Nasehat
Untuk Para Muslimah (Bagian 4 - TAMAT)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Syaikh Jamal Al Haritsi Hafizhahullah
(Bagian 4 - Tamat)
Menjaga lisan
Seorang muslimah yang menghendaki pahala di sisi Allah,
hendaknya menjaga lisannya dari perbuatan ghibah, mengadu domba, merumpi, banyak
bertanya dan juga dari perbuatan mengingkari kebaikan suami. Karena kebanyakan
majlis para wanita itu waktunya lebih banyak dihabiskan untuk perkara-perkara
ini. Dan seolah- olah itu merupakan garam untuk makanan yang tidak terasa enak
suatu majlis kecuali dengannya.
فعن حكيم بن حزام قال خطب النبي صلى اله عليه وسلم النساء
ذات يوم فوعظهن وأمرهن بتقوى الله والطاعة لأزواجهن وقال: ( إن منكن من تدخل الجنة)
وجمع بين أصابعه (ومنكن حطب جهنم) وفرق بين أصابعه، فقالت: الماردة أو المرادية يا
رسول الله! ولِمَ ذلك؟ قال: (تكفُرْن العشير وتُكثرْن اللعن وتسوِّفن
الخير)
Dari Hakim bin
Hizam, ia berkata: Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkhutbah kepada para
wanita pada suatu hari. Beliau menasehati mereka dan memerintahkan mereka untuk
bertakwa kepada Allah Subhanahu wata'ala dan mentaati suami mereka. Lalu
berkata: “Di antara kalian ini ada yang masuk surga.. (beliau mengeratkan jari
jemari tangan beliau), dan di antara kalian ini ada yang menjadi kayu bakar
neraka (beliau merenggangkan jari jemarin tangan beliau)”. Salah seorang wanita
berkata: “Tentu ia adalah seorang wanita yang durhaka, wahai Rasulullah! Dan
mengapa demikian?”. Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata: “Kalian
mengingkari kebaikan suami kalian, sering melaknat dan menunda- nunda kebaikan”.
(Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
Larangan tasyabbuh
Dan setiap muslimah hendaknya menjauhi perilaku
meniru-niru wanita-wanita kafir dan wanita-wanita fasiq. Dalam cara berpakaian,
model, dengan menghindari pakaian yang sempit dan terbuka -dari sisi manapun dan
dari bagian manapun-, dan yang transparan, pendek, celana panjang, sandal atau
sepatu berhak tinggi, dan menjauhi trend mengikuti mode -seperti yang banyak
disebut- tertentu, dalam soal pakaian atau potongan rambut.
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam telah
bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ
“Barangsiapa
yang meniru suatu kaum, maka ia adalah bagian dari mereka”. (Diriwayatkan oleh
Abu Dawud)
Memperhatikan dalam hal
berpakaian
Dan ketika menggambarkan segolongan wanita, Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam bersabda”
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا بَعْدُ،
قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ
وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاَتٌ مُمِيْلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ
كَأَسْنَمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيْحَهَا وَإِنَّ رِيْحَهَا لَيُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا
وَكَذَا
“Ada dua
golongan dari penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat, pertama:
satu kaum yang memiliki cemeti-cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka
memukul manusia. Kedua: para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mereka
menyimpangkan lagi menyelewengkan orang dari kebenaran. Kepala-kepala mereka
seperti punuk unta yang miring/condong. Mereka ini tidak akan masuk surga dan
tidak akan mencium wanginya surga padahal wanginya surga sudah tercium dari
jarak perjalanan sejauh ini dan itu.” (HR. Muslim no. 5547)
Imam An Nawawi dalam Syarh-nya atas kitab Shahih Muslim
berkata:
“Hadis ini merupakan salah satu mukjizat Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam. Apa yang telah beliau kabarkan kini telah terjadi.
Adapun “al kaasiyaat”, maka ia memiliki beberapa sisi pengertian. Pertama,
artinya adalah mengenakan nikmat- nikmat Allah Subhanahu wata'ala namun
telanjang dari bersyukur kepada-Nya. Kedua, mengenakan pakaian namun telanjang
dari perbuatan baik dan memperhatikan akhirat serta menjaga ketaatan. Ketiga,
yang menyingkap sebagian tubuhnya untuk memperlihatkan keindahannya, mereka
itulah wanita yang berpakaian namun telanjang. Keempat, yang mengenakan pakaian
tipis sehingga menampakkan bagian dalamnya, berpakaian namun telanjang dalam
satu makna. Sedangkan “maa`ilaatun mumiilaatun”, maka ada yang mengatakan:
menyimpang dari ketaatan kepada Allah Subhanahu wata'ala dan apa-apa yang
seharusnya mereka perbuat, seperti menjaga kemaluan dan sebagainya. “Mumiilaat”
artinya mengajarkan perempuan-perempuan yang lain untuk berbuat seperti yang
mereka lakukan. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” itu berlenggak-lenggok ketika
berjalan, sambil mendoyong-doyongkan pundak. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat”
adalah yang menyisir rambutnya dengan gaya mendoyong. Yaitu gayanya para
pelacur. “Mumiilaat” yaitu yang menyisirkan rambut perempuan lain dengan gaya
itu. Ada yang mengatakan, “maa`ilaat” maksudnya cenderung kepada laki-laki.
“Mumiilaat” yaitu yang menggoda laki-laki dengan perhiasan yang mereka
perlihatkan dan sebagainya. Adapun kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk
unta, maknanya adalah mereka membuat kepala mereka menjadi nampak besar dengan
menggunakan kain kerudung atau selempang dan lainnya yang digulung di atas
kepala sehingga mirip dengan punuk-punuk unta. Ini adalah penafsiran yang
masyhur. Al Maaziri berkata: dan mungkin juga maknanya adalah bahwa mereka itu
sangat bernafsu untuk melihat laki-laki dan tidak menundukkan pandangan dan
kepala mereka. Sedang Al Qoodhiy memilih penafsiran bahwa “maa`ilaat” itu adalah
yang menyisir rambutnya dengan gaya mendoyong. Ia berkata: yaitu dengan memilin
rambut dan mengikatnya ke atas kemudian menyatukannya di tengah- tengah kepala
sehingga menjadi seperti punuk-punuk unta. Lalu ia berkata: ini menunjukkan
bahwa maksud perumpamaan dengan punuk-punuk unta adalah karena tingginya rambut
di atas kepala mereka, dengan dikumpulkannya rambut di atas kepala kemudian
dipilin sehingga rambut itu berlenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan kepala.
Selesai.
Ibnul ‘Arobiy berkata: “Rasulullah Shallallahu'alaihi
wasallam menyebut mereka berpakaian karena pakaian yang mereka kenakan. Hanya
saja beliau menyebut mereka telanjang karena pakaian yang tipis itu
menggambarkan tubuh mereka dan memperlihatkan keindahan mereka dan itu adalah
haram”.
Al Qurthubiy berkata: aku katakan: ini adalah salah satu
dari dua penafsiran ulama tentang makna ini. Yang kedua adalah bahwa mereka itu
adalah perempuan yang mengenakan pakaian namun telanjang dari pakaian takwa yang
tentangnya Allah Subhanahu wata'ala berfirman:
وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Dan pakaian
takwa itu adalah lebih baik” (Al A'raaf: 26)
Dan ada sebuah syair berbunyi:
ذا المرء لم يلبس ثياب من التقى تقلب عريانا وإن كان
كاسيا
وخير لباس المرء طاعة ربه ولا خير فيمن كان لله
عاصيا
“Orang yang
tak mengenakan baju ketakwaan
Menjadi telanjang meskipun ia berpakaian
Sebaik-baik baju adalah taat kepada Tuhan
Dan yang membangkang-Nya sedikitpun tak punya kebaikan”
Menjadi telanjang meskipun ia berpakaian
Sebaik-baik baju adalah taat kepada Tuhan
Dan yang membangkang-Nya sedikitpun tak punya kebaikan”
Dan dalam hadis dari Dihyah bin Kholifah al Kalbiy
Radhiallahu'anhu, ketika ia diutus kepada Heraclius dan setelah kembali,
Rasulullah memberinya kain qobthiyyah (sejenis kain yang transparan) dan
berkata: “Kenakanlah baju pada tempat belahan kain ini dan berikanlah istrimu
potongan kain untuk ia gunakan sebagai kerudung”. Setelah Dihyah berlalu,
Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berkata lagi: “Suruhlah istrimu untuk
melapisinya dengan sesuatu supaya tidak transparan”. (Diriwayatkan oleh Al
Hakim. Ia berkata: ini adalah hadis yang sanadnya shahih namun tidak dikeluarkan
oleh Bukhari dan Muslim)
Abu Hurairah menyebutkan perkara kain tipis untuk
pakaian wanita, maka dia berkata: “Perempuan-perempuan yang berpakaian namun
telanjang, yang penuh dengan kesenangan namun menderita”.
Beberapa wanita dari Bani Tamim masuk menemui Aisyah
Radhiallahu’anha dengan mengenakan pakaian tipis. Maka Aisyah berkata: “Kalau
kalian ini wanita yang beriman, maka yang seperti ini bukanlah pakaian wanita
beriman. Tapi kalau kalian bukan wanita beriman, maka nikmatilah pakaian seperti
ini”.
Seorang pengantin wanita diantar masuk menemui Aisyah
Radhiallahu’anha dengan mengenakan kain tipis yang telah dicelup dengan ‘ushfur
(sejenis tanaman yang wangi). Ketika Aisyah melihatnya, beliau berkata:
“Perempuan yang mengenakan pakaian seperti ini belum mengimani surat An
Nur”.
Penutup
Inilah yang dapat aku sampaikan, dan aku memohon kepada
Allah Subhanahu wata'ala yang Maha Tinggi dan Maha Kuasa agar Ia menjadikan
amalku ini sebagai amal shalih, dan menjadikannya ikhlas untuk-Nya semata, dan
semoga dari amal ini, Ia tidak menjadikan sesuatu apapun untuk siapapun
bersama-Nya, dan semoga Ia menerimaku bersama orang-orang yang shalih.
Amin.
وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
أجمعين
Ditulis oleh:
Abu Furaihan Jamal bin Furaihan Al Haritsi
20/7/1426 H
20/7/1426 H
Tammat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar