(Benarkah Membantah Kesalahan Akan Memecah Belah Persatuan?!)
Pengantar
Makalah ini dikirimkan oleh salah
seorang ikhwah kita sebagai realisasi baku tolong di dalam kebaikan
(semoga ini bisa menjadi motivasi bagi para ikhwah lainnya untuk
melakukan hal serupa), menyebarkan nasehat, bimbingan sekaligus bantahan
dari para ulama kita hafizhahumullah dari syubhat dan kerancuan yang
ditebarkan oleh sebagian manusia bahwa membantah kesalahan seorang
Ahlussunnah dikesankan sebagai sebuah upaya untuk memecahbelah persatuan
atau dibahasa “keren”kan sebagai merawat perpecahan yang
pada hakekatnya adalah upaya untuk membungkam Ahlussunnah agar diam dari
inkarul munkar, bahkan membela dan membenarkan kesalahan.
Wal’iyadzubillah.
Asy-Syaikh Abdullah Al-Bukhary hafizhahullah ditanya:
Sebagian orang ada yang mengatakan: Jika
salah seorang dari ahlus sunnah melakukan kesalahan padahal dia seorang
yang memiliki jasa di dalam menyebarkan As-Sunnah dan mendakwahkan
agama Allah, maka dia tidak boleh dibantah secara terang-terangan dan
tidak boleh ditahdzir karena hal ini akan mencerai-berai dan
memecah-belah persatuan salafiyyun, bagaimana menjawabnya?
Jawab:
Allah berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا.
“Dan perpegang teguhlah kalian dengan
tali (agama) Allah secara keseluruhan dan janganlah kalian bercerai
berai.” (QS. Ali Imran: 103)
Berpegang teguh dengan tali Allah padanya
terdapat perintah untuk berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi was salam.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ.
“Sungguh pada diri Rasulullah terdapat
teladan yang baik bagi siapa saja yang mengharapkan keridhaan Allah dan
kebahagiaan di hari kiamat nanti.” (QS. Al-Ahzab: 21)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ.
“Maka hendaklah orang-orang yang
menyelisihi perintahnya (Rasulullah) takut akan tertimpa fitnah atau
adzab yang pedih.” (QS. An-Nuur: 63)
Rasulullah shallallahu alaihi was salam bersabda sebagaimana disebutkan di dalam Shahih Al-Bukhary:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى.
“Semua manusia akan masuk surga kecuali orang yang enggan.”
Para shahabat bertanya: “Siapakah orang yang enggan masuk surga itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab:
مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى.
“Siapa yang mentaatiku maka dia pasti akan masuk surga, dan barangsiapa mendurhakaiku berarti dia enggan masuk surga.”
Berpegang tegung dengan agama Allah
-maksud saya- persatuan itu harus dibangun di atas kebenaran, dengan
kebenaran dan di dalam kebenaran. Dan termasuk prinsip pokok ahlus
sunnah wal jama’ah adalah bersatu di atas kebenaran dan menyingkirkan
perpecahan dan perselisihan, ini yang pertama.
Yang kedua; bahwasanya sebuah
kesalahan jika telah menyebar luas dan nampak jelas, sama saja
menyebarnya kesalahan ini melalui kaset, atau kitab, atau makalah atau
selainnya dan nampak jelas bahwa itu merupakan kesalahan, maka wajib
membantahnya dalam rangka menjaga syariat. Karena Nabi shallallahu alaihi was salam bersabda sebagaimana disebutkan di dalam kitab Shahih dari riwayat Abu Sa’id:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ اْلإِيْمَانِ
حَبَّةَ خَرْدَلٍ.
“Siapa saja diantara kalian yang melihat
kemungkaran maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya, jika dia
tidak mampu maka dengan lisannya, dan jika dia tidak mampu maka dengan
hatinya, dan setelah itu tidak ada lagi iman yang tersisa walaupun
seberat biji khardzal.”
Jadi wajib membantah kesalahan dan
menjelaskan kebenaran kepada manusia, karena ini merupakan kewajiban
syar’i yang hukumnya fardhu kifayah. Membantah kesalahan hukumnya wajib.
Dan manusia wajib untuk memahami -dan
ini adalah perkara ketiga- bahwasanya tidak otomatis ketika engkau
membantah orang yang bersalah berarti kesalahan ini atau orang yang
mengatakan kesalahan ini berarti seorang mubtadi’. Tidak ada kemestian
antara membantah orang yang salah dengan memvonis seseorang sebagai
mubtadi’. Jadi terkadang pihak yang dibantah memang seorang mubtadi’ dan
berhak divonis demikian, namun bisa juga dia masih seorang sunni dan
bukan seorang mubtadi’. Tidak ada kemestian diantara keduanya.
Barangsiapa yang memperhatikan
perkataan-perkataan para imam di masa lalu dan sikap-sikap mereka dahulu
dan di masa ini, akan jelas perkara ini baginya.
Perkara keempat; yaitu di dalam
perkataan si penanya ini bahwasanya tidak boleh membantah secara
terang-terangan dan tidak boleh mentahdzirnya karena hal ini akan
mencerai-berai dan memecah-belah persatuan, (dibantah): bukankah
terus-menerus dalam kesalahan dan mendiamkan kesalahan tersebut
merupakan sikap membenarkan kesalahan dan akan mengulang kesalahan
serupa serta akan menghancurkan barisan salafiyun dari dalam karena
mendiamkan kebatilan, sehingga kebatilan ini akan nampak dalam bentuk
kebenaran di pandangan manusia sehingga diyakini oleh manusia atau
dikatakan oleh manusia atau dianggap sebagai agama Allah. Ini lebih
besar lagi kejahatannya. Dan tidak boleh bagimu untuk mengatakan ucapan
ini, dan tidak akan mengatakan ucapan seperti ini orang yang mengetahui
jalan yang telah ditempuh oleh para salaf ketika membantah orang yang
salah. Terlebih lagi jika kesalahan itu telah tersebar luas ke mana-mana.
Beda jika kesalahan itu terbatas, tidak tersebar, tidak meluas, tidak
terang-terangan, tidak diketahui oleh manusia, tidak ada seorang pun
yang mendengarnya, tidak ada seorang pun yang membacanya, tidak ditulis
kepada seorang pun, dan tidak sampai kepada seorang pun. Tetapi engkau
sendirian yang mengetahui kesalahan itu yang dia ucapkan kepadamu, maka
nasehatilah dia dengan baik dan jangan mencelanya, jika dia orang yang
sifatnya seperti dalam pertanyaan, yaitu orang yang di atas As-Sunnah
dan suka menyebarkannya. Dia jelaskan kepadanya dan dia nasehati.
Tetapi juga yang harus diketahui jika
dia orang yang di atas As-Sunnah dan suka menyebarkan As-Sunnah, namun
kesalahannya terang-terangan maka wajib untuk membantah kesalahannya dan
kesalahan ini tidak boleh disetujui.
Nu’aim bin Hammad merupakan seorang imam Ahlus Sunnah, namun beliau dibicarakan dalam hal dhabt
(kekuatan dan ketelitian hafalannya -pent). Tetapi beliau adalah orang
yang kokoh di atas As-Sunnah dan keras terhadap ahlul bid’ah. Suatu hari
beliau duduk menyampaikan sebuah hadits di hadapan para muridnya sambil
membawa kertas lalu para muridnya menulisnya. Di majelis itu dihadiri
oleh Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Ma’in. Nu’aim berkata meriwayatkan
sebuah hadits: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al-Mubarak dari Ibnu Aun demikian demikian…” Maka Yahya berkata di majelis tersebut: “Saya kira riwayat hadits ini bukan dari jalan Ibnul Mubarak dari Ibnu Aun.” Maka Nu’aim pun marah seraya mengatakan: “Engkau berani menyalahkan diriku?!” (kalimat yang kami tidak paham -pent) Yahya bukan muridnya, beliau hanya menghadiri saja. Nu’aim melanjutkan: “Kami membaca tulisan, sedangkan engkau berani menyalahkanku dengan ingatanmu saja?” Yahya menjawab: “Saya menunjukkan kesalahan Anda agar Anda menjadi baik.” Namun beliau marah dan para murid-muridnya pun ikut marah seraya melotot kepada Yahya. Yahya berkata: “Tatkala
saya melihat beliau marah maka saya katakan, “Demi Allah, riwayat
hadits yang benar bukan dari Ibnul Mubarak dari Ibnu Aun. Tadi sudah
saya katakan bahwa sepertinya bukan haditsnya. Adapun jika dianggap
bahwa kami menentang, maka demi Allah bukan demikan perkaranya.” Lihatlah sikap adil Nu’aim
dan teguhnya beliau di dalam berpegang dengan As-Sunnah. Beliau tidak
ngeyel dan tidak sombong serta tidak marah berlebihan. Beliau bangkit
menuju rumahnya dan mengeluarkan kitab catatan haditsnya, lalu beliau
keluar seraya berkata: “Mana orang yang berani menyatakan
bahwa Abu Zakariyya (Yahya bin Ma’in) bukan Amirul Mu’minin dalam bidang
hadits. Wahai Abu Zakariyya, engkau benar dan saya yang keliru. Tadi
bukan riwayat Ibnul Mubarak dari Ibnu Aun, tetapi dari jalan Ibnul
Mubarak dari si fulan.”
Oleh karena inilah para imam menyebutkan
kisah ini sebagai salah satu keutamaan di dalam biografi Nu’aim. Beliau
diberitahu kesalahannya dan bersedia rujuk.
Jelas?! Jadi jangan engkau katakan hal
ini akan mencerai-berai dan memecah belah. Mendiamkan kesalahan adalah
kesalahan. Barangsiapa mengetahui sebuah kesalahan maka wajib untuk
menjelaskannya, wajib untuk menjelaskannya. Orang yang diketahui
keimamannya di dalam As-Sunnah dan diketahui telah lama di atas
As-Sunnah serta diketahui keteguhannya dalam berpegang As-Sunnah dan
usahanya menolong As-Sunnah dengan pengorbanan lahir batin,
kehormatannya tetap dijaga dan kesalahannya wajib untuk dibantah.
Adapun orang-orang yang berpenampilan
dengan baju As-Sunnah, tapi dia menipu manusia dengan mempengaruhi
manusia dengan kedok As-Sunnah hingga menipu orang banyak. Apabila
mereka telah merasa aman maka mereka pun akan mengeluarkan racun-racun
mereka dari waktu ke waktu dan menampakkan apa yang selama ini mereka
sembunyikan. Padahal Allah mengetahui makar yang mereka siapkan.
Tetapi tidak ada satu perkara pun, tidak
ada seorang pun yang merahasiakan sebuah perkara melainkan Allah pasti
akan menampakkan hakekatnya melalui kebodohan lisannya.
Al-Mufadhdhal bin Muhalhal berkata sebagaimana disebutkan di dalam Al-Ibanah Al-Kubra karya Ibnu Baththah rahimahullah: “Seandainya
seorang ahli bi’dah di awal majelisnya langsung menyampaikan kebid’ahan
kepadamu, niscaya engkau akan memperingatan bahayanya dan lari
menghindarinya, tetapi dia akan menyampaikan As-Sunnah kepadamu di awal
majelisnya, lalu dia akan menyusupkan kebid’ahan. Lalu jika bid’ah itu
telah masuk ke dalam hatimu, kapankah kiranya dia akan keluar?!”
Maksudnya bid’ah yang disembunyikan ini, kapan dia akan keluar?! Engkau membutuhkan usaha yang sangat berat.
Seorang penyair berkata:
عَشِقْتُ الْهَوَى قَبْلَ أَن أَعْرِفَ الْهَوَى فَصَادَفَ قَلْبًا خَالِيًا فَتَمَكَنَا
Aku menyukai hawa nafsu sebelum aku mengenal hawa nafsu
Jadilah dia menjumpai hati yang kosong sehingga bersarang di dalamnya
Jelas?! Maka berhati-hatilah -baarakallahu fiikum- terhadap ungkapan-ungkapan semacam ini.
Suara beliau bisa didownload di:
4shared.com: http://goo.gl/8Maqk
Box.com: http://goo.gl/v4IRZ
Link pdf: http://goo.gl/Cvc57
sumber; http://tukpencarialhaq.wordpress.com/2012/12/12/benarkah-membantah-kesalahan-akan-memecah-belah-persatuan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar