Sesungguhnya segala
pujian hanya bagi Allah, kami menyanjung-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya,
memohon ampunan kepada-Nya, dan kami juga berlindung kepada Allah dari kejahatan
jiwa-jiwa kami dan dari kejelekan amalan-amalan kami. Barangsiapa yang diberi
petunjuk oleh Allah, maka sungguh dia termasuk orang yang mendapatkan hidayah,
dan barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa
memberikan petunjuk kepadanya.
Dan aku bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk diibadahi dengan benar kecuali
Allah satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku juga bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
Adapun setelah itu,
bahwasanya sebaik-baik perkataan adalah Kalamullah, dan sebaik-baik petunjuk
adalah petunjuk nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa’ala alihi
wasallam, dan bahwasanya sejelek-jelek perkara adalah segala sesuatu yang
diadakan-adakan, dan segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama ini adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.
Kemudian setelah
itu, ketahuilah bahwasanya perbuatan dusta atas nama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam merupakan penyakit berbahaya dan sulit diobati yang telah
menyebar (di tengah-tengah umat) seperti menyebarnya api pada tumbuhan yang
kering. Pernyakit ini merupakan penjerumus ke dalam kebid’ahan, kesesatan,
khurafat, menentang dalil, serta menyimpang dari jalan yang lurus dan jalan kaum
mu’minin. Berdusta atas nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga
menyebabkan pelakunya pantas untuk mendapatkan ancaman berupa tempat duduk dari
neraka.[1]
Saudara pembaca
sekalian, akan kami sebutkan untuk anda beberapa hadits yang dusta (palsu) atas
nama nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga hadits dha’if
(lemah) yang sering disebut pada bulan yang penuh barakah ini, dengan harapan
agar anda berhati-hati darinya, tidak mencampuradukkan antara al-haq dengan
al-bathil, dan agar urusan (agama) anda benar-benar di atas ilmu.
HADITS PERTAMA
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ
مَا فِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُوْنَ السَّنَة
كُلّهَا
“Kalau
seandainya hamba-hamba itu tahu apa yang ada pada bulan Ramadhan (keutamaannya),
maka niscaya umatku ini akan berangan-angan bahwa satu tahun itu adalah bulan
Ramadhan seluruhnya.”
Hadits ini
adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam (palsu).
Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam Shahihnya [III/190], Abu Ya’la
Al-Mushili di dalam Musnadnya [IX/180], dan selain keduanya.
Di dalam sanadnya
terdapat rawi yang bernama Jarir bin Ayyub. Tentang rawi yang
satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya:
Abu Nu’aim Al-Fadhl
bin Dukain mengatakan bahwa dia suka memalsukan hadits.
Al-Bukhari, Abu
Hatim, dan Abu Zur’ah mengatakan bahwa dia adalah Munkarul
Hadits.
Ibnu Khuzaimah
mengatakan: “Jika haditsnya shahih …”[2]
Ibnul Jauzi dalam
kitabnya Al-Maudhu’at [II/103] dan juga Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id
Al-Majmu’ah [hal. 74] menghukumi dia (Jarir bin Ayyub) adalah perawi
yang suka memalsukan hadits -yakni pendusta-.
Lihat Lisanul Mizan
[II/302] karya Ibnu Hajar.
HADITS KEDUA
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ
وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أمَّتِي
“Rajab adalah
bulan Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”
Hadits ini
adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam (palsu).
Di dalam sanadnya
terdapat rawi yang bernama Abu Bakr An-Naqqasy. Tentang rawi
yang satu ini, para ulama telah menjelaskan keadaannya, di antaranya:
Thalhah bin
Muhammad Asy-Syahid mengatakan bahwa Abu Bakr An-Naqqasy suka memalsukan
hadits, dan kebanyakannya tentang kisah-kisah.
Abul Qasim
Al-Lalika’i mengatakan bahwa tafsir dari Abu Bakr An-Naqqasy justru akan
mencelakakan hati, tidak menjadi obat bagi hati-hati ini.
Dan di dalamnya
juga terdapat rawi yang bernama Al-Kisa’i yang dikatakan oleh
Ibnul Jauzi sebagai rawi yang majhul (tidak
dikenal).
Hadits ini
diriwayatkan oleh Abul Fath bin Al-Fawaris di dalam Al-Amali dari Al-Hasan
Al-Bashri secara mursal.
Al-Hafizh Al-’Iraqi
mengatakan dalam Syarh At-Tirmidzi: “Ini adalah hadits dha’if jiddan
(sangat lemah), dan dia termasuk hadits-hadits mursal yang diriwayatkan dari
Al-Hasan (Al-Bashri), kami meriwayatkannya dari Kitab At-Targhib Wat Tarhib
karya Al-Ashfahani, hadits-hadits mursal yang diriwayatkan dari Al-Hasan
(Al-Bashri) tidak bernilai (shahih) menurut Ahlul Hadits, dan tidak ada satu
hadits pun yang menyebutkan tentang keutamaan bulan Rajab.”
Ibnul Jauzi dalam
kitabnya Al-Maudhu’at [II/117], Adz-Dzahabi dalam Tarikhul Islam [I/2990], dan
Asy-Syaukani dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 95] menghukumi bahwa hadits ini
adalah hadits palsu, didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Lihat Lisanul Mizan
[VI/202] karya Ibnu Hajar.
HADITS KETIGA
يا أيها الناس انه قد أظلكم
شهر عظيم شهر مبارك فيه ليلة خير من ألف شهر فرض الله صيامه وجعل قيام ليله تطوعا
فمن تطوع فيه بخصلة من الخير كان كمن أدّى فريضة فما سواه … وهو شهر أوله رحمة وأوسطه مغفرة وآخره
عتق من النار
“Wahai sekalian
manusia, sungguh hampir datang kepada kalian bulan yang agung dan penuh barakah,
di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, Allah
wajibkan untuk berpuasa pada bulan ini, dan Allah jadikan shalat pada malam
harinya sebagai amalan yang sunnah, barangsiapa yang dengan rela melakukan
kebajikan pada bulan itu, maka dia seperti menunaikan kewajiban pada selain
bulan tersebut …, dan dia merupakan
bulan yang awalnya adalah kasih sayang, pertengahannya adalah ampunan, dan
akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.”
Hadits ini
adalah hadits munkar, dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah di dalam
Shahihnya [III/191], dan beliau mengatakan: “Jika haditsnya shahih.” Maksud
ungkapan ini adalah bahwa Al-Hafizh Ibnu Khuzaimah ragu (tidak memastikan)
penshahihan hadits ini karena derajat sanadnya yang rendah (tidak sampai derajat
shahih), maka jangan ada seorangpun yang mengira bahwa hadits ini shahih menurut
Ibnu Khuzaimah.
Lihat Tadribur Rawi
[I/89] karya As-Suyuthi.
Hadits ini juga
dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman [III/305], Al-Harits bin Usamah
dalam Musnadnya [I/412], dan yang lainnya.
Di dalam sanadnya
terdapat rawi yang bernama ‘Ali bin Zaid bin Jud’an yang
dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Ibnu Khuzaimah
mengatakan bahwa dia tidak bsa dijadikan hujjah karena jeleknya hafalan
dia.
Al-Bukhari
mengatakan bahwa dia tidak bisa dijadikan hujjah.
Di dalam sanadnya
juga terdapat rawi yang bernama Iyas bin Abi Iyas yang
dikatakan oleh para ulama, di antaranya:
Adz-Dzahabi
mengatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak dikenal.
Al-’Uqaili
mengatakan bahwa dia adalah rawi yang majhul (tidak
dikenal) dan haditsnya tidak mahfuzh (yakni syadz/ganjil).
Abu Hatim
mengatakan: “Ini adalah hadits Munkar.” (Al-’Ilal karya Ibnu
Abi Hatim [I/249]).
Lihat Lisanul Mizan
[II/169] karya Ibnu Hajar, As-Siyar [V/207] karya Adz-Dzahabi, dan As-Silsilah
Adh-Dha’ifah [II/262] karya Asy-Syaikh Al-Albani.
HADITS KEEMPAT
إذا كان أوَّل ليلة من شهر
رمضان نظر الله إلى خلقِهِ الصيَّام فإذا نظر الله إلى عبدٍ لم يعذِّبْهُ
أبدًا،ولله عزَّ وجَلَّ في كُلِّ يومٍ ألف عتيقٍ من النَّار
“Ketika malam
pertama bulan Ramadhan, Allah melihat makhluknya, ketika Allah melihat kepada
seorang hamba, maka Dia tidak akan mengadzabnya selamanya, dan Allah ‘azza
wajalla pada setiap harinya memiliki seribu hamba yang dibebaskan dari
neraka.”[3]
Hadits ini
adalah hadits yang didustakan atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam (palsu).
Di dalam sanadnya
banyak rawi yang majhul (tidak dikenal) dan rawi yang dituduh berdusta
yaitu ‘Utsman bin ‘Abdillah Al-Qurasyi Al-Umawi Asy-Syami yang
dikatakan oleh para ulama di antaranya:
Al-Juzajani
menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), suka
mencuri hadits.
Abu Mas’ud As-Sijzi
menyatakan dia adalah kadzdzab.
Ibnul Jauzi di
dalam Al-Maudhu’at [II/104], Ibnu ‘Arraq di dalam Tanzihusy Syari’ah [II/146],
Asy-Syaukani di dalam Al-Fawa’id Al-Majmu’ah [hal. 85], dan yang lainnya
menghukumi hadits ini sebagai hadits palsu, didustakan atas nama Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam.
Lihat Lisanul Mizan
[V/147] karya Ibnu Hajar.
HADITS KELIMA
صُوْمُوا
تَصِحُّوا
“Berpuasalah,
niscaya kalian akan sehat.”
Ini adalah
hadits dha’if, dikeluarkan oleh Al-’Uqaili dalam Adh-Dhu’afa’ [II/92],
Ath-Thabarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir [1190], dan selain mereka.
Di dalam sanadnya
terdapat rawi yang bernama Zuhair bin Muhammad At-Tamimi,
riwayat penduduk negeri Syam dari dia adalah riwayat yang di dalamnya
banyak riwayat munkar.
Dalam sanadnya yang
lain, terdapat rawi yang bernama Nahsyal bin Sa’id, dan dia
adalah rawi yang matruk (ditinggalkan haditsnya).
Ishaq bin Rahuyah dan Abu Dawud Ath-Thayalisi menyatakan dia adalah rawi yang
kadzdzab (pendusta). Di samping itu sanadnya
juga terputus.
Dalam sanadnya yang
lain juga terdapat rawi yang bernama Husain bin ‘Abdillah bin Dhamirah
Al-Himyari yang dikatakan oleh para ulama di antaranya:
Al-Imam Malik
menisbahkan dia sebagai rawi yang pendusta.
Ibnu Ma’in
menyatakan bahwa dia adalah kadzdzab (pendusta), tidak
ada nilainya sedikitpun.
Al-Bukhari
menyatakan bahwa dia adalah munkarul hadits
(kebanyakan haditsnya munkar).
Abu Zur’ah
menyatakan bahwa dia adalah rawi yang tidak ada nilainya sedikitpun,
hinakan haditsnya (yakni yang dia riwayatkan).”
Al-Hafizh Al-’Iraqi
melemahkan sanadnya, dan Asy-Syaikh Al-Albani melemahkan hadits ini.
[As-Silsilah Adh-Dha’ifah (253)].
HADITS KEENAM
أُعطِيت أمَّتِي خمس خِصالٍ
في رمضان لم تُعطهنَّ أمَّةٌ قبلهم:خلوفُ فَمِ الصائم أطيبُ عند اللهِ من ريحِ
المِسك،وتستغفرُ لهم الحِيتان حتي يُفطروا
“Umatku ini
pada bulan Ramadhan diberi lima perangai yang tidak diberikan kepada umat
sebelumnya: (1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada
aroma misk,(2) Ikan-ikan memintakan ampun untuk mereka sampai berbuka
…”
Ini adalah
hadits dha’if jiddan (sangat lemah).
Dikeluarkan oleh
Ahmad dalam Musnadnya [II/292, 310], Al-Harits bin Usamah dalam Musnadnya
[I/410], dan selain keduanya.
Di salam sanadnya
terdapat rawi yang bernama Hisyam bin Ziyad bin Abi Zaid yang
dikatakan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai matrukul hadits
(ditinggalkan haditnya).
Asy-Syaikh
Al-Albani menghukumi hadits ini sebagai hadits dha’if jiddan (sangat
lemah), sebagaimana dalam Dha’if At-Targhib Wat Tarhib [586].
HADITS KETUJUH
إِنَّ شَهْرَ رَمَضَانَ
مُعَلَّقٌ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لاَ يُرْفَعُ إِلاَّ بِزَكَاةِ
الْفِطْرِ
“Sesungguhnya
bulan Ramadhan itu tergantung di antara langit dan bumi, tidaklah bisa diangkat
kecuali dengan zakat fitrah.”
Ini adalah
hadits dha’if.
Diriwayatkan oleh
Ibnu Shishri di dalam Al-Amali dan bagian hadits ini hilang, juga diriwayatkan
oleh Ibnu Syahin di dalam At-Targhib, dan Ibnul Jauzi di dalam Al-’Ilal
Al-Mutanahiyah [II/499].
Di dalam sanadnya
terdapat rawi yang bernama Muhammad bin ‘Ubaid yang dikatakan
oleh Ibnul JAuzi bahwa dia adalah majhul (tidak
dikenal). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan setelah menyebutkan hadits ini di
dalam Lisanul Mizan [V/276]: “Dia adalah rawi yang tidak ada satupun yang
mengikutinya.”
Asy-Syaikh
Al-Albani mendha’ifkan hadits ini di dalam As-Silsilah Adh-Dha’ifah (43).
-Ditulis secara
ringkas oleh Abu Zur’ah Sulaiman bin ‘Ali bin Syihab As-Salafy-.
Dan diterjemahkan
secara ringkas[4] pula dari http://sahab.net/forums/showthread.php?t=380588
ditambah sedikit catatan kaki dari penerjemah.
Wallahu a’lam
bish-shawab.
[1] Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam:
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ
مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّار
“Barangsiapa
yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia mempersiapkan
tempat duduknya di neraka.” [Muttafaqun ‘Alaihi dari shahabat Abu Hurairah,
Al-Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya]
[2] Ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa beliau tidak
memastikan keshahihan hadits sebagaimana yang akan disebutkan dalam penjelasan
hadits ketiga setelah ini. Wallahu a’lam.
[3] Demikian lafazh yang tercantum dalam sumber rujukan. Namun di
dalam sebagian referensi, -dengan keterbatasan pengetahuan kami-, ditemukan ada
perbedaan lafazh, yaitu tentang jumlah hamba yang dibebaskan dari neraka, di
referensi tersebut disebutkan berjumlah satu juta. Wallahu a’lam.
[4] Sengaja bagian yang tidak kami terjemahkan adalah beberapa
istilah muhadditsin atau istilah dalam ilmu hadits yang belum bisa kami
terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan tepat. Tetapi insya Allah tidak
akan mengubah isi dan substansi pembahasan. Wallahu a’lam.
sumber: www.assalafy.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar