Radio Muwahiddin

Minggu, 22 Juli 2012

Konsultasi Ramadhan : Haidh Bukan Penghalang Puasa?



Pertanyaan :
Assalamualaikum
Mohon pencerahan. Ada yg mengatakan haid tdk termasuk halangan untuk shaum karena beda dg shalat yg harus suci. Bagaimana?
LUKMAN - ….@yahoo. …
Jawab :
(dijawab oleh Abu ‘Amr Ahmad)
Pernyataan bahwa “haid tdk termasuk halangan untuk shaum karena beda dg shalat yg harus suci”, merupakan pernyataan yang batil.
Telah pasti dalam syari’at bahwa seorang wanita yang haidh tidak boleh baginya untuk bershaum (berpuasa), dan wajib atasnya untuk mengqadha’ (mengganti) shaum Ramadhan yang ia tinggalkan karena haidh tersebut pada hari-hari lain di luar Ramadhan.
Dalilnya :

Pertama, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang kaum wanita :
« أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ »
Bukankah kalau perempuan haidh maka dia tidak shalat dan tidak bershaum? (HR. Al-Bukhari no. 304 diriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallah ‘anhu)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari menjelaskan makna sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut : “Ini menunjukkan bahwa larangan wanita haidh dari melakukan shaum dan shalat telah tetap dalam hukum syari’at sebelum kesempatan majelis tersebut.”
Dalam riwayat lain dengan lafazh :
« وتمكث الليالي ما تصلي وتفطر في رمضان »
“Dia tinggal beberapa malam tidak shalat, dan tidak berpuasa ketika Ramadhan.” (HR. Muslim)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim berkata : “Yakni dia tinggal beberapa malam dan beberapa hari tidak shalat karena haidh. Dan tidak berpuasa beberapa hari pada bulan Ramadhan karena haidh.”

Kedua, Seorang wanita datang kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallah ‘anha bertanya :
« ما بال الحائض تقضي الصوم ولا تقضي الصلاة؟ فقالت عائشة رضي الله عنها : أحرورية أنت؟ قالت : لست بحرورية ، ولكني أسأل ، فقالت : كنا نحيض على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم فنؤمر بقضاء الصوم ، ولا نؤمر بقضاء الصلاة »
“Kenapa wanita haidh mengqadha’ shaum namun tidak mengqadha’ shalat? ‘Aisyah Radhiyallah ‘anha langsung bertanya balik kepadanya, “Apakah kamu ini berpaham haruriyyah (khawarij)?!” maka si wanita tersebut menjawab, “Aku bukan seorang yang berpaham haruriyyah. Namun aku benar-benar bertanya.”
Maka ‘Aisyah menjawab : “Dulu kami juga mengalami haidh pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, maka kami diperintah untuk mengqadha’ shaum (puasa) namun kami tidak diperintah untuk mengqadha’ shalat.” (HR. Al-Bukhari 315, Muslim 335).

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim menjelaskan :
“Hukum ini (bahwa wanita haidh mengqadha’ shalat namun tidak mengqadha’ shaum) merupakan hukum yang telah disepakati oleh kaum muslimin, yaitu bahwa wanita haidh dan nifas tidak wajib atas keduanya shalat dan puasa ketika itu. Kaum muslimin juga sepakat bahwa atas wanita haidh dan nifas tidak wajib mengqadha’ shalat. Kaum muslimin juga sepakat bahwa atas wanita haidh dan nifas wajib untuk mengqadha’ shaum.”
Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah menjelaskan :
“Apabila seorang wanita mengalami haidh, maka dia harus meninggalkan shalat dan shaum. Apabila dia telah suci dari haidh, maka dia wajib mengqadha’ hari puasa Ramadhan yang ia tinggalkan, namun ia tidak mengqadha’ shalat yang telah ia tinggalkan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XV/183)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah menegaskan :
“Para ‘ulama sepakat (ijma’) tidak sah puasa yang dilakukan oleh wanita haidh, demikian juga wanita yang sedang nifas.” (Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Ibni ‘Utsaimin XVII/139).
Dari uraian dalil dan penjelasan para ‘ulama di atas, sangat jelas bahwa :
  1. Haidh termasuk halangan shaum. Ini merupakan ketetapan syari’at
  2. Wanita haidh dan nifas tidak boleh bershaum.
  3. Wanita haidh harus mengqadha’ shaum yang ia tinggalkan
  4. Wanita haidh tidak disyariatkan mengqadha’ shalat.
  5. Pendapat yang menyatakan wanita haidh wajib juga mengqadha’ shalat merupakan pendapatnya kaum khawarij. Tentu saja pendapat ini adalah pendapat yang batil, yang telah diingkari oleh para shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.


sumber: www.assalafy.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."