Hukum Membayar Pajak Negara
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Tanya:
Saya mau tanya bagaimana sebenarnya hukum pajak di indonesia? Ada sebagian yang mengatakan haram. Sebagian lagi mengatakan tidak mengapa, karena jika tanpa pajak maka negara tidak dapat melaksanakan kegiatannya. Sementara di Indonesia lebih dari 50% anggarannya dari pajak. Mohon penjelasannya. Jazakumullah.
Jawab:
Hukum asal dalam masalah ini adalah sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam-:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ
عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram atas sesama kalian.” (Muttafaqun'alaih_
Karenanya hukum asal harta seorang muslim adalah haram diambil tanpa ada nash yang membolehkannya. Sebagaimana sabda beliau dalam hadits yang lain,
“Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian, dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram atas sesama kalian.” (Muttafaqun'alaih_
Karenanya hukum asal harta seorang muslim adalah haram diambil tanpa ada nash yang membolehkannya. Sebagaimana sabda beliau dalam hadits yang lain,
لا يحل مال امرئ مسلم إلا بطيبة من
نفسه
“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan keridhaan dirinya.”
Maka pajak ini termasuk dari pungutan-pungutan yang tidak ada nashnya, karenanya dia merupakan perbuatan mengambil harta seorang muslim tanpa hak. Adapun jika pemerintah mewajibkannya maka kita harus sabar dan terpaksa mengeluarkannya, karena kalau tidak maka dia akan terkena mudharat dan gangguan.
Kalau kaum muslimin di zaman Rasulullah -alaihish shalatu wassalam- dan para sahabat bisa berjaya tanpa pajak, maka kenapa sekarang tidak bisa?!
Seandainya setiap muslim mengeluarkan semua kewajiban zakat yang diwajibkan atasnya, kami yakin niscaya tidak akan ada orang yang akan meminta-minta di jalan. Adapun masalah pembangunan negara, maka kami kira tidak perlu sampai meminta pajak dari rakyat, kas negara yang terdiri dari hasil BUMN, pembayaran pemanfaatan fasilitas milik negara semacam jalan tol dan semacamnya, dan masih banyak lagi sumber penghasilan negara, insya Allah semuanya bisa menutupi biaya pembangunan. Itu tentunya kalau semua dana tersebut bisa sempurna masuk ke kas negara, tanpa dipotong olah para koruptor dan pencuri uang negara.
Kalaupun -anggaplah- semua itu belum mencukupi maka boleh-boleh saja pemerintah meminta ‘bantuan’ finansial dari rakyatnya untuk membangun sesuatu yang merupakan kemaslahatan mereka sendiri. Tapi tentunya ‘bantuan’ ini tidak bersifat terus-menerus dan bukan pula bersifat kewajiban syar’i. Wallahu a’lam.
Faidah:
Seandainya seseorang terpaksa mengeluarkan pajak dan pungutan lainnya yang tidak syar’i, apakah dia boleh membayarnya dengan niat zakat?
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, dan yang benar adalah tidak boleh. Karena pajak dan pungutan dari pemerintah ini termasuk dari kezhaliman penguasa yang Nabi -alaihish shalatu wassalam- memerintahkan kita untuk bersabar terhadapnya. Maka jika dia meniatkannya sebagai zakat, berarti dia tidak terzhalimi sehingga tidak perlu baginya untuk bersabar. Inilah pendapat yang dipilih oleh Asy- Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti’ (6/218)
Sumber: http://al-atsariyyah.com/?p=174
“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan keridhaan dirinya.”
Maka pajak ini termasuk dari pungutan-pungutan yang tidak ada nashnya, karenanya dia merupakan perbuatan mengambil harta seorang muslim tanpa hak. Adapun jika pemerintah mewajibkannya maka kita harus sabar dan terpaksa mengeluarkannya, karena kalau tidak maka dia akan terkena mudharat dan gangguan.
Kalau kaum muslimin di zaman Rasulullah -alaihish shalatu wassalam- dan para sahabat bisa berjaya tanpa pajak, maka kenapa sekarang tidak bisa?!
Seandainya setiap muslim mengeluarkan semua kewajiban zakat yang diwajibkan atasnya, kami yakin niscaya tidak akan ada orang yang akan meminta-minta di jalan. Adapun masalah pembangunan negara, maka kami kira tidak perlu sampai meminta pajak dari rakyat, kas negara yang terdiri dari hasil BUMN, pembayaran pemanfaatan fasilitas milik negara semacam jalan tol dan semacamnya, dan masih banyak lagi sumber penghasilan negara, insya Allah semuanya bisa menutupi biaya pembangunan. Itu tentunya kalau semua dana tersebut bisa sempurna masuk ke kas negara, tanpa dipotong olah para koruptor dan pencuri uang negara.
Kalaupun -anggaplah- semua itu belum mencukupi maka boleh-boleh saja pemerintah meminta ‘bantuan’ finansial dari rakyatnya untuk membangun sesuatu yang merupakan kemaslahatan mereka sendiri. Tapi tentunya ‘bantuan’ ini tidak bersifat terus-menerus dan bukan pula bersifat kewajiban syar’i. Wallahu a’lam.
Faidah:
Seandainya seseorang terpaksa mengeluarkan pajak dan pungutan lainnya yang tidak syar’i, apakah dia boleh membayarnya dengan niat zakat?
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, dan yang benar adalah tidak boleh. Karena pajak dan pungutan dari pemerintah ini termasuk dari kezhaliman penguasa yang Nabi -alaihish shalatu wassalam- memerintahkan kita untuk bersabar terhadapnya. Maka jika dia meniatkannya sebagai zakat, berarti dia tidak terzhalimi sehingga tidak perlu baginya untuk bersabar. Inilah pendapat yang dipilih oleh Asy- Syaikh Ibnu Al-Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti’ (6/218)
Sumber: http://al-atsariyyah.com/?p=174
Tidak ada komentar:
Posting Komentar