Radio Muwahiddin

Senin, 11 Maret 2013

Kisah 'Urwah bin az-Zubair (seorang tabi'in) kakinya yang diamputasi




Suatu ketika pada masa pemerintahan al-Walid bin ‘Abdil Malik, Allah Subhanahu wa Ta’ala hendak menguji ‘Urwah bin az-Zubair. Ya, ujian yang tidak akan kuat dan kokoh menghadapinya kecuali orang-orang yang memiliki hati yang tumbuh subur dengan keimanan dan keyakinan.

Sang khalifah kala itu mengundang ‘Urwah bin az-Zubair ke kota Damaskus. Ia memenuhi undangan itu. Diajaklah sang putra sulung bersamanya. Sesampainya di hadapan sang Khalifah, ia disambut dengan sambutan yang begitu meriah dan gembira. Sang Khalifah memperlakukan dengan penuh hormat dan melayaninya dengan begitu ramah.

Hingga akhirnya datanglah ketetapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, datang layaknya angin yang bertiup kencang menghempaskan, yang tak pernah diinginkan oleh para penumpang perahu. Kala itu, putra sulung ‘Urwah bin az-Zubair masuk ke dalam kandang kuda. Ia ingin melihat kuda-kuda pilihan milik Khalifah. Sepakannya begitu keras hingga menyebabkan ia meninggal.

Belum bersih tangan seorang ayah ini dari tanah penguburan sang putra, salah satu kakinya terluka. Luka yang begitu mematikan. Ya, betisnya membengkak. Dengan cepat luka ini menyebar dan menjalar.

Dengan cekatan, sang Khalifah mendatangkan seluruh dokter dari seluruh antero negeri demi mengobati tamunya itu. Ia meminta para dokter untuk menempuh segala cara demi kesembuhan ‘Urwah.
Para dokter sepakat untuk mengmputasi kaki ‘Urwah sampai betis sebelum penyalit menjalar ke seluruh tubuh yang akhirnya dapat merenggut nyawanya.

Tak ada solusi lain selain amputasi. Ahli bedah telah datang lengkap dengan pisau untuk menyayat daging dan gergaji untuk memotong tulangnya.

“Sebaiknya kami memberi Anda minuman memabukkan agar Anda tidak merasakan sakit ketika diamputasi.” Kata salah seorang dokter kepada ‘Urwah.

“Tidak usah,” tolak ‘Urwah. “Aku tidak akan menggunakan barang haram hanya untuk mendapatkan kesembuhan,” tegasnya.

“Kalau begitu kami akan membius Anda saja,” lanjut dokter.

“Aku tak ingin kehilangan salah satu anggota badan tanpa merasakan sakit sehingga pahalanya hilang dariku,” lagi-lagi ‘Urwah menolak tawaran dokter.

Amputasi hampir dimulai. Beberapa orang mendekat. “Apa yang mau mereka lakukan?” tanya ‘Urwah.

“Mereka hendak memegangi Anda agar Anda tidak menggerakkan kaki karena sakit sehingga akan membahayakan Anda,” jawab sang dokter.

“Jangan, cegahlah mereka. Aku tidak memerlukannya. Akan kubekali diriku dengan zikir dan tasbih.”

Akhirnya sang dokter mendekat. Ia mulai menyayat daging dengan pisau. Tatkala telah sampai tulang, ia mengambil gergaji dan mulai memotongnya. Sementara itu ‘Urwah tak henti-hentinya mengucapkan : “Laa ilaha illallah, Allahu Akbar.” Ahli bedah terus melakukan operasi, ‘Urwah pun terus bertahlil dan bertakbir. Hingga akhirnya proses amputasi selesai.

Setelah itu, minyak panas yang telah dididihkan dituang guna menghentikan darah yang memancar dan menutup luka pada betisnya. ‘Urwah pun pingsan untuk beberapa lama dan terhentilah mulutnya dari bacaan al-Qur’an pada hari itu. Itulah satu-satunya peristiwa yang menyebabkan ia meninggalkan kebiasaan yang ia lakukan semenjak masa remaja dahulu.

‘Urwah tersadar. Ia meminta potongn kakinya. Ia membolak-baliknya. “Dialah yang membimbingku untuk membawamu melangkahkannya ke masjid di pertengahan malam. Sesungguhnya Dia mengetahui  bahwa tak sekalipun aku membawamu pada hal yang haram,’’ kata ‘Urwah.

Lalu ia mendendangkan bait-bait syair Ma’an bin Aus berikut :

Demi Allah, tak pernah ingin tangan ini menyentuh sesuatu yang meragukan
Kaki ini juga tak pernah membawaku pada kekejian
Telinga dan pandangan ini juga tak pernah mengarahkan
Akal dan pikiran juga tak pernah membimbingkan
Sungguh, aku tahu tak satu musibah yang menimpaku dalam kehidupan
Melainkan telah menimpa orang-orang sebelumku


Sumber :
Judul Asli dari file. Pdf :
Shuwaru min Hayati at-Tabi’in
Penulis :
Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya
Di terjemahkan dalam bahasa Indonesia :
Sirah Tabi’in
kisah-kisah menakjubkan ari perjalanan hidup generasi terbaik kedua umat islam
Hal : 46-48
Penerjemah :
Abu Abdillah al-Watesi
Penerbit : attuqa
Cetakan : Pertama – Jumadil Akhir 1433H-Mei 2012

***


Kisah selengkapnya tentang ‘Urwah bin az-Zubair dan kisah-kisah menakjubkan dari perjalanan hidup tabi’in (generasi terbaik kedua umat islam) yang lain dapat dibaca buku di atas.

***

Di saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (shahabat), kemudian generasi setelahnya (tabi'in), kemudian generasi setelahnya (tabi'ut tabi'in).”
(Muttafaqun ‘alaih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."