Wasilah dan Uslub (Metode) Manhaj Salaf Dalam Berdakwah
(Bagian 4)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Asy Syaikh Fawwaz bin Hulayil bin Rabah As
Suhaimi
Pembahasan Keempat
USLUB JIHAD Siapa
yang Berhak Diajak Dengan Uslub Ini
Makna jihad secara bahasa
Kata jihad ini secara mutlak sama dengan arti al
jahd, thaqah, man'ah, dan wus'u. [Lisanul 'Arab 2/396-397]. Kadang
juga dimutlakkan kepada puncak dari semua urusan dan sikap mubalaghah
(berlebihan) dalam menumpahkan semua usaha dan kemampuan, baik ucapan maupun
perbuatan.
Makna jihad secara istilah
Dalam hal ini, kata ini mempunyai ikatan erat dengan
pengertian menurut bahasa. Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Mencurahkan segenap
kesungguhan atau keseriusan dalam memerangi orang-orang kafir. Dimutlakkan juga
kepada jihad terhadap hawa nafsu dan syaithan." (Lihat Fathul Bari, 6/5; Nailul
Authar, 7/208; Asy-Syarhul Mumti’, 8/7)
Adapun jihad fii sabilillah (jihad di jalan Allah)
merupakan amalan taqarrub dan ketaatan yang paling utama dan paling mulia.
Bahkan seutama-utama taqarrub yang dilakukan oleh seorang hamba yang orang-orang
mau berlomba-lomba setelah amalan-amalan yang fardhu (wajib). Hal ini tidak lain
karena buah yang diperoleh dari jihad ini, seperti kemenangan bagi kaum
Muslimin, terangkatnya agama ini, dan kalahnya orang-orang munafik serta
orang-orang kafir.
Allah Subhanahu wata'ala menamakan jihad ini sebagai
pernagaan yang menguntungkan, sebab keselamatan seseorang di dunia dan akhirat,
di mana Allah Subhanahu wata'ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى
تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ. تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih
baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya," (Ash Shaaf: 10-11)
Dalam hadits, nabi Shallallahu'alaihi wasallam
bersabda,
غَدْوَةٌ أَوْ رَوْحَةٌ فِي سَبِيلِ اللهِ خَيْرٌ مِنَ
الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
"Sungguh,
berangkat di awal siang atau di penghujungnya di jalan Allah, lebih baik dari
duania dan seisinya." (HR. Bukhari dalam Kitabul Jihad 6/90 no.
2792)
Juga sabda nabi Shallallahu'alaihi wasallam, "Tidaklah
berdebu kaki seorang hamba di jalan Allah lalu disentuh neraka." (HR. Bukhari
6/90 no. 2811)
Juga sabda nabi Shallallahu'alaihi
wasallam,
من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل
الله
"Barangsiapa
yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah maka dia di jalan Allah." (HR.
Bukhari 6/108 no. 2810)
Hadits-hadits ini, juga yang lainnya, menunjukkan
keutamaan jihad fi sabilillah, dan besarnya pahala yang disediakan Allah Ta'ala,
bahkan menyebutnya sebagai perniagaan yang beruntung. Hal ini tidak mungkin
demikian sehingga seseorang betul-betul berjihad di jalan Allah bukan di jalan
yang lain. Sebagaimana dalam hadits shahih yang telah
disebutkan;
لتكون كلمة الله هي العليا
"Untuk
meniggikan kalimat Allah !". Inilah Syarat paling mendasar sahnya suatu jihad
dan menjadi ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Untuk hal ini, Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani
mengatakan, "Kesimpulannya: peperangan yang bersumber dari kekuatan akal, rasa
marah dan syahwat, semua itu bukanlah dikatakan di jalan Allah kecuali yang
pertama."
Perkembangannya
Jihad itu berlangsung dalam tiga tahapan:
Yang pertama, adanya ijin bagi kaum muslimin untuk berperang tapi bukan sebagai perintah wajib, seperti dalam firman Allah Ta'ala,
Yang pertama, adanya ijin bagi kaum muslimin untuk berperang tapi bukan sebagai perintah wajib, seperti dalam firman Allah Ta'ala,
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا
وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
"Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu." (Al Hajj: 39)
Tahap kedua, menghadapi orang-orang kafir yang
memerangi,
menahan diri dari mereka yang tidak memerangi, berdasarkan firman Allah
Ta'ala,
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ
يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ
الْمُعْتَدِينَ
"Dan
perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah
kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas." (Al Baqarah: 190)
Tahap ketiga, perintah memerangi orang-orang
musyrik secara mutlak, agar agama ini hanya untuk Allah Azza wajalla, firman
Allah Ta'ala,
وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا
يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ
الْمُتَّقِينَ
"dan
perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu
semuanya; dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
(At Taubah: 36)
Syaikh Al Allamah Ibnu Baz Rahimahullah merajihkan
(menguatkan) bahwa tahap ketiga ini tidak mansukh (dihapus hukumnya), tapi tetap
berlaku sesuai dengan kondisi kaum muslimin.
Adapun jihad tidak terbatas hanya secara fisik saja
(bertempur), jihad terwujud dalam beberapa bentuk yang mendukung jihad secara
fisik. Termasuk di dalamnya ialah jihad dengan hujjah dan
bukti.
Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan, "Maka sesungguhnya
Allah Subhanahu wata'ala menegakkan agama Islam ini dengan hujjah, burhan,
pedang, dan tombak. Semuanya bagaikan saudara kandung dalam upaya membela dan
memenangkan agama ini. Semua adalah keberanian, di mana hal itu tidak sempurna
kecuali dengan adanya keberanian serta kekokohan hati dan
pikiran."
Beliau juga mengatakan, "keahlian prajurit itu ada dua:
keahlian dalam ilmu dan penjelasan, serta keahlian memanah dan menikam (dengan
pedang dan tombak). Dan para shahabat nabi Radhiallahu'anhum adalah orang-orang
yang paling sempurna dalam dua keahlian tersebut, mereka mampu membuka hati-hati
manusia lainnya dengan hujjah dan burhan, juga membebaskan berbagai wilayah
dengan pedang dan tombak."
Penjelasan suatu kebenaran dan mengajak manusia
kepadanya serta membantah ahli bid'ah yang memalsukan al haq (kebenaran)
terhadap manusia merupakan bagian dari jihad yang disyariatkan. Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah menegaskan pula, "Orang yang membantah ahli bid'ah adalah mujahid
!"
Kata beliau juga, "Jika seorang ahli bid'ah mengajak
kepada keyakinan atau prinsip yang menyelishi Al Quran dan As Sunnah. Atau dia
memilih jalan yang bertentangan dengan Al Quran dan As sunnah, lalu
dikhawatirkan akan menyesatkan orang banyak dengan pemkirannya itu, maka harus
dijelaskan kepada manusia tentang kesesatannya agar mereka mengenalnya dan
menjauhi keesatannya. Menghadapi ahlul bid'ah dan orang-orang yang sesat dengan
hujjah dan burhan, serta menerangkan kebenaran kepada manusia atau memahamkan
mereka tentang aqidah ahlul bid'ah itu adalah perkara yang wajib. Sebab
membersihkan jalan Allah, agama, manhaj, serta syariat-Nya serta menghalau
penyimpangan dan permusuhan ahlul bid'ah itu kewajiban yang bersifat kifayah.
menurut kesepakatan kaum muslimin.
Seandainya tidak ada yang Allah bangkitkan untuk
menghalau orang-orang sesat tersebut, tentulah agama ini akan rusak, dan
kerusakannya jauh lebih hebat dibandingkan penjajahan musuh-musuh kaum muslimin
dari kafir harbi (yang memerangi). Karena sesungguhnya mereka (orang-orang kafir
harbi) ini kalau berkuasa, tidaklah merusak hati dan agama rakyat jajahannya
kecuali pada saat kesempatan berikutnya. Adapun ahlul bid'ah dan orang-orang
sesat ini, justru merusak hati dan keyakinan orang yang dikuasainya lebih
dahulu."
Setelah memahami hal ini, hendaklah dimengerti bahwa
kebanyakan kelompok yang menyelisihi As Sunnah itu telah menyelewengkan
pengertian jihad yang syar'i kepada suatu jalan atau cara yang sesuai dengan
pemikiran bid'ah yang mereka yakini.
Kelompok pertama yang melakukannya ialah khawarij.
Sungguh sangat hebat tahdziir dari nabi Shallallahu'alaihi wasallam
terhadap fitnah dan keburukan pemikiran mereka yang menimbulkan kerusakan bagi
masyarakat dan negara. Mereka berani mengkafirkan kaum Muslimin atau pemerintah
mereka. Setelah itu mengajak jihad menghadapi penguasa Muslimin dengan alasan
penguasa itu adalah orang-orang kafir atau munafik.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di sela-sela pembicaraannya
tentang khawarij mengatakan, "Sesungguhnya ini (mengkafirkan kaum Muslimin
karena melakukan dosa besar) merupakan bid'ah pertama yang muncul di dalam
Islam. Penganut bid'ah ini mengkafirkan kaum muslimin, menghalalkan darah dan
harta mereka. Banyak hadits-hadits yang shahih dari nabi Shallallahu'alaihi
wasallam menunjukkan bahwa beliau mencela dan mmemerintahkan agar mereka
diperangi."
Kebanyakan mereka mengarahkan panah-panah mereka ke
negara-negara Muslimin, dengan perang dan kehancuran atau kegoncangan dan
keributan. Inilah makna dari apa yang dikatakan nabi Shallallahu'alaihi wasallam
tentang mereka.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan pula, "Di antara
celaan terbesar nabi Shallallahu'alaihi wasallam terhadap mereka ialah sabda
beliau tentang mereka,
"Mereka membantai ahlul Islam (kaum muslimin) dan
membiakan (hidup) para penyembah berhala." (HR. Bukhari dari Abu Sa'id Al
Khudri)
...Mereka adalah orang-orang khawarij al mariqah ini.
Imam Bukhari brkata tentang mereka, "Ibnu Umar menganggap mereka adalah
sejahat-jahat makhluk Allah, dan katanya: Mereka berpegang kepada ayat-ayat yang
sebetulnya diturunkan tentang orang-orang kafir dan mengarahkannya kepada kaum
Mulimin."
Hal itu menimpa mereka tidak lain karena buruknya
pemahaman mereka terhadap ajaran Islam dan Al Quran. Mereka melihat kepada Al
Quran dengan pandangan yang menyimpang, akhirnya mereka menyelewengkan
ayat-ayatnya dan mentakwilkannya kepada penafsiran yang salah. Bahkan menambah
dan melakukan bid'ah di dalam agama dengan sesuatu yang bukan dari agama.
Sebagaimana dikatakan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
"Bid'ah yang pertama seperti khawarij, muncul karena
buruknya pemahaman mereka terhadap Al Quran."
Termasuk hal-hal yang menguatkan adanya penyimpangan
mereka terhadap masalah jihad, bahwasanya Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam
sendiri yan tidak luput dari kejahatan, pemberontakan, dan revolusi yang mereka
adakan. Munculnya mereka pertama kali ialah tatkala Rasulullah
Shallallahu'alaihi wasallam membagi- bagikan rampasan perang. lalu bediri
seseorang dan berkata kepada beliau, "Bertakwalah kepada Allah, hai Muhammad !"
Dalam riwayat lain,
اِعْدِلْ ياَ مُحَمَّدُ
“Berbuat
adillah, wahai Muhammad!” Maka Nabi Shalallahu'alaihi wasallam bersabda,
"Celakalah engkau! Siapa lagi yang berbuat adil jika aku tidak berbuat adil?
Benar-benar merugi jika aku tidak berbuat adil.”
Ketika Umar radhiallahu 'anhu berkehendak untuk membunuh
orang yang tidak tahu diri ini, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pun
mencegahnya. Dan ketika Dzul Khuwaishirah beranjak pergi, beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam memperingatkan (para shahabat) darinya dan dari para
pengikutnya, seraya bersabda:
إِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ
صَلاَتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِياَمِهِمْ، يَقْرَأُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجاَوِزُ
تَرَاقِيَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ
الرَّمِيَّةِ
“Sesungguhnya
ia mempunyai para pengikut yang salah seorang dari kalian merasa shalatnya tidak
ada apa-apanya dibandingkan shalat mereka, shaumnya tidak ada apa-apanya
dibandingkan shaum mereka. Mereka (selalu) membaca Al Qur`an namun tidaklah
melewati kerongkongan (tidak dihayati dan dipahami maknanya, pen). Mereka keluar
dari (prinsip) agama sebagaimana keluarnya (menembusnya) anak panah dari tubuh
hewan buruan.” (HR. Al-Bukhari no. 3610 dan Muslim no. 1064)
Umat Islam betul-betul diuji dengan adanya orang-orang
yang membawa pemikiran seperti ini, sejak dahulu hingga hari ini. Bahkan mereka
menempuh berbagai cara dalam menyebarluaskan pemikiran sesat ini, kadang-kadang
meminjam istilah amar ma'ruf nahi munkar, atau jihad. Seperti inilah
bentuk-bentuk pakaian atau label haq yang membungkus sebuah
kesesatan.
Dan siapapun yang prinsip-prinsip khawarij terdahulu ada
padanya maka dia termasuk golongan mereka. Demikian ditegaskan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah,
"Maka siapa saja yang ada padanya hal-hal tersebut,
digolongkan bersama mereka. Karena penyebutan secara khusus bukanlah karena
mengkhususkan mereka dalam hal hukum, tetapi karena memang adanya kebutuhan
orang yang diajak dialog pada waktu itu untuk menyebutkan jati diri
mereka."
Di antara jalan-jalan yang pertama ditempuh mereka dalam
perusakan ialah melakukan provokasi, kekacauan, dan gangguan terhadap penguasa
kaum Muslimin dengan dalih jihad, juga menurut istilah mereka, membentuk
undang-undang kerakyatan dan dari sanalah mereka memulainya. Tidak ragu lagi,
bahwa hal ini adalah cara dalam bentuk ucapan yang kemudian disusul dengan
tindakan. Bahkan (ucapan) ini merupakan pembuka jalan bagi suatu tindakan. Sebab
tidak mungkin ada tindakan kecuali setelah adanya perkataan dan
tekad.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan hal ini sebayai
berikut, "Perseturuan dengan lisan (ucapan) dan perbuatan (tangan) adalah asal
bagi berbagai hal yang terjadi pada umat ini dalam masalah dunia dan agama, Maka
hendaklah orang yang berakal mengambil pelajaran melalui keyataan
ini."
Syaikh Al Allamah Al Fauzan menegaskan pula,
"Menimbulkan rasa dengki dan dendam kepada penguasa di dalam hati masyarakat
awam, adalah perbuatan orang- orang yang merusak. Yang menginginkan tersebarnya
kekacauan dan memecah belah persatuan kaum muslimin."
Maka wajib atas setiap Muslim yang hakiki memahami
agamanya dengan pemahaman yang benar sesuai dengan manhaj salaf sehingga dia
selamat dari berbagai pemikiran yang meruntuhkan sendi-sendi manhaj salaful
ummah. Barangsiapa yang mengenal al haq (kebenaran) dan jelas baginya jalan
kebenaran itu, maka dari pengetahuan ini dia akan tahu dan jelas jalan-jalan
kesesatan.
[Dinukil dari kitab Asas Manhajus Salaf fii Da’wati
Ilallah Edisi Indonesia Manhaj Dakwah Salafiyyah, Penulis Asy Syaikh Fawwaz bin
Hulayil bin Rabah As Suhaimi, Penerbit Pustaka Al Haura, hal
223-231]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar