Thoghut
Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 2)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Aqil
Hafizhahullah
(Bagian 2)
Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ
وَالطَّاعَةِ
"Aku wasiatkan
kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan mendengar dan
taat."
Menakjubkan! Beliau Shallallahu'alaihi wasallam tidak
berkata: "Aku wasiatkan kalian dengan bertauhid dan shalat". Ini termasuk
jawami’ul kalim yaitu ucapan- ucapan yang ringkas dan padat dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ucapan beliau Shallallahu'alaihi wasallam, "Aku
wasiatkan kalian bertaqwa kepada Allah", terkandung di dalamnya melakukan
seluruh apa yang diperintahkan Allah ‘Azza wa Jalla dan meninggalkan segala
larangan-Nya Subhanallahu wa Ta’ala, (termasuk tauhid dan shalat,
pent)
Baik, bukankah termasuk bertaqwa kepada Allah adalah
ta’at kepada penguasa? Ya. Termasuk bertaqwa kepada Allah adalah ta’at kepada
penguasa, karena ia merupakan perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Kenapa Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyendirikannya? Karena pentingnya masalah ini
bagi jama’ah kaum muslimin. Karena barangsiapa merebut kekuasaan dari ahlinya,
akan merusak masyarakat.
Kita contohkan dari kenyataan umat, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah Rahimahullah dalam kitabnya "Minhajus Sunnah An Nabawiyah",
mengumpulkan penyebab- penyebab kelemahan umat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari awal pertama.
Beliau berkata: "Yaitu merebut kekuasaan (dari)
pemegangnya". Dari hari pertama, beliau berbicara tentang kejadian yang terjadi
pada Al Husain ‘alaihi sallam dan terbunuhnya beliau oleh tangan pasukan Yazid
bin Mu’awiyah. Syaikhul Islam berkata: "Apa faedah yang kembali kepada umat
ini?"
Tidaklah kembali kepada umat ini kecuali pertumpahan
darah dan terbunuhnya cucu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau ingin
kembali, tetapi tentaranya menolak. Maka yang terjadi adalah fitnah yang besar.
Kemudian terjadilah peristiwa Harrah [3], darah mengalir di kota Madinah karena
peristiwa Harrah. Dan kemudian setelah itu banyak kejadian. Di antaranya
terbunuhnya Abdullah bin Az Zubair oleh Al Hajjaj. Dia menyalibnya di Makkatul
Mukarammah dan penghancuran Ka’bah. Apa penyebabnya, wahai saudaraku fillah?
Semuanya adalah karena merongrong kekuasaan dari pemegangnya.
Kemudian apa yang terjadi antara kelompok Umawiyyin
(Keturunan Umayyah yang mendirikan Daulah Umayyah), hingga datangnya Abdul Malik
bin Marwan dan mendirikan pemerintahan Daulah Umawiyyin. Kemudian perbuatan kaum
Alawiyyin, setiap hari memberontak, sehingga tertumpahlah darah ratusan ribu
manusia, hingga berhasilnya revolusi Abu Muslim Al Khurasani dan kaum Alawiyyin
memegang pemerintahan yang akhirnya dia juga terbunuh. Kemudian kekuasaan
diambil oleh Abbasiyyun (Keturunan Abbas yang mendirikan Daulah Abbasiyyah).
Kaum Abbasiyyun menghamparkan fitnah pada kaum muslimin dan terbunuhlah ratusan
ribu kaum muslimin di Damaskus.
Dikatakan, kekuasaan berawal ada di tangan kaum
Umawiyyin kemudian pindah ke tangan kaum Abbasiyyin. Dan kaum Umawiyyin
–dikatakan– lebih baik bagi kaum muslimin daripada kaum Abbasiyyin. Kaum
Abbasiyyin mendekati kaum Persia dan membuat-buat kebid’ahan yang banyak, kalau
saja tidak mengada-adakan kecuali ilmu kalam, tentu sudah sangat besar.
Baiklah…..seratus ribu muslim yang terbunuh, di bawah jaminan siapa mereka itu?
Di bawah jaminan siapa? Seratus ribu muslim yang terbunuh. Sedangkan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya memuji perdamaian dan tidak memuji
peperangan/pertikaian. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya cucuku ini adalah pemimpin." (Karena mendamaikan dua pasukan,
pent).
Padahal peperangan itu diikuti Aisyah –dalam Perang
Jamal– Ali, Mu’awiyah, Abu Musa, Abdullah bin Az Zubair bin Awwam, dan
beribu-ribu shahabat lainnya. Mereka semuanya, tidak mendapat pujian dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali terhadap Al Hasan. Padahal pada mereka ada
kebaikan-kebaikan yang agung. Akan tetapi di sini, peranan Hasan lebih agung
dari peranan mereka. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya
cucuku ini adalah pemimpin, dan Allah ‘Azza wa Jalla mendamaikan dengannya
antara dua kelompok dari kaum muslimin yang saling bertikai." (HR. Bukhari, no.
3746, Tirmidzi no. 3773, Abu Daud no. 4662 dan lihat Al Irwa’ no.
1597)
Syaikhul Islam bin Taimiyah Rahimahullah berkata :
"Kenapa manusia marah kepada para penguasa?" Beliau berkata: "Seluruh manusia
marah kepada para penguasa karena dunia, jika mereka diberi dari dunia mereka
ridla, dan jika mereka tidak diberi darinya, maka mereka mencari-cari
kesalahan-kesalahan agama pada penguasa, dan membesar-besarkannya". Kemudian
mereka berkata : "Kami mengingkari kemungkaran". Padahal "cinta dunia" ada di
hati mereka, jika mereka diberi maka mereka diam".
Ini adalah pelajaran tentang sejarah, semoga Allah
memberkahi kalian. Baiklah, beliau rahimahullah berkata bahwa mereka marah
karena dunia. Oleh karena itu para anggota partai-partai sekarang, jika mereka
ingin pengumpulan dana untuk partai-partai mereka, yakni partai-partai agama,
mereka mengumpulkannya dari orang-orang yang memiliki harta riba, para penjual
khamr, orang-orang shaleh, orang-orang jahat, Bergabunglah dengan penguasa! Itu
lebih baik bagi mereka. Baiklah, kenapa kalian berteman dengan mereka? (yakni
ahlu riba, khamr dan lain- lain). Mereka menjawab: "Karena kepentingan dakwah".
Mereka kemudian diam dari kesalahan-kesalahan orang yang makan riba. Mereka diam
tanpa ucapan/teguran terhadap orang yang menjual barang haram dan diam dari
wanita yang berpakaian tapi telanjang, agar mereka menyumbangkan uangnya.
Bagaimanakah pandangan kalian?
Demikian beliau berkata; Tetapi jika mereka melihat
kesalahan para penguasa, mereka membesar-besarkannya Tujuannya adalah dunia.
Demi Allah seandainya kita mengekspresikan ucapan (Syaikhul Islam) itu pada
kenyataan yang menimpa negeri-negeri Islam pada dewasa ini, niscaya kita
menjumpai suatu keajaiban.
Sebagai contoh Somalia. Tidak ada lagi negeri Islam yang
bernama Somalia. Demi Allah kami berjumpa dengan sebagian da’inya di rumah
Syaikh Ubaid dan kami berkata kepada mereka: Bagaimana keadaan kalian? Mereka
berkata : "Wahai sekiranya Ziyad Bari kembali, biarlah dia membunuh seratus
orang muslim setiap hari". Asal tetap ada penguasa kaum muslimin. Mereka berkata
: "Dia zhalim, dia memerintah selama 23 tahun dan membunuh kurang lebih sepuluh
ribu kaum muslimin", Tetapi ketika dia jatuh, dalam 5 bulan terbunuh 500 ribu
orang. Engkau lihat wahai saudaraku, yang meninggal 500 ribu manusia, meninggal
dalam jangka lima bulan.
Kemudian di Ruwanda yang terbunuh adalah satu juta
orang, Subhanallah!. Penguasanya adalah Bakr Abu Bakr. Ketika Abu Bakr –ini
hanya nama permisalan– tidak ada, terbunuhlah jutaan manusia. Ini sebagai
contoh. Jutaan?…Jutaan yang terbunuh. Bayangkan jutaan… jutaan… satu juta adalah
setengah dari penduduk Saudi. Bayangkan di Makkah tidak tersisa seorangpun, di
Madinah tidak tersisa seorangpun, di Jeddah tidak ada seorangpun. Sungguh
menakjubkan…tiba-tiba, satu juta jiwa melayang karena tidak adanya seorang
penguasa.
Hati manusia ditundukkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla untuk
bersatu pada seorang penguasa [4]. Demikianlah Allah menundukkannya! Jika lelaki
atau pemimpin itu hilang maka dunia akan kacau. Dunia kacau, 500 ribu muslim
terbunuh di Somalia dan hancurlah Somalia. Mereka menembak kambing-kambing dan
kerbau-kerbau. Mereka merampas harta. Seorang muslim yang satu bertemu kaum
muslim yang lain, seakan-akan diantara mereka ada permusuhan, semenjak seribu
tahun yang lalu. Demi Allah hati mereka tidak memiliki kasih sayang lagi.
Muslimin menyembelih kaum muslimin.
Selama 23 tahun, terbunuh 10 ribu jiwa. Apakah kita
katakan ini adalah banyak? Ini sedikit sekali, 10 ribu jiwa… ini adalah jumlah
para sahabat, dibanding dengan jumlah orang-orang jahat itu. Kami bertanya,
dimana mereka para da’i? Orang itu berkata: "Semuanya lari, semuanya lari."
Karena mereka berbicara melawan penguasa, menentang penguasa,. Hingga runtuhlah
penguasa. Kemarilah! Pimpinlah dengan apa yang kalian miliki di sisi kalian.
Ternyata di sisi mereka tidak ada pengganti.
Jangan engkau menyatakan: "Kita meninggalkan bid’ah
sementara tidak ada sunnah di sisimu". Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ
بِاللَّهِ
"Maka
barangsiapa mengkufuri Thagut dan beriman kepada Allah” (Al Baqarah:
256).
Kita tidak hanya mengkafirkan Thaghut semata. Tidak,
tetapi kita beriman kepada Allah. Tidak ada sembahan yang hak kecuali Allah.
Semestinya kalau engkau melarang dari bid’ah engkau mendatangkan Sunnah. Engkau
sekarang melawan penguasa yang jelek menurut anggapanmu. Di manakah
penggantinya? Kasihan… di sisi mereka tidak ada pengganti. Di sisi mereka hanya
ada kitab Sayyid Qutb, mereka membagi-bagikannya dan mencetaknya. Mereka
menyangka bahwa dengan ucapan ini mereka akan menguasai negara. Bodoh! Demi
Allah, mereka tidak ada akal, dalil dan kasih sayang terhadap kaum muslimin.
Kami pernah berjumpa dengan sebagian da’i Ikhwanul Muslimin dari Syiria di kota
Madinah ini. Kami berkata: "Apa yang kalian dapatkan?" Telah terbunuh ratusan
ribu jiwa. Ratusan ribu wanita dirobek-robek kehormatannya, kemudian kalian
lari?" Mereka berkata : "Kami hanya mencoba". Mencoba apa! Takutlah kepada Allah
wahai saudaraku! Engkau mencoba-coba sementara yang terbunuh ratusan ribu orang,
apakah kalian tidak memiliki akal? Apakah kalian tidak memiliki syari’at? Engkau
mencoba sementara ratusan ribu orang dibantai? Khalid bin Al Walid memiliki 3000
pasukan dalam Perang Mu’tah melawan 200 ribu pasukan musuh, beliau tidak
mengatakan : "Aku mencobanya [5]". Sunnah kauniyah (takdir Allah) mesti terjadi.
Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa Sallam menghabiskan waktu sepuluh tahun di kota
Mekkah. Beliau tidak berkata: "Saya akan mencobanya". Padahal beliau lebih
berani dari mereka jutaan kali lipat. Ketika beliau datang ke Madinah dan
manusia menetap padanya dan telah memiliki daulah/negara, Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا
وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah
diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka dianiaya”
(Al Hajj: 39)
Ketika Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat
bersama mereka ke Badr, beliau bermusyawarah dengan mereka dan menegaskan kepada
mereka. Wahai manusia bermusyawarahlah bersamaku. Ketika orang-orang Muhajirin
berbicara, beliau tidak menerima ucapan mereka. Karena yang menjadi sandaran
adalah penduduk asli dan orang-orang Anshar. Maka tatkala orang Anshar
berbicara, dada Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi lapang dan
berangkatlah beliau bertempur. Berapa kali beliau berdo’a kepada Allah ‘Azza wa
Jalla dengan mengangkat kedua tangannya. Demikian sunnah
kauniyah.
Kita bukanlah umat yang kacau. Kita adalah umat yang
diatur oleh Kitab Allah dalam shalat, puasa dan jihad kita. Jika engkau
menganggap bahwa yang demikian adalah jihad maka harus berjalan di atas
Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun main-main
dan kekacauan…?
Orang-orang Turki mencoba tapi tidak berhasil,
orang-orang Aljazair mencoba tapi tidak berhasil, sedangkan Syaikh Muhammad bin
Abdul Wahhab berusaha dan berhasil. Kenapa beliau mencoba dan berhasil? Karena
beliau berkata: "Kami tidak menginginkan kekuasaan". Beliau –Muhammad bin Abdul
Wahhab-, tidak mencalonkan dirinya menjadi Raja selamanya. Ketika beliau
mendatangi Imam Muhammad bin Suud, beliau berkata: "Kerajaan untuk kamu, aku
tidak menginginkannya." Saya hanya mengajakmu kepada tauhid, maka hancurkanlah
berhala-berhala dan kuburan-kuburan yang disembah! Maka Allah memuliakan
keluarga Suud dengan dakwah beliau. Dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak
pernah suatu hari pun berkata calonkanlah aku sebagai penguasa, selamanya.
Seandainya beliau ingin mencari kekuasaan pada masa itu, mungkin dia
mendapatkannya. Akan tetapi beliau tidak menghendakinya. Apa yang diinginkan
dengan kekuasaan? Tujuan utama beliau adalah mendakwahi manusia untuk mengesakan
Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu beliau berhasil. Beliau berhasil dengan
beban yang sangat sedikit. Negaranya runtuh pada kali pertama, kemudian bangkit
lagi pada kali kedua. Dan runtuh pada kali kedua dan bangkit lagi pada kali
ketiga. Karena kekuasaan itu membawa bendera Laa ilaaha illallah. Setiap kali
dia berpegang teguh dengannya maka semakin kuat. Dan setiap kali menjauh darinya
maka akan melemah. Ini adalah sunnah kauniyah. Yang padanya Allah
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ
يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Jika kalian
menolong Allah, Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kaki-kaki kalian."
(Muhammad:7)
Jika demikian, –berkaitan dengan kejadian ini-, kita
katakan kepada mereka: "Bertakwalah kalian kepada Allah, kembalilah kepada kitab
Allah dan Sunnah Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada
kenyataan".
Kejadian Aljazair dalam penjelasan pers, PBB berkata:
"Ada 65 ribu jiwa yang terbunuh". Ucapan PBB ini adalah dusta. Jumlahnya
berlipat kali dari ini. 65 ribu jiwa wahai saudaraku! 65 ribu muslim yang
terbunuh. Apakah terjadi perubahan wahai saudaraku? Demi Allah yang terjadi
justru lebih jelek. Semua orang mengatakan: "Bahwa keadaan ini lebih
jelek".
[Diambil dari Majalah Salafy, Edisi 33/1420/1999 Judul
asli: Beda Antara Agitasi Politik Ikhwani yang Berdarah Darah Dengan Manhaj
Dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang Harus Menjadi Uswah, Penerjemah
Al Ustadz Muhamamd Umar As Sewed]
_________
Footnote
Footnote
[3] Yaitu kejadian di masa Yazid, ketika Hajjaj menyerbu
kota Madinah, kemudian dibiarkan bebas tanpa penguasa dan tanpa hukum beberapa
hari. Maka terjadilah berbagai macam kejahatan dan kekacauan.
[4] Yakni manusia telah ditakdirkan menjadi makhluk sosial, yang fitrahnya ingin bersatu di bawah pimpinan satu orang.
[5] Ketika menurut perhitungan Khalid jumlah kaum muslimin tidak cukup, beliau membikin siasat agar terlihat jumlah kaum muslimin banyak dan bertambah banyak. hingga musuh pun mundur. Dan Khalid tidak mengejarnya melainkan kembali ke Madinah menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,-pent.
[4] Yakni manusia telah ditakdirkan menjadi makhluk sosial, yang fitrahnya ingin bersatu di bawah pimpinan satu orang.
[5] Ketika menurut perhitungan Khalid jumlah kaum muslimin tidak cukup, beliau membikin siasat agar terlihat jumlah kaum muslimin banyak dan bertambah banyak. hingga musuh pun mundur. Dan Khalid tidak mengejarnya melainkan kembali ke Madinah menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,-pent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar