Radio Muwahiddin

Senin, 12 Maret 2012

Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 4)


Thoghut Demokrasi Berlumuran Darah (Bagian 4)
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Al Aqil Hafizhahullah

(Bagian 4)

Wahai saudaraku, siapakah penguasa? Apakah kalian menyangka bahwa penguasa itu hanya satu orang? Penguasa itu jumlahnya ratusan ribu wahai saudaraku. Penguasa itu terdiri dari anak pamanku, anak pamanmu, anak bibiku, anak bibimu. Pamanmu dari pihak laki-laki dan pihak wanita. Tidak ada di antara kita melainkan memiliki saudara yang berada dalam pasukan tentara, saudara yang berada di kepolisian, saudara di departemen pendidikan, saudara yang berada di departemen kehakiman, saudara dalam politik. Apakah penguasa itu berdiri sendiri? Jika seorang penguasa muslim itu sendirian -seperti Raja Najasyi- apakah dia bisa merubah Habasyah? Karena dia sendirian. Sehingga tidak mampu mengadakan perubahan sedikitpun. Yusuf ‘alaihis salam lebih baik dari Najasyi, namun tidak mampu merubah Mesir, karena dia sendirian. Mereka adalah penyembah berhala sedang beliau seorang muslim. Beliau tidak mampu merubah mereka. Maka sesungguhnya penguasa itu pada hakekatnya adalah anak-anak pamanmu, anak-anak bibimu, dan seterusnya. Jadi engkau sesungguhnya saudara mereka.

Ada sebuah contoh untuk anda. Sebuah madrasah ilmaniyah (sekuler), kemudian Allah memberikan rizki dengan hadirnya seorang pengajar Salafy. Allah memperbaiki puluhan ribu pelajar, sebaliknya satu pengajar (sekuler) akan merusak puluhan ribu pelajar. Apakah anda wahai saudaraku memperhatikan perkara ini? Jika demikian ketika kita mengatakan: "Penguasa, penguasa, penguasa!!" Ini adalah kalimat dagang. Bukan kalimat ilmiyyah dan bukan pula kalimat aqliyah (masuk di akal). Ini semata-mata kalimat untuk menarik massa (provokasi.ed).

Maka persoalannya kembali kepada masalah "kecuali kalian melihat kekufuran yang nyata, kalian memiliki bukti di sisi Allah."  Kita berkata: "Yang menghukumi di sini adalah para ulama rabbaniyyin."

Orang-orang Aljazair menanyakan kepada Syaikh Ibnu Utsaimin di Masjidil Haram dan kami mendengarkan, bahkan tersebar di kaset-kaset. "Apa yang harus kami lakukan terhadap penguasa kami di negeri kami?" -Pada awal pertama revolusi- Syaikh menjawab: "Bertakwalah kepada Allah! bersabarlah! jangan kalian terjun dalam perkara ini. Ajarilah manusia dengan ilmu, pelajarilah agama kalian. Daulah tersebut memiliki bala tentara dan memiliki mobil, tank, sedangkan kalian hanya memiliki pisau [17]."

Wahai saudaraku, bertakwalah kepada Allah. Nasehat itu bukan hanya sekali atau dua kali, tetapi
mereka tidak mau mengambil hukum kepada para ulama. Mereka hanya bertahkim kepada para ahli pidato, sebagaimana Ali radliyallahu ‘anhu berkata, "Banyak khatibnya, dan sedikit ulamanya." Mereka bertahkim kepada para orator. Maka terjadilah musibah besar, naudzubillah padahal tidak hanya sekali atau dua kali saja syaikh berbicara. Yang menghakimi masalah ini bukanlah para sopir, dokter dan insinyur, walaupun mereka berjenggot lebat. Anda tidak pantas menghukumi! Karena anda pun tidak ridla, kalau seorang Doktor di Jami’ah Islamiyyah dalam bidang aqidah, apakah engkau ridla jika dia menyuntik anda? Tentu tidak saudaraku. Karena ia doktor di bidang syari’at La ilaha illallah dan Muhammad Rasulullah, rukun-rukun iman dan seterusnya. Maka ia mengerti dalam masalah itu. Adapun persoalan suntik-menyuntik bisa-bisa berakibat membunuhmu. Mengapa dokter-dokter itu tidak malu kepada Allah untuk berbicara permasalahan umat dalam bidang aqidah dan menentang penguasa. Revolusi di Suriah, revolusi Ikhwanul Muslimin, apakah kalian mengetahui dari mana sumbernya? Dari kuliah teknik. Apa urusan kalian wahai saudaraku, kalian dari kuliah teknik? Hikmatyar yang membunuh kaum muslimin di Afganistan [18], apakah kalian mengetahui dia? Dia adalah seorang insinyur. Apa urusanmu – wahai saudaraku -, dalam masalah ini? Hendaknya engkau terjun dalam pembangunan gedung-gedung, jalan-jalan dan hal- hal yang bermanfaat bagi umat. Jazakumullahu khairan katsira. Dan engkau wahai para dokter, hendaknya kalian mengobati penyakit yang menimpa umat. Perkara- perkara agama hendaknya dikembalikan kepada para ulama, bukan kepada tukang kayu dan ahli perlistrikan.

Kalian sombong, tidak mau masuk menggeluti keahlian kalian. Allah ‘Azza wa Jalla melarang kalian masuk dalam perkara yang bukan bidang kalian,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
"Bertanyalah kalian kepada ulama jika kalian tidak mengetahui." (An Nahl: 43)

Allah tidak mengatakan: "Bertanyalah kepada dokter-dokter dan para insinyur."  Sekarang yang mencalonkan diri sebagai pemimpin mereka adalah para dokter dan insinyur…."
Jika demikian, kembali kepada persoalan mafsadah dan maslahat.

Perkara pertama, wahai saudara-saudaraku, adalah perseteruan antara dua maslahat dan dua mafsadah; maslahat dari satu sisi dan mafsadah dari sisi lain. Maslahat yang kuat dan mafsadah yang tidak kuat. Mafsadah yang kuat dan maslahat yang tidak kuat. Persoalan ini tidak ada yang mengetahui kecuali ulama rabaniyyin.


Imam Shan’ani rahimahullah menyebutkan satu perkara yang baik sekali. Aku sebutkan untuk anda:
Beliau berkata: "Seorang penguasa menangkap seorang ulama dan ia ingin membunuhnya. Maka manusia marah dan berkata, "Penguasa yang zhalim, semoga Allah tidak memberikan kebaikan kepadanya. Dia membunuh seorang alim."


Maka datanglah seorang ulama untuk minta syafaat (keringanan) untuk si alim ini. Penguasa itu berkata, "Saya memberi syafaat kepadanya dengan syarat engkau mencium kepalaku di hadapan manusia dan engkau berkata, Alim ini yang bersalah dan penguasa itulah yang benar."

Aku bertanya kepada para pelajar di kuliah hadits. Bagaimana pendapat kalian wahai para pemuda? Semuanya berkata –kecuali sedikit-: "Biarkan laki-laki itu dibunuh dan kepala penguasa yang zhalim itu tidak dicium." Bagaimana pandangan kalian? Di hati para pemuda itu tidak ada kasih sayang. Akan tetapi jika mereka adalah anak-anak si alim ini niscaya mereka berkata, "Kami akan mencium kedua kakinya dan tidak akan membunuh ayah kami." Ternyata ulama yang berakhlak ini berkata, "Saya akan mencium kepalamu." Maka dia menciumnya dan membebaskan seorang jiwa dan tidak ada kerugian sedikitpun.

Lihat contoh yang cukup membahayakan ini. Perkara ini merupakan pertentangan antara maslahat dan mafsadah. Perkara yang berbahaya sekali. Tetapi umat ini tidak dihukumi oleh para pemuda, tetapi oleh para ulama yang rabbani. Akan tetapi yang sangat disayangkan, ketika engkau bertanya kepadanya tentang wudhu’. Dia berkata: "Saya tidak tahu, tanyalah kepada syaikh Fulan." Tetapi ketika engkau bertanya tentang politik, masalah Ahlu halli wal ‘aqd dan jihad., wuu (mereka langsung berkomentar, pent).

Syaikh Jamilurrahman di Kunar menyeru manusia: Wahai saudaraku, ucapkanlah: Laa ilaaha illallah kalian akan selamat. Maka mereka persis apa yang difirmankan Allah ‘Azza wa Jalla,
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ
"Sesungguhnya mereka dahulu apa bila dikatakan kepada mereka: Laa Ilaaha Wallah, mereka menyombongkan dirinya." (Ash Shaffat: 35)

Mereka kemudian membunuh beliau dan darah mengalir setelahnya. Allahu Akbar! Ketika Ibnu Umar radliyallahu ‘anhu melihat darah mengalir di Madinah pada Yaumul Harrah [19], beliau berkata; "Allahu Akbar! Darah sebagai balasan darah Utsman." Yakni Utsman Dzunnurain terbunuh. Orang yang ke empat dari orang yang paling utama, yaitu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian Abu Bakar, Umar, Utsman –menurut ijma’ umat ini– dan tidak ada perselisihan padanya. Apakah (Utsman) dibunuh begitu saja kemudian kaum muslimin keluar dengan selamat? Tidak! Mengalirlah setelah itu darah penduduk Madinah, setelah terbunuhnya Utsman radliyallahu ‘anhu. Sebagai balasan dari Allah untuk darah Utsman radliyallahu ‘anhu, yaitu darah yang suci mengalir di Madinah.

Kemudian, datanglah para pemuda yang dungu, tidak memiliki akal, langsung bertindak : Pukullah! Pecahkanlah! Untuk maslahat siapa? Mereka tidak mengerti untuk maslahat siapa lagi kalau bukan maslahat bagi orang-orang kafir.

Orang-orang kafir melakukan kebohongan atas kita, kemudian senjata-senjatanya dijual dengan harga murah dan seterusnya. Kalau saja mereka taat kepada Syaikh Jamilurrahman. Tetapi Allah mentaqdirkan, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi.

Wahai manusia, ucapkanlah laa Ilaaha Illallahu! Ingatlah Allah! Berjalanlah di atas jalan yang sesuai dengan manhaj Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam!. Perbaikilah aqidah kalian. Bagaimana mereka berperang dalam satu pasukan? Komunis, Syi’ah dan lain-lain. Dustum, bukankah dia komunis? Dia bergabung dengan Hekmatyar. Masya Allah! Sementara Hekmatyar membunuh Jamilurrahman. Kemudian engkau berkawan dengan Dustum? Jika demikian, engkau tidak menginginkan wajah Allah, wahai pendusta!! Engkau hanya menginginkan kekuasaan dan kerajaan. Oleh karena itu ketika engkau kehilangan (kekuasaan) engkau bergabung dengan Dustum.

Demikian pula Ikhwanul Muslimin di Yordania bergabung dengan komunis. Demi Allah, ini adalah aneh. Yakni tidak ada akal, tidak punya naql, tidak pula kasih sayang. Demi Allah yang tidak ada sembahan yang benar kecuali Dia. Tidak ada akal, tidak ada naql tidak pula rahmah. Kenyataan ini membuktikan, bahwa mereka tidak memiliki akal, naql dan kasih sayang terhadap kaum muslimin.
Permasalahan ini sangat mendasar, saya wasiatkan kepada kalian, –wahai saudaraku– agar bertakwa kepada Allah dan ittiba’, yang tidak ada kebaikan bagi umat ini kecuali berada di atas manhaj nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Allah Ta'ala berfirman,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kalangan kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (At Taubah:128)

Demi Allah, yang tidak ada sembahan yang haq kecuali Dia, orang yang tidak memiliki tiga sifat [20] ini, tidak pantas berdakwah ke jalan Allah, lebih-lebih membentuk suatu partai, lebih-lebih mendirikan sebuah negara.

[Diambil dari Majalah Salafy, Edisi 33/1420/1999 Judul asli: Beda Antara Agitasi Politik Ikhwani yang Berdarah Darah Dengan Manhaj Dakwah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang Harus Menjadi Uswah, Penerjemah Al Ustadz Muhamamd Umar As Sewed]
_________
Footnote

[17] Saya (Ustadz Muhammad Umar As Sewed, pent.) juga mendengar langsung kalimat yang senada dengan ini, dari Syaikh Muhammad bin Shaleh Al Utsaimin, ketika saya belajar di majelis beliau. Bahkan yang saya ingat beliau mengatakan : "Kalian hanya memiliki pisau dapur."
[18] Yang membunuh kaum muslimin di pihak Syaikh Jamilurrahman.
[19] Yaitu kejadian di masa Yazid, ketika Hajjaj menyerbu kota Madinah, kemudian dibiarkan bebas tanpa penguasa dan tanpa hukum beberapa hari. Maka terjadilah berbagai macam kejahatan dan kekacauan.
[20] Yakni berakal, mengerti naql (syariat), dan kasih sayang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

"Dipersilakan untuk menyebarluaskan isi dari blog ini untuk kepentingan da'wah, tanpa tujuan komersil dengan menyertakan URL sumber. Jazakumullohu khairan."