Oleh : Abu Ibrahim ‘Abdullah bin Mudakir Al-Jakarty
Pintu
taubat selalu terbuka bagi orang yang melakukan perbutan dosa selama
nyawa belum sampai tenggorokkan dan matahari belum terbit dari barat.
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina,
barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat
(pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada
hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,
kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan
mengerjakan amal shalih. Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Furqan : 68-70)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ اللَّهَ عَزَّوَجَلَّ لَيَقْبَ لُتَوْبَةَ الْعَبْدِ، مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah Azza wajalla menerima taubat seorang hamba, selama nyawa belum sampai tenggorokkan.” (HR. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah menerima taubatnya.” (HR. Muslim)
Termasuk pintu taubat pun terbuka bagi ahlu bid’ah, orang-orang sesat lagi menyimpang.
Namun bukan berarti atau jangan disalah pahami dengan ini boleh bagi
kita untuk bermajelis dan duduk-duduk dengan ahlu bid’ah. Perhatikan
dalil-dalil berikut ini.
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللهَ جَامِعُ المُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
“Dan sungguh, Allah telah menurunkan
(ketentuan) kepada kamu di dalam Kitab (Al Quran) bahwa apabila kamu
mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokan (oleh
orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga
mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu
berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.” (Qs. an-Nisā’ : 140)
Allah Subhaanahu wata’aala berfirman :
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan apabila kamu melihat
orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka
sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain dan jika syaithan
menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk
bersama orang-orang yang dzalim itu sesudah teringat (akan larangan
itu).” (Qs. al-An’ām : 68)
Berkata Al-Imam Syaukani Rahimahullah:
وفي هذه الآية موعظة عظيمة لمن يتسمح بمجالسة المبتدعة، الذين يحرّفون كلام الله، ويتلاعبون بكتابه وسنة رسوله، ويردّون ذلك إلى أهوائهم المضلة وبدعهم الفاسدة، فإن إذا لم ينكرعليهم ويغير ما هم فيه فأقلّ الأحوال أن يترك مجالستهم ،وذلك يسيرعليه غير عسير . وقد يجعلون حضوره معهم مع تنزّهه عما يتلبسون به شبهة يشبهون بها على العامة، فيكون في حضوره مفسدة زائدة على مجرد سماع المنكر
“Di dalam ayat ini terdapat nasehat
yang agung bagi orang bermurah hati (ramah -ed) dengan duduk-duduk
kepada ahlu bid’ah yang mereka menyelewengkan kalamullah (Al-Qur’an,
ayat-ayat-Nya -ed), bermain-main dengan Kitab-Nya, sunnah Rasul-Nya yang
mereka inginkan dengan itu yaitu mengajak kepada hawa nafsu mereka yang
sesat, dan kebid’ahan mereka yang rusak, maka apabila tidak bisa
mengingkari mereka dan merubah apa yang ada pada mereka, maka keadaan
yang paling ringan adalah dengan meninggalkan duduk-duduk bersama
mereka, yang demikian itu mudah atasnya tidaklah sulit. Dan sungguh
dengan hadirnya seseorang bersama mereka (ahlu bid’ah) bersamaan dengan
bersihnya orang tersebut dari apa yang mereka samarkan (rancukan dari
kebenaran) dengan syubhat, yang menjadi syubhat atas kebanyakan orang,
maka menjadikan hadirnya (bersama ahlu bid’ah) sebuah kerusakan yang
lebih dibandingkan sekedar mendengarkan kemungkaran.” (Fathul Qadiir, Pada Ayat ini)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Sesungguhnya perumpamaan orang yang
bergaul dengan orang yang shalih dan orang yang jahat, seperti orang
yang bergaul dengan seorang yang membawa minyak wangi dan pandai besi,
orang yang membawa minyak wangi (tukang minyak wangi) mungkin memberi
minyak wangi kepadamu atau engkau membeli darinya, paling tidak engkau
mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi kemungkinan
apinya akan membakar bajumu atau engkau mendapati bau yang tidak enak
darinya.” (HR. Bukhari : 5534 dan Muslim : 2628 dari shahabat Abu Musa Al-Asy’ari)
Berkata Al-Haafidz Ibnu Hajar Rahimahullah :
وفي الحديث النهى عن مجالسة من يتأذى بمجالسته في الدين والدنيا والترغيب في مجالسة من ينتفع بمجالسته فيهما
“Pada hadits ini terdapat larangan
dari bergaul kepada orang yang berdampak (jelek –ed) bagi agama dan
dunia dan anjuran untuk bergaul kepada orang yang bermanfaat bagi agama
dan dunia.” (Fathul Bari : 4/324, Daarul Hadits Al-Qaahirah)
Berkata Al-Imam An-Nawawi Rahimahullah :
فِيهِ تَمْثِيله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْجَلِيس الصَّالِح بِحَامِلِ الْمِسْك، وَالْجَلِيس السُّوء بِنَافِخِ الْكِير، وَفِيهِ فَضِيلَة مُجَالَسَة الصَّالِحِينَ وَأَهْل الْخَيْر وَالْمُرُوءَة وَمَكَارِم الْأَخْلَاق وَالْوَرَع وَالْعِلْم وَالْأَدَب، وَالنَّهْي عَنْ مُجَالَسَة أَهْل الشَّرّ وَأَهْل الْبِدَع، وَمَنْ يَغْتَاب النَّاس، أَوْ يَكْثُرفُجْرُهُ وَبَطَالَته . وَنَحْو ذَلِكَ مِنْ الْأَنْوَاع الْمَذْمُومَ
“Di dalam hadits (ini) terdapat
perumpamaan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa teman duduk
yang shalih seperti penjual minyak wangi dan perumpamaan teman duduk
yang jelek seperti pandai besi, dan di dalamnya (di dalam hadits)
terdapat keutamaan bergaul dengan orang shalih, orang yang baik, orang
yang menjaga muru’ah (wibawa/kehormatan), orang yang mempunyai akhlaq
yang mulia, orang yang wara’ dan memiliki adab dan (di dalam
hadits ini –ed) terdapat larangan dari bergaul dengan orang yang jelek,
ahlu bid’ah, orang yang mengumpat manusia, atau bergaul dengan orang
yang banyak berbuat dosa dan pengangguran dan semisalnya dari
macam-macam orang yang tercela.” (Syarh Shahih Muslim : 8/427)
Dalil-dalil di atas sangatlah jelas bagi
kita akan dilarangnya seseorang bermajelis dan duduk dengan ahlu
bid’ah, orang-orang sesat dan menyimpang. Mengharap taubatnya ahlu bid’ah dan orang-orang sesat adalah sebuah perkara. Dan menjauhi ahlu bid’ah adalah perkara yang lain.
Perhatikan perkataan para ulama tentang larangan dari bergaul, bermajelis dengan ahlu bid’ah, orang-orang sesat dan menyimpang.
Berkata Abu Qilabah Rahimahullah :
لا تجالسوا أهل الأهواء، ولا تجادلوهم، فإني لا آمن أن يغمسوكم في الضلالة، أو يلبسوا عليكم في الدين بعض ما لبس عليهم
“Janganlah kalian duduk bersama ahlu
ahwa’ (ahlu bid’ah –ed) dan janganlah mendebat mereka dikarenakan
sesungguhnya aku tidak merasa aman mereka menanamkan kesesatan kepada
kalian atau menyamarkan (merancukan –ed) kepada kalian perkara agama,
sebagian perkara agama yang mereka samarkan.” (Asyari’ah Al-Ajuri : 56 – Al Ibanah Ibnu Bathah : 2/437)
Ismail bin Khorijah menceritakan, beliau berkata :
دخل رجلان على محمد بن سيرين من أهل الأهواء، فقالا : يا أبا بكر نحدثك بحديث؟ قال : لا قالا : فنقرأ عليك آية من كتاب الله عزوجل؟ قال : لا، لتقومن عني أو لأقومن
“Dua orang dari ahlu ahwa’ (ahlu
bid’ah) masuk menemui Muhammad bin Siiriin mereka berdua berkata :
“Wahai Abu Bakar (kunyah ibnu Siiriin –ed), kami akan menyampaikan satu
hadits kepadamu? Berkata (Ibnu Siiriin) : “Tidak.” Berkata lagi dua
orang tersebut : “Kami akan membacakan satu ayat kepadamu dari
Kitabullah (al-Qur’an) Azza wa Jalla?” Berkata (Ibnu Siiriin) : “Tidak.
Kalian pergi dariku atau aku yang pergi.” (Asyari’ah Al-Ajuri : 57 – Al Ibanah Ibnu Bathah : 2/446)
Bahkan inilah (tidak bergaul dengan ahlu
bid’ah dan orang-orang sesat) adalah salah satu ciri atau karakteristik
seorang yang mengaku dirinya sebagai seorang salafy.
Berkata Al-Fudhail bin ‘Iyyadh rahimahullah :
أدركت خيار الناس كلهم أصحاب سنة وينهون عن أصحاب البدع
“Saya telah mendapatkan bahwa
sebaik-baik manusia seluruhnya adalah ahlussunnah dan mereka senantiasa
melarang bergaul dengan ahlu bid’ah.” (I’tiqaad Ahli Sunnah, Al-Lalikai 1/138)
Dan sangat dikhawatirkan orang yang bergaul dan bermajelis dengan ahlu bid’ah akan terpengaruh.
Ibnu Baththah Al-Ukbary berkata :
ولقد رأيت جماعة من الناس كانو ايلعنونهم، ويسبونهم، فجالسوهم على سبيل الإنكار، والرد عليهم، فمازالت بهم المباسطة وخفي المكر، ودقيق الكفرحتى صبو إليهم
“Saya pernah melihat sekelompok manusia yang dahulunya melaknat ahlu bid’ah, lalu mereka duduk bersama ahlu bid’ah untuk mengingkari dan membantah
mereka dan terus menerus orang-orang itu bermudah-mudahan, sedangkan
tipu daya itu sangat halus dan kekafiran sangat lembut dan akhirnya
terkena kepada mereka.” (Al-Ibanah : 2/470).
Semoga Allah memberikan pemahaman agama dan menjaga serta mengistiqamahkan kita semua. Amin, wallahu a’alam bis shawwab.
sumber : http://tauhiddansyirik.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar