang-orang dikaruniai kekuatan (al quwwah)
dan kekuasaan (as sulthan) maka diperintahkan untuk menggunakannya sehingga
hujjah-hujjah ilmiah tertopang dengan pedang dan tombak. Dengan demikian hujjah
ilmiah akan menang di segala zaman dan alhamdulillah atas kemenangan
ini.
Ahlu Hadits adalah orang yang paling kuat hujjahnya
karena mereka paling mengerti tentang Al Qur'an sebagaimana dikatakan 'Umar bin
Khattab Radhiallahu'anhu. "Jika manusia mendebat kalian dengan ayat-ayat Al
Qur'an yang mutasyabihat (mengandung makna yang samar), bantahlah mereka dengan
Sunnah, karena sesungguhnya Ahlus Sunnah lebih mengerti tentang Al Qur'an."
[Riwayat Ad Darimi (1/49) dan yang lain dalam Asy Syari'ah (93) dan Ibnu Baihah
dalam Al lbanah Al lman (83) dan lainnya.]
Mereka juga orang yang paling mengetahui tentang
petunjuk Nabi Shallallahu'alaihi wasallam maka mereka adalah orang yang paling
mengikuti Al Qur'an dan As- Sunnah. Oleh karena itu, tidaklah asing menurutku
kalau para 'ulama sepakat tentang menafsirkan Ath Thaifah Al Manshurah (golongan
yang senantiasa mendapat pertolongan) dengan Ahli Hadits dalam sabdanya
Shallallahu'alaihi wasallam:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي
الدِّيْنِ
"Barangsiapa
yang Allah inginkan kebaikan padanya, niscaya Allah akan pahamkan dia akan
agamanya ....dan senantiasa akan ada saw kelompok dari umatku yang dimenangkan
dalam kebenaran.'(HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037) [Lihat Al Jawabush
Shahihah (2/180)]
Tidak tersembunyi lagi bagi orang yang baik dan sehat
pikirannya adanya keterkaitan antara kalimat yang pertama yakni pemahaman agama
dengan kalimat yang lain yakni pertolongan bagi kelompok yang dimenangkan. Hal
itu termasuk sabda Rasul Shallallahu'alaihi wasallam yang jami' (ringkas, tetapi
menyeluruh). [8]
[Diambil dari kitab Sittu Duror min Ushuul Ahlil Atsar,
Penulis Asy Syaikh Abdul Malik Ramadhani Al Jazairi, Penerbit Maktabah Al
Ilmiyah, Judul Asli: Landasan keempat - Kemuliaan Hanya Dapat Dicapai Dengan
limu]
_________
Footnote
Footnote
[7] Al 'Aawasim minal Qawasim karya Ibnul 'Arabi hal
(63), dan lihatlah jika kamu menghendaki lebih luas dalam Tarikh Ath Thabary dan
Sirah Ibnu Hisyam dan Al Imta' karya Makrizi
[8] Lihatlah: Syarhu Ashabil Hadits karya Al Khatib Al Baghdad. Hadits ini dishahihkan oleh Al Albani (270), dan Ahlul Hadits Hum Ath-Thaifah Al Manhuroh An Naajiyah karya Syaikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali.
[8] Lihatlah: Syarhu Ashabil Hadits karya Al Khatib Al Baghdad. Hadits ini dishahihkan oleh Al Albani (270), dan Ahlul Hadits Hum Ath-Thaifah Al Manhuroh An Naajiyah karya Syaikh Rabi' bin Hadi Al Madkhali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar