Radio Muwahiddin

Rabu, 01 Februari 2012

Dengan Apa Dakwah Ahlus Sunnah Dijaga?


Dengan Apa Dakwah Ahlus Sunnah Dijaga?

-------------------------------------------------------------------------------------

بسم الله الرحمن الرحيم

Dengan Apa Dakwah Ahlus Sunnah Dijaga?

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdillah Al-Imam hafizhahullah berkata dalam kitab “Al-Ibanah ‘An Kaifiyah At-Ta’amul Ma’a Al-Khilaf Baina Ahlis Sunnah Wa Al-Jama’ah” halaman 32-34:

Dakwah ahlus sunnah memiliki dua penjagaan;

Pertama: Penjagaan luar dari tipu daya musuh-musuh dan seterunya.

Kedua: Penjagaan bagian dalam dan hal ini bermaksud penjagaan dakwah dari (rusaknya) orang yang meniti dan mengemban dakwah ini.


Perkara-perkara yang bisa dilakukan para pegemban dakwah yang dengannya dakwah ini akan terjaga, secara umum adalah sebagai berikut:
1. Selalu berpegang dengan kejujuran.
2. Pewujudan keikhlasan.
3. Menegakkan keadilan.
4. Berpegang erat dengan manhaj nubuwah secara zhahir dan bathin sesuai kadar kemampuannya, dari sisi       berusaha keras untuk mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
5. Mengkoreksi diri atas kesalahan-kesalahannya, dan segera bertubat darinya ketika mengetahui                     kesalahannya.
6. Tidak tergesa untuk meraih sekelumit perkara dari perkara berupa mengarang, berdakwah, berdebat dan     selainnya kecuali setelah dia memang pantas untuk itu. Jangan sampai hal itu dilakukan semata-mata              karena ketergesa-gesaan, ingin menampakkan diri, mengalahkan orang dan mendebat orang.
7. Meminta nasehat dan bermusyawarah dengan orang yang lebih berilmu dan lebih paham akan perkara-perkara yang hangat terjadi.

Sebagian ucapan ulama dalam permasalahan ini adalaah sebagai berikut:


‘Abbad bin Al-Khawash rahimahullah berkata dalam suratnya kepada para pembawa ilmu sebagaimana disebutan dalam mukaddimah “Sunan Ad-Darimy” (1/509) no. 675: “Janganlah kalian menjelek-jelekkan dengan alasan bid’ah dalam keadaan engkau sendiri menghiasi diri dengan jeleknya kebid’ahan, sesungguhnya rusaknya ahlul bida’ tidaklah menambah kebaikan bagi kalian. Janganlah kalian menjelek-jelekkannya karena ingin zhalim kepada pelakunya, karena kezhaliman itu merupakan bentuk rusaknya jiwa-jiwa kalian. Tidak pantas bagi seorang dokter mengobati orang yang sakit dengan sesuatu yang menyembuhkan mereka tetapi membuat dirinya sendiri sakit, sesungguhnya jika dia sendiri sakit dia akan tersibukkan dengan sakitnya dan lupa mengobati orang-orang. Akan tetapi hendaknya mengejar kesehatan bagi dirinya agar kuat mengobati orang-orang sakit. Hendaknya kalian menjadikan perkara yang kalian ingkari dari saudara-saudara kalian itu sebagai bentuk koreksi untuk diri-diri kalian, dan nasehat dari kalian karena Rabb kalian, serta sebagai bentuk kasih sayang kalian kepada saudara-saudara kalian. Hendaknya kalian lebih perhatian terhadap aib-aib kalian sendiri dibanding aib orang lain.”.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam “Dar’u Ta’arudh Al-’Aql wa An-Naql” (7/182): “Sunnah itu harus dijaga dengan kebenaran, kejujuran daan keadilan, tidak dijaga dengan dusta daan kezhaliman. Jika seseorang melawan kebathilan dengan kebathilan dan menghadapi bid’ah dengan bid’ah maka ini adalah suatu perkara yang dicela oleh salaf dan para imam.”.

Dan beliau berkata dalaam sumber yang sama (7/173): “Terkadang mereka melarang dari debat dan adu argumen jika orang mendebat ini lemah keilmuannya terhadap hujjah dan dalam menjawab syubhat. Maka dikhawatirkan atas dirinya aakan dirusak oleh orang yang sesat tersebut. Sebagaimana orang yang lemah dalam berperang dilarang untuk memerangi pasukan yang kuat dari pasukan-pasukan kafir. Sesungguhnya hal itu akan memudharatkannya dan memudharatkan kaum muslimin, tanpa ada manfaat (yang diraih).”.

Dan beliau juga berkata sebagaimana dalam “Majumu’ Al-Fatawa” (28/234-235): “Tidak halal bagi seseorang untuk berbicara dalam bab ini (yaitu membantah orang yang menyelisihi) kecuali dia memaksudkan dengan hal itu mengejar wajah Allah Ta’ala, untuk meninggikan kalimat Allah Ta’ala dan agar agama semuanya hanya untuk Allah Ta’ala. Seandainya dia berbicara dalaam hal itu tanpa ilmu atau jelas-jelas bertentangan dengan kebenaran maka dia berdosa…. Kalau seandainya dia berkata dengan benar namun dengan maksud agar ditinggikan di muka bumi atau dengan maksud membuat kerusakan maka dia sama posisinya dengan orang yaang berperang atas dasar fanatik golongan dan riya’. Dan jika dia berbicara karena Allah Ta’ala mengikhlaskan bagi-Nya seluruh agama ini maka dia termasuk orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala dan termasuk pewaris para nabi dan pengganti para rasul.”.

Al-’Allamah Ibnul Qayyim berkata dalam “Ash-Shawa’iq Al-Mursalah” (4/1255): “Tidak ada bagi para pejuang kebathilan -segala puji bagi Allah- satu hujjah pun, tidak pula jalan dari sisi manapun untuk menghantam orang yang mencocoki as-sunnah dan dia belum keluar darinya. Sampai jika dia telah keluar darinya sebatas kuku, pejuang kebathilan menguasainya sekadar keluarnya dia dari lingkaran sunnah. Sunnah adalah benteng Allah Ta’ala yang kokoh yang siapa masuk padanya akan termasuk orang yang mendapat keamanan, ia adalah jalan-Nya yang lurus yang siapa berjalan di atasnya akan termasuk orang yang sampai kepada-Nya, dan ia adalah petunjuk-Nya yang nyata yang siapa mengambil cahayanya akan termasuk orang yang mendapat petunjuk.”.

Dan saya menutup pembahasan ini dengan sebuah ucapan yang agung ucapan orang tua dan guru kami Al-Wadi’y yang beliau ulang-ulang di (telinga) kami, yaitu: “Kita tidak khawatir ats dakwah ini kecuali (kerusakan) dari diri kita”. Dan beliau rahimahullah benar. Demi Allah, tidaklah aku menemukan dharar atas dakwah kita yang lebih besar dari kesalahan kita yang nampak ataupun yang tersembunyi. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah Ta’ala.

Diterjemahkan oleh

‘Umar Al-Indunisy

Darl Hadits – Ma’bar, Yaman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."