Radio Muwahiddin

Minggu, 29 Januari 2012

Penjelasan Hadits Arbain Imam An Nawawi Ketiga Belas: Mencintai Kebaikan bagi Orang Lain


Penjelasan Hadits Arbain Imam An Nawawi Ketiga Belas: Mencintai Kebaikan bagi Orang Lain

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

Oleh: Asy Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin
عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسْ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، خَادِمُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِه
[رواه البخاري ومسلم]

Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu’anhu –pelayan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam- dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai bagi saudaranya, apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri.” (Shahih dikeluarkan oleh Al Bukhari di dalam [Al Iman/12/Fath], Muslim di dalam [Al Iman/45/Abdul Baqi])

Penjelasan:


“Tidak beriman”, maksudnya adalah keimanan yang sempurna. Sabdanya, “Sampai ia mencintai bagi dirinya”, baik itu perkara agama maupun perkara dunia, karena hal itu adalah konsekuensi persaudaraan seiman, yaitu engkau mencintai bagi saudaramu, apa-apa yang kamu cintai untuk dirimu sendiri.

Di antara faedah yang dapat dipetik dari hadits ini adalah:

1. Kadar keimanan itu bertingkat-tingkat. Di antaranya ada yang sempurna, ada pula yang tidak demikian. Dan ini merupakan pandangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bahwa iman dapat bertambah dan dapat berkurang.

2. Anjuran untuk mencintai kebaikan bagi kaum muslimin, berdasarkan sabdanya, “Sampai ia mencintai bagi saudaranya, apa-apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri.”

3. Peringatan dari mencintai kaum muslimin apa-apa yang tidak ia cintai bagi dirinya sendiri. Karena dengan hal itu, akan berkuranglah keimanannya, sampai-sampai Rasulullah menafikan keimanan (yang sempurna) dari orang yang berbuat demikian. Hal ini adalah di antara perkara yang menunjukkan pentingnya seseorang mencintai bagi saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.

4. Memperkuat jalinan ukhuwah (persaudaraan) di antara kaum muslimin.

5. Orang yang tersifati dengan sifat ini, tidak mungkin ia berbuat aniaya terhadap orang mukmin yang lainnya, baik pada hartanya, kehormatan, ataupun pada keluarganya. Dengan hal itu, tidak mungkin ia senang untuk berbuat aniaya terhadap orang lain dalam perkara-perkara tersebut di atas.

6. Umat Islam wajib bersatu padu. Faedah ini dipetik, karena kesempurnaan iman dapat dicapai dengan cara mencintai bagi saudaranya, apa-apa yang ia cintai bagi dirinya-sendiri.

7. Menggunakan cara-cara yang lembut dalam bertutur kata. Dalam sabdanya: (bagi saudaranya) kalau mau, beliau bisa saja mengatakan, “Tidak beriman salah seorang dari kalian, sampai ia mencintai bagi mukmin lainnya, apa-apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri.” Akan tetapi beliau mengatakan, “Bagi saudaranya”, sebagai kelemahlembutan kepada seseorang untuk mencintai mukmin lainnya, apa-apa yang ia cintai bagi dirinya sendiri.

(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah dari Syarah Arbain An Nawawiyah oleh Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, penerjemah Abu Abdillah Salim, Penerbit Pustaka Ar Rayyan. Silakan dicopy dengan mencantumkan URL http: //ulamasunnah.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."