Radio Muwahiddin

Jumat, 03 Agustus 2012

Tolong Menolong dalam Kebaikan



Allah Ta'ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kalian kepada Allah, sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya." (Al-Maa`idah:2)
Ayat ini sebagai dalil yang jelas akan wajibnya tolong menolong dalam kebaikan dan takwa serta dilarang tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.
Dalam ayat ini Allah Ta'ala memerintahkan seluruh manusia agar tolong menolong dalam mengerjakan kebaikan dan takwa yakni sebagian kita menolong sebagian yang lainnya dalam mengerjakan kebaikan dan takwa, dan saling memberi semangat terhadap apa yang Allah perintahkan serta beramal dengannya. Sebaliknya, Allah melarang kita tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.
Di akhir ayat ini Allah mengancam dengan siksaan-Nya yang keras bagi siapa saja yang berbuat dosa dan pelanggaran ataupun tolong menolong di dalam perbuatan tersebut.


Niatkan Ibadah dalam Menikah
Di antara hal yang bisa menguatkan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa adalah menikah. Karena setelah menikah, seseorang mempunyai pendamping hidup yang bisa diajak untuk tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
Hal ini bisa terwujud apabila orang yang akan menikah meniatkan ibadah dalam nikahnya tersebut, melaksanakan serta menghidupkan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Yaitu dia niatkan dalam nikahnya untuk mendapatkan keturunan yang shalih, menjaga diri dari perbuatan yang haram dan menunaikan hak istri ataupun suami dengan sebaik-baiknya serta meningkatkan ibadah kepada Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَكِنِّي أَنَا أُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَصُوْمُ وَأُفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ, فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
"Akan tetapi aku shalat dan aku tidur, shaum dan berbuka, serta aku menikahi para wanita, maka barangsiapa yang membenci sunnahku maka dia bukan golonganku." (Muttafaqun 'alaih dari Anas bin Malik)

Tolong Menolong dalam Kebaikan
Seharusnya bagi seseorang yang telah menjalankan sunnah Rasulullah (seperti menikah) memperbanyak dan meningkatkan ibadahnya. Mengapa? Karena seseorang yang telah melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berarti dia telah mendapatkan nikmat yang besar yang harus disyukuri dengan cara meningkatkan ibadah kepada Allah yang telah menganugrahkan nikmat tersebut.
Allah berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya 'adzab-Ku sangat pedih." (Ibraahiim:7)
Jadikan nikah sebagai langkah baru untuk menguatkan dan meningkatkan ibadah, karena setelah menikah berarti seseorang punya teman setia yang bisa diajak untuk tolong menolong dalam kebaikan, peningkatan ibadah, saling mengingatkan, memberi nasehat dan yang lainnya dari amalan kebaikan.
Bisa jadi sebelum menikah seseorang sangat susah bangun malam tetapi setelah menikah dia rajin shalat malam karena dibangunkan oleh istrinya atau suaminya.

Suami Adalah Pemimpin Keluarganya
Suami adalah pemimpin bagi keluarganya. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An-Nisaa`:34)
Setiap rumah pasti membutuhkan seorang pemimpin yang mengatur urusannya, memeliharanya dan menjaganya. Pemimpin ini harus didengar ucapannya dan ditaati perintahnya selama tidak memerintahkan berbuat maksiat kepada Allah.
Seorang suami bertanggung jawab dalam mendidik istri dan anak-anaknya dengan ilmu agama. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tahriim:6)
Dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya tersebut. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Maka seorang penguasa adalah pemimpin bagi rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang istri adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anak suaminya dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Ketahuilah, kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya." (Muttafaqun 'alaih dari Ibnu 'Umar)

Kewajiban Istri Melayani Suami
Seorang istri mempunyai kewajiban melayani suami dan mengurus anak-anak di rumah menurut batas kemampuannya. Karena ia adalah seorang pemimpin dalam keluarganya yaitu bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dan harta suaminya dan akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya tersebut.
Inilah salah satu tauladan dari kalangan shahabiyah yang patut dicontoh. Dialah Asma` bintu Abi Bakr yang selalu membantu suaminya, Az-Zubair Ibnul 'Awwam, memberi makan kudanya, memanggul biji-bijian di atas kepalanya dan mencari air. (Muttafaqun 'alaih)
Tauladan lainnya adalah putri kesayangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Fathimah. Dia adalah seorang yang rajin di dalam mengerjakan tugas-tugas rumah tangganya dan membantu suaminya, 'Ali bin Abi Thalib. Suatu hari Fathimah bersama suaminya mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengeluhkan tangannya yang kasar dan meminta kepada beliau seorang pembantu yang bisa membantunya dalam mengerjakan pekerjaan rumahnya. Dan telah sampai khabar kepadanya bahwa beliau datang membawa pembantu, tetapi Fathimah tidak bertemu beliau.
Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertemu dengan Fathimah dan suaminya, beliau berkata kepada keduanya: "Maukah kutunjukkan kepada kalian berdua sesuatu yang lebih baik daripada apa yang kalian minta? Bila kalian menuju tempat tidur atau hendak ke tempat tidur, bertasbihlah 33 kali, bertahmidlah 33 kali dan bertakbirlah 34 kali. Ini lebih baik daripada seorang pembantu (yang kalian minta)." (Muttafaqun 'alaih)
Subhanallah! Seandainya kita mengamalkan hadits ini tentulah berbagai problem rumah tangga yang berkaitan dengan pekerjaan rumah akan bisa teratasi dengan baik -biidznillaah-. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan di dalam hadits tersebut bahwa bacaan tasbih 33 kali, tahmid 33 kali dan takbir 34 kali, itu lebih baik daripada seorang pembantu, sehingga suami-istri tidak lagi memerlukan pembantu untuk membantu pekerjaan rumahnya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memuji wanita-wanita Quraisy: "Sebaik-baik wanita yang mengendarai unta adalah wanita Quraisy, mereka penyayang terhadap anak-anak dan memperhatikan (hak) suaminya." (Muttafaqun 'alaih)

Selayaknya Suami Membantu Istrinya
Demikian sebaliknya, sudah seharusnya suami membantu istri menyelesaikan pekerjaannya di rumah. Dikeluarkan Al-Bukhariy dari jalan Al-Aswad bin Thariq bahwa dia bertanya kepada 'A`isyah: "Apa yang dikerjakan Nabi ketika berada di rumah?" 'A`isyah berkata: "Adalah beliau (suka) membantu keluarganya dan apabila mendengar adzan beliau keluar." (HR. Al-Bukhariy no.5363)
Inilah tauladan dari orang yang paling mulia, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau biasa membantu pekerjaan istrinya, menjahit bajunya yang robek, menyambung tali sandalnya yang putus dan yang lainnya.
Apalagi jika seorang istri kerepotan dalam menjalankan tugas rumah tangganya karena sudah mempunyai anak, maka sang suamilah yang paling berhak membantunya. Tidak selayaknya seorang suami yang baik membiarkan istrinya kerja sendirian atau kurang perhatian untuk membantunya, dalam keadaan dia mampu membantunya.

Lemah Lembut dalam Memimpin
Kepemimpinan tidaklah diidentikan dengan kekerasan dan kekakuan seorang suami dalam rumahnya. Tetapi yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami ialah menghiasi diri dengan akhlak yang baik dan lemah lembut. Adalah Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam -sebagai sebaik-baik manusia- merupakan pemilik akhlak mulia dan lurus -yang mana kita semua diperintah untuk mentaatinya dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangannya-, sungguh telah Allah anugrahkan sifat lemah lembut kepadanya dan juga diperintahkan bersikap ramah tamah kepada kaum mukminin. Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (Aali 'Imraan:159)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun memerintahkan kita agar bersikap lemah lembut: "Wajib bagimu bersikap lemah lembut." (HR. Muslim no.2594 dari hadits 'A`isyah)
"Sesungguhnya tidaklah kelemahlembutan berada pada sesuatu melainkan akan memperindah sesuatu tersebut dan tidaklah perangai ini dicabut dari sesuatu melainkan akan membuatnya jelek." (HR. Muslim no.2594)
Apabila Allah memerintahkan seorang istri mentaati suaminya, maka seharusnya seorang suami memudahkan semua urusan, lembut, murah hati dan bersabar.
Dan sungguh Allah telah menjadikan seorang istri sebagai tempat yang bisa menenteramkan hati suami. Maka seharusnya ia bersikap penyayang dan mencintai istrinya.
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (Ar-Ruum:21)
Seorang istri yang shalihah adalah sebaik-baik perhiasan simpanan seorang suami. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah." (HR. Muslim)
Maka bagi seorang suami haruslah mempunyai watak yang baik dan murah hati dalam pergaulannya bersama istrinya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik pergaulannya terhadap istrinya." (Shahih, HR. Al-Imam Ahmad 2/472)

Janganlah Istri Mengingkari Kebaikan Suami
Apabila muncul sesuatu yang tidak disukai dari suami, janganlah seorang istri mengingkari dan melupakan semua kebaikan suaminya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan dengan keras dan menerangkan bahwa kufur terhadap suami dan mengingkari kebaikannya adalah salah satu sebab masuknya seorang istri ke neraka. Pada waktu terjadi gerhana matahari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat gerhana, lalu bersabda setelahnya:
"...Aku melihat neraka dan belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari itu. Aku melihat mayoritas penduduknya adalah wanita." Para shahabat bertanya: "Mengapa demikian wahai Rasulullah?" Beliau bersabda: "Karena kekufuran mereka." Beliau ditanya lagi: "Apakah mereka mengingkari Allah?" Beliau bersabda: "Mereka mengingkari suami dan kebaikannya. Andaikata engkau berbuat kebaikan pada mereka sepanjang masa kemudian ia melihat sesuatu yang tidak disenanginya darimu, ia berkata: "Aku tidak melihat kebaikan darimu sama sekali." (Muttafaqun 'alaih dari Ibnu 'Abbas)

Jangan Bermudah-mudah Meminta Cerai
Jika seorang suami marah kepada istrinya, menyakitinya ataupun punya perangai yang kurang baik dan tidak disukainya, tetap tidak diperkenankan bagi seorang istri untuk meminta cerai kepadanya. Apabila seorang istri menuntut perceraian dari suaminya tanpa alasan yang syar'i maka diharamkan baginya bau surga! Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siapapun wanita yang meminta cerai dari suaminya tanpa ada dasar/alasan yang syar'i, maka haram baginya untuk mencium bau surga." (Shahih, HR. Abu Dawud no.2226)

Konflik dalam Rumah Tangga & Penyelesaiannya
Allah Ta'ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaithan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (Al-A'raaf:201)
Pada umumnya kehidupan rumah tangga tidak lepas dari konflik seperti terjadinya kemarahan di antara suami istri, apakah rumah tangga orang-orang shalih ataupun orang-orang ahli maksiat. Namun terdapat perbedaan yang jelas pada rumah tangga orang-orang shalih di satu sisi. Yaitu mereka tidak membiarkan permasalahan yang ada berjalan di atas kemauan syaithan. Bahkan mereka bila marah berlindung kepada Allah dari syaithan, memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka, menyatukan pendapat, meluruskan permasalahan mereka dan menyingkirkan makar syaithan.
Apabila timbul problema di antara suami istri, maka mereka harus segera menyelesaikannya dan berlindung kepada Allah dari syaithan yang terkutuk, melakukan upaya perdamaian, menutup pintu-pintu dan menjulurkan hijab (tidak membiarkan terlibatnya pihak ketiga). Misalnya apabila sang suami marah atau sang istri sedang emosi maka hendaknya berlindung dari syaithan, mengambil air wudhu` dan shalat dua raka'at. Jika salah seorang di antara suami-istri sedang berdiri, maka hendaklah dia duduk agar hilang marahnya. Bila sedang duduk, berbaringlah atau saling berpelukan dan merangkul serta saling memaafkan dengan ikhlash.
Semoga Allah memperbaiki keadaan kita dan keluarga kita semua sehingga tetap istiqomah di atas syari'at-Nya. Aamiin! Wallaahu A'lam. Wallaahul Muwaffiq.

Sumber bacaan: Fiqhut Ta'aamul bainaz Zaujain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."