Radio Muwahiddin

Minggu, 11 Maret 2012

Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 2)


Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 2)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Aqil Hafizhahullah

(Bagian 2)

Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda,
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ
"Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan mendengar dan taat."
Menakjubkan! Beliau Shallallahu'alaihi wasallam tidak berkata: "Aku wasiatkan kalian dengan bertauhid dan shalat". Ini termasuk jawami’ul kalim yaitu ucapan- ucapan yang ringkas dan padat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ucapan beliau Shallallahu'alaihi wasallam, "Aku wasiatkan kalian bertaqwa kepada Allah", terkandung di dalamnya melakukan seluruh apa yang diperintahkan Allah ‘Azza wa Jalla dan meninggalkan segala larangan-Nya Subhanallahu wa Ta’ala, (termasuk tauhid dan shalat, pent)
Baik, bukankah termasuk bertaqwa kepada Allah adalah ta’at kepada penguasa? Ya. Termasuk bertaqwa kepada Allah adalah ta’at kepada penguasa, karena ia merupakan perintah Allah ‘Azza wa Jalla. Kenapa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyendirikannya? Karena pentingnya masalah ini bagi jama’ah kaum muslimin. Karena barangsiapa merebut kekuasaan dari ahlinya, akan merusak masyarakat.

Kita contohkan dari kenyataan umat, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dalam kitabnya "Minhajus Sunnah An Nabawiyah", mengumpulkan penyebab- penyebab kelemahan umat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari awal pertama.

Beliau berkata: "Yaitu merebut kekuasaan (dari) pemegangnya". Dari hari pertama, beliau berbicara tentang kejadian yang terjadi pada Al Husain ‘alaihi sallam dan terbunuhnya beliau oleh tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah. Syaikhul Islam berkata: "Apa faedah yang kembali kepada umat ini?"

Tidaklah kembali kepada umat ini kecuali pertumpahan darah dan terbunuhnya cucu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau ingin kembali, tetapi tentaranya menolak. Maka yang terjadi adalah fitnah yang besar. Kemudian terjadilah peristiwa Harrah [3], darah mengalir di kota Madinah karena peristiwa Harrah. Dan kemudian setelah itu banyak kejadian. Di antaranya terbunuhnya Abdullah bin Az Zubair oleh Al Hajjaj. Dia menyalibnya di Makkatul Mukarammah dan penghancuran Ka’bah. Apa penyebabnya, wahai saudaraku fillah? Semuanya adalah karena merongrong kekuasaan dari pemegangnya.


Kemudian apa yang terjadi antara kelompok Umawiyyin (Keturunan Umayyah yang mendirikan Daulah Umayyah), hingga datangnya Abdul Malik bin Marwan dan mendirikan pemerintahan Daulah Umawiyyin. Kemudian perbuatan kaum Alawiyyin, setiap hari memberontak, sehingga tertumpahlah darah ratusan ribu manusia, hingga berhasilnya revolusi Abu Muslim Al Khurasani dan kaum Alawiyyin memegang pemerintahan yang akhirnya dia juga terbunuh. Kemudian kekuasaan diambil oleh Abbasiyyun (Keturunan Abbas yang mendirikan Daulah Abbasiyyah). Kaum Abbasiyyun menghamparkan fitnah pada kaum muslimin dan terbunuhlah ratusan ribu kaum muslimin di Damaskus.

Dikatakan, kekuasaan berawal ada di tangan kaum Umawiyyin kemudian pindah ke tangan kaum Abbasiyyin. Dan kaum Umawiyyin –dikatakan– lebih baik bagi kaum muslimin daripada kaum Abbasiyyin. Kaum Abbasiyyin mendekati kaum Persia dan membuat-buat kebid’ahan yang banyak, kalau saja tidak mengada-adakan kecuali ilmu kalam, tentu sudah sangat besar. Baiklah…..seratus ribu muslim yang terbunuh, di bawah jaminan siapa mereka itu? Di bawah jaminan siapa? Seratus ribu muslim yang terbunuh. Sedangkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya memuji perdamaian dan tidak memuji peperangan/pertikaian. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya cucuku ini adalah pemimpin." (Karena mendamaikan dua pasukan, pent).

Padahal peperangan itu diikuti Aisyah –dalam Perang Jamal– Ali, Mu’awiyah, Abu Musa, Abdullah bin Az Zubair bin Awwam, dan beribu-ribu shahabat lainnya. Mereka semuanya, tidak mendapat pujian dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali terhadap Al Hasan. Padahal pada mereka ada kebaikan-kebaikan yang agung. Akan tetapi di sini, peranan Hasan lebih agung dari peranan mereka. Beliau Shallallahu'alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya cucuku ini adalah pemimpin, dan Allah ‘Azza wa Jalla mendamaikan dengannya antara dua kelompok dari kaum muslimin yang saling bertikai." (HR. Bukhari, no. 3746, Tirmidzi no. 3773, Abu Daud no. 4662 dan lihat Al Irwa’ no. 1597)

Syaikhul Islam bin Taimiyah Rahimahullah berkata : "Kenapa manusia marah kepada para penguasa?" Beliau berkata: "Seluruh manusia marah kepada para penguasa karena dunia, jika mereka diberi dari dunia mereka ridla, dan jika mereka tidak diberi darinya, maka mereka mencari-cari kesalahan-kesalahan agama pada penguasa, dan membesar-besarkannya". Kemudian mereka berkata : "Kami mengingkari kemungkaran". Padahal "cinta dunia" ada di hati mereka, jika mereka diberi maka mereka diam".

Ini adalah pelajaran tentang sejarah, semoga Allah memberkahi kalian. Baiklah, beliau rahimahullah berkata bahwa mereka marah karena dunia. Oleh karena itu para anggota partai-partai sekarang, jika mereka ingin pengumpulan dana untuk partai-partai mereka, yakni partai-partai agama, mereka mengumpulkannya dari orang-orang yang memiliki harta riba, para penjual khamr, orang-orang shaleh, orang-orang jahat, Bergabunglah dengan penguasa! Itu lebih baik bagi mereka. Baiklah, kenapa kalian berteman dengan mereka? (yakni ahlu riba, khamr dan lain- lain). Mereka menjawab: "Karena kepentingan dakwah". Mereka kemudian diam dari kesalahan-kesalahan orang yang makan riba. Mereka diam tanpa ucapan/teguran terhadap orang yang menjual barang haram dan diam dari wanita yang berpakaian tapi telanjang, agar mereka menyumbangkan uangnya. Bagaimanakah pandangan kalian?

Demikian beliau berkata; Tetapi jika mereka melihat kesalahan para penguasa, mereka membesar-besarkannya Tujuannya adalah dunia. Demi Allah seandainya kita mengekspresikan ucapan (Syaikhul Islam) itu pada kenyataan yang menimpa negeri-negeri Islam pada dewasa ini, niscaya kita menjumpai suatu keajaiban.

Sebagai contoh Somalia. Tidak ada lagi negeri Islam yang bernama Somalia. Demi Allah kami berjumpa dengan sebagian da’inya di rumah Syaikh Ubaid dan kami berkata kepada mereka: Bagaimana keadaan kalian? Mereka berkata : "Wahai sekiranya Ziyad Bari kembali, biarlah dia membunuh seratus orang muslim setiap hari". Asal tetap ada penguasa kaum muslimin. Mereka berkata : "Dia zhalim, dia memerintah selama 23 tahun dan membunuh kurang lebih sepuluh ribu kaum muslimin", Tetapi ketika dia jatuh, dalam 5 bulan terbunuh 500 ribu orang. Engkau lihat wahai saudaraku, yang meninggal 500 ribu manusia, meninggal dalam jangka lima bulan.

Kemudian di Ruwanda yang terbunuh adalah satu juta orang, Subhanallah!. Penguasanya adalah Bakr Abu Bakr. Ketika Abu Bakr –ini hanya nama permisalan– tidak ada, terbunuhlah jutaan manusia. Ini sebagai contoh. Jutaan?…Jutaan yang terbunuh. Bayangkan jutaan… jutaan… satu juta adalah setengah dari penduduk Saudi. Bayangkan di Makkah tidak tersisa seorangpun, di Madinah tidak tersisa seorangpun, di Jeddah tidak ada seorangpun. Sungguh menakjubkan…tiba-tiba, satu juta jiwa melayang karena tidak adanya seorang penguasa.

Hati manusia ditundukkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla untuk bersatu pada seorang penguasa [4]. Demikianlah Allah menundukkannya! Jika lelaki atau pemimpin itu hilang maka dunia akan kacau. Dunia kacau, 500 ribu muslim terbunuh di Somalia dan hancurlah Somalia. Mereka menembak kambing-kambing dan kerbau-kerbau. Mereka merampas harta. Seorang muslim yang satu bertemu kaum muslim yang lain, seakan-akan diantara mereka ada permusuhan, semenjak seribu tahun yang lalu. Demi Allah hati mereka tidak memiliki kasih sayang lagi. Muslimin menyembelih kaum muslimin.

Selama 23 tahun, terbunuh 10 ribu jiwa. Apakah kita katakan ini adalah banyak? Ini sedikit sekali, 10 ribu jiwa… ini adalah jumlah para sahabat, dibanding dengan jumlah orang-orang jahat itu. Kami bertanya, dimana mereka para da’i? Orang itu berkata: "Semuanya lari, semuanya lari." Karena mereka berbicara melawan penguasa, menentang penguasa,. Hingga runtuhlah penguasa. Kemarilah! Pimpinlah dengan apa yang kalian miliki di sisi kalian. Ternyata di sisi mereka tidak ada pengganti.

Jangan engkau menyatakan: "Kita meninggalkan bid’ah sementara tidak ada sunnah di sisimu". Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ
"Maka barangsiapa mengkufuri Thagut dan beriman kepada Allah” (Al Baqarah: 256).

Kita tidak hanya mengkafirkan Thaghut semata. Tidak, tetapi kita beriman kepada Allah. Tidak ada sembahan yang hak kecuali Allah. Semestinya kalau engkau melarang dari bid’ah engkau mendatangkan Sunnah. Engkau sekarang melawan penguasa yang jelek menurut anggapanmu. Di manakah penggantinya? Kasihan… di sisi mereka tidak ada pengganti. Di sisi mereka hanya ada kitab Sayyid Qutb, mereka membagi-bagikannya dan mencetaknya. Mereka menyangka bahwa dengan ucapan ini mereka akan menguasai negara. Bodoh! Demi Allah, mereka tidak ada akal, dalil dan kasih sayang terhadap kaum muslimin. Kami pernah berjumpa dengan sebagian da’i Ikhwanul Muslimin dari Syiria di kota Madinah ini. Kami berkata: "Apa yang kalian dapatkan?" Telah terbunuh ratusan ribu jiwa. Ratusan ribu wanita dirobek-robek kehormatannya, kemudian kalian lari?" Mereka berkata : "Kami hanya mencoba". Mencoba apa! Takutlah kepada Allah wahai saudaraku! Engkau mencoba-coba sementara yang terbunuh ratusan ribu orang, apakah kalian tidak memiliki akal? Apakah kalian tidak memiliki syari’at? Engkau mencoba sementara ratusan ribu orang dibantai? Khalid bin Al Walid memiliki 3000 pasukan dalam Perang Mu’tah melawan 200 ribu pasukan musuh, beliau tidak mengatakan : "Aku mencobanya [5]". Sunnah kauniyah (takdir Allah) mesti terjadi. Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa Sallam menghabiskan waktu sepuluh tahun di kota Mekkah. Beliau tidak berkata: "Saya akan mencobanya". Padahal beliau lebih berani dari mereka jutaan kali lipat. Ketika beliau datang ke Madinah dan manusia menetap padanya dan telah memiliki daulah/negara, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
“Telah diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena mereka dianiaya” (Al Hajj: 39)

Ketika Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama mereka ke Badr, beliau bermusyawarah dengan mereka dan menegaskan kepada mereka. Wahai manusia bermusyawarahlah bersamaku. Ketika orang-orang Muhajirin berbicara, beliau tidak menerima ucapan mereka. Karena yang menjadi sandaran adalah penduduk asli dan orang-orang Anshar. Maka tatkala orang Anshar berbicara, dada Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi lapang dan berangkatlah beliau bertempur. Berapa kali beliau berdo’a kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan mengangkat kedua tangannya. Demikian sunnah kauniyah.

Kita bukanlah umat yang kacau. Kita adalah umat yang diatur oleh Kitab Allah dalam shalat, puasa dan jihad kita. Jika engkau menganggap bahwa yang demikian adalah jihad maka harus berjalan di atas Kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun main-main dan kekacauan…?

Orang-orang Turki mencoba tapi tidak berhasil, orang-orang Aljazair mencoba tapi tidak berhasil, sedangkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berusaha dan berhasil. Kenapa beliau mencoba dan berhasil? Karena beliau berkata: "Kami tidak menginginkan kekuasaan". Beliau –Muhammad bin Abdul Wahhab-, tidak mencalonkan dirinya menjadi Raja selamanya. Ketika beliau mendatangi Imam Muhammad bin Suud, beliau berkata: "Kerajaan untuk kamu, aku tidak menginginkannya." Saya hanya mengajakmu kepada tauhid, maka hancurkanlah berhala-berhala dan kuburan-kuburan yang disembah! Maka Allah memuliakan keluarga Suud dengan dakwah beliau. Dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidak pernah suatu hari pun berkata calonkanlah aku sebagai penguasa, selamanya. Seandainya beliau ingin mencari kekuasaan pada masa itu, mungkin dia mendapatkannya. Akan tetapi beliau tidak menghendakinya. Apa yang diinginkan dengan kekuasaan? Tujuan utama beliau adalah mendakwahi manusia untuk mengesakan Allah ‘Azza wa Jalla. Oleh karena itu beliau berhasil. Beliau berhasil dengan beban yang sangat sedikit. Negaranya runtuh pada kali pertama, kemudian bangkit lagi pada kali kedua. Dan runtuh pada kali kedua dan bangkit lagi pada kali ketiga. Karena kekuasaan itu membawa bendera Laa ilaaha illallah. Setiap kali dia berpegang teguh dengannya maka semakin kuat. Dan setiap kali menjauh darinya maka akan melemah. Ini adalah sunnah kauniyah. Yang padanya Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Jika kalian menolong Allah, Allah akan menolong kalian dan mengokohkan kaki-kaki kalian." (Muhammad:7)

Jika demikian, –berkaitan dengan kejadian ini-, kita katakan kepada mereka: "Bertakwalah kalian kepada Allah, kembalilah kepada kitab Allah dan Sunnah Nabi Shalallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada kenyataan".

Kejadian Aljazair dalam penjelasan pers, PBB berkata: "Ada 65 ribu jiwa yang terbunuh". Ucapan PBB ini adalah dusta. Jumlahnya berlipat kali dari ini. 65 ribu jiwa wahai saudaraku! 65 ribu muslim yang terbunuh. Apakah terjadi perubahan wahai saudaraku? Demi Allah yang terjadi justru lebih jelek. Semua orang mengatakan: "Bahwa keadaan ini lebih jelek".

[Diambil dari Majalah Salafy, Edisi 33/1420/1999 Judul asli: Beda Antara Agitasi Politik Ikhwani yang Berdarah Darah Dengan Manhaj Dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang Harus Menjadi Uswah, Penerjemah Al Ustadz Muhamamd Umar As Sewed]
_________
Footnote

[3] Yaitu kejadian di masa Yazid, ketika Hajjaj menyerbu kota Madinah, kemudian dibiarkan bebas tanpa penguasa dan tanpa hukum beberapa hari. Maka terjadilah berbagai macam kejahatan dan kekacauan.
[4] Yakni manusia telah ditakdirkan menjadi makhluk sosial, yang fitrahnya ingin bersatu di bawah pimpinan satu orang.
[5] Ketika menurut perhitungan Khalid jumlah kaum muslimin tidak cukup, beliau membikin siasat agar terlihat jumlah kaum muslimin banyak dan bertambah banyak. hingga musuh pun mundur. Dan Khalid tidak mengejarnya melainkan kembali ke Madinah menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,-pent.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."