Termasuk dalam
sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan sahur, berdasarkan
hadits-hadits yang diriwayatkan dari beliau. Hal ini sangat berbeda dengan
kebiasaan kebanyakan kaum muslimin yang mendahulukan waktu sahur jauh dari fajar
shadiq. Hal ini bertentangan dengan hadits-hadits yang shahih, di antaranya riwayat yang dibawakan oleh Al-Imam Al-Bukhari
dari shahabat Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anha berkata:
كُنْتُ أَتَسَحَّرُ فِي أَهْلِي ثُمَّ تَكُونَ سُرْعَتِي أنْ
أدْرِكَ السُّجُودَ مَعَ رَسُولِ اللهِ r
Artinya
:
“Saya
pernah makan sahur bersama keluarga saya, kemudian saya bersegera untuk
mendapatkan sujud bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam .”([1])
Zaid bin
Tsabit radhiallahu ‘anha berkata :
تَسَحَّرْنَا مَعَ النَّبِي r ثُمَّ قَامَ
إلى الصَّلاةِ.
قُلْتُ : كمْ كانَ بَيْنَ الأذانِ وَالسَّحُورِ قال قَدْرَ
خَمْسِيْنَ آيَــة
“Kami makan
sahur bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian beliau berdiri untuk
shalat shubuh.
Saya (Anas
bin Malik) bertanya kepadanya : berapa jarak antara adzan dengan sahur ? Zaid
bin Tsabit radhiallahu ‘anha menjawab : kurang lebih selama bacaan lima puluh
ayat.”([2])
Waktu Terakhir untuk Makan Sahur
Waktu
terakhir untuk makan sahur telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu
dengan terbit dan jelasnya fajar shadiq, sebagaimana firman Allah I :
)وَكلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكمُ الخَيْطُ
الأبْيَضُ مِنَ الخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الفـَجْرِ(
Artinya
:
“Silakan
kalian makan dan minum sampai nampak dengan jelas cahaya fajar.” Q.S. Al-Baqarah
: 187
Sebagaimana
pula dalam hadits ‘Aisyah radhiyAllahu ‘anha, berkata :
إنَّ بلاَلاَ كَانَ يُؤَذنُ بِلَيْلٍ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ
rكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذنَ اِبْنُ أمِّ مَكتُومٍ
فَإنَّهُ لا يُؤَذنُ حَتَّى يَطلُعَ الفَجْرُ )رواه البخاري(
Aartinya
:
“Sesungguhnya Bilal beradzan pada waktu malam hari, maka
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Silakan kalian makan dan
minum sampai Ibnu Ummi Maktum beradzan, sesungghnya dia tidak beradzan kecuali
setelah terbit fajar.” ( [3])
Sebagian
‘ulama membolehkan makan dan minum walaupun sudah terdengar adzan apabila
makanan masih ada di tangannya, berdalil dengan hadits Abu Hurairah, bahwasannya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata :
إِذَا سَمِعَ أحَدُكمُ النِّدَاءَ وَالإنَاءُ عَلَى يَدِهِ
فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقضِيَ حَاجَتهُ مِِنْهُ )رواه أبو داود
والحاكم(
Artinya
:
“Jika salah
seorang dari kalian mendengar adzan sementara bejana masih ada di tangannya maka
janganlah menaruhnya sampai dia menyelesaikan hajatnya dari bejana itu.” (H.R.
Abu Daud dan Al-Hakim) ([4])
Sebagian
pihak menisbatkan pendapat tersebut kepada jumhur shahabat, namun mayoritas
riwayatnya tidaklah shahih atau tidak sah. Kalaupun ada yang sah, namun tidak
secara terang atau jelas bahwa mereka berpendapat dengan pendapat tersebut.
Sementara Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa hampir-hampir para fuqoha’
berijma’ (sepakat) dengan pendapat yang berbeda dengan pendapat yang dinisbatkan
kepada jumhur shahabat di atas.
Seandainya
hadits di atas shahih, maka ada beberapa kemungkinan makna yang dimaksud dengan
hadits ini :
1. Bahwa
hadits ini memberikan rukhshoh bagi orang yang kondisinya seperti tersebut bukan
untuk semua orang, sehingga tidak boleh diqiyaskan dengan kondisi tersebut
diatas .
2. Bahwa
adzan yang dimaksud diatas adalah adzan yang terjadi sebelum fajar, hal ini
semakna dengan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid
25 hal.216.
[1] Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 18 hadits no :
1920
[2] Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 21 hadits no.
1921 Muslim Kitabush shiyaam hadits no. 47-[1097]
[3] Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 17 hadits no.
1918,1919, Muslim Kitabush shiyaam hadits no. 36-[1092], 37-[1093].
[4] Hadits ini dishohihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani v dalam
Silsilatul Ahaditsish Shahihah no. 1394. Namun
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi v
menyatakan hadits ini ada kelemahannya dalam kitabnya Tatabbu’
Auhamil Hakim hadits no. 732,
743, dan 1552.
sumber: www.assalafy.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar