HADITS JIBRIL SEBAGAI PONDASI ISLAM DAN IMAN (2)
----------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh Ustadz Kharisman
4. Iman kepada para Rasul Allah
Beriman bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta’ala memilih laki-laki tertentu untuk menjadi utusanNya menyampaikan risalah Allah kepada umat. Seluruh dakwah para Rasul itu memiliki prinsip/ landasan utama yang sama, yaitu mengajak umat untuk beribadah hanya kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’ala dan menjauhi thaghut 6
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوْا اللهَ وَاجْتَنِبُوْا الطَّاغُوْتَ
“ Dan sungguh telah kami utus pada setiap umat Rasul, supaya (menyeru ummatnya agar) menyembah Allah (semata) dan menjauhi thaghut “(Q.S AnNahl :36)
Prinsip utama para Rasul itu adalah sama, yaitu mentauhidkan Allah. Sedangkan rincian syariat masing-masing, seperti tata cara sholat, puasa, dan semisalnya berbeda-beda.
Para Rasul tersebut adalah manusia biasa yang memiliki sifat-sifat/keadaan manusiawi seperti makan, minum, menikah, sakit, dan semisalnya. Mereka tidak berhak untuk mendapatkan bagian untuk disembah/ diibadahi. Namun, para Rasul tersebut haruslah dihormati, dicintai karena Allah, didukung dan diperjuangkan ajarannya, karena mereka dimulyakan Allah dengan wahyuNya.
Ajaran dan syariat para Rasul sebelum Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam hanyalah berlaku untuk umat mereka masing-masing, sedangkan syariat Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam akan terus berlaku hingga hari kiamat. Syariat Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam adalah syariat yang paling sempurna dan terbaik. Beliau adalah penutup para Nabi dan utusan Allah.
5. Iman kepada Hari Akhir
Beriman terhadap seluruh tahapan-tahapan peristiwa kehidupan yang akan dijalani manusia setelah meninggal dunia yang dikabarkan dalam alQur’an maupun Sunnah Nabi yang shahihah.
6. Iman kepada Taqdir
Beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah sesuai dengan ilmu dan taqdir (ketetapan) dari Allah. Allah Maha Adil dalam menetapkan taqdir-Nya. Allah Maha Bijaksana dalam perbuatan dan pengaturanNya. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi. Tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah Subhnaanahu Wa Ta’ala.
Para Ulama’ menjelaskan bahwa iman terhadap taqdir meliputi 4 tahapan:
Beriman bahwa Allah Maha Mengetahui segalanya.
إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S atTaubah:115)
Allah Maha Mengetahui:
- Segala sesuatu yang telah terjadi
- Segala sesuatu yang sedang terjadi
- Segala sesuatu yang akan terjadi
- Segala sesuatu yang tidak terjadi, bagaimana kalau terjadi 7
Beriman bahwa Allah telah menuliskan segala yang akan terjadi di alam semesta 50.000 tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
Allah menuliskan taqdir-taqdir makhluk 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi (H.R Muslim)
Beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi sesuai dengan kehendak Allah.
Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendakiNya pasti tidak akan terjadi.
Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu, termasuk perbuatan hamba 8.
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ
Allah adalah Pencipta segala sesuatu (Q.S az-Zumar:62)
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Dan Allah yang menciptakan kalian dan perbuatan kalian (Q.S as-Shooffaat:96).
Dalam hadits ini Nabi menyatakan beriman terhadap taqdir baik dan buruknya.
Penjelasan :
Jika kita melihat taqdir sebagai Perbuatan Allah, maka semua taqdir adalah baik. Karena seluruh Perbuatan dan Ketetapan Allah berkisar antara keadilan dan (tambahan) kebaikan (fadhl).
Dalam lafadz hadits ini Nabi menyebutkan taqdir sebagai ‘baik’ dan ‘buruk’. Hal ini adalah berdasarkan penilaian manusia umum terhadap sesuatu yang menimpanya: jika menyenangkan, maka itu adalah ‘baik’, jika tidak mengenakkan maka itu adalah ‘buruk’.
Contoh yang ‘baik’ adalah: kesehatan, kelapangan rezeki, dan semisalnya.
Contoh yang ‘buruk’ adalah: sakit, kekurangan harta, musibah, dan semisalnya.
Allah menakdirkan sesuatu yang ‘buruk’ dalam penilaian manusia pada hakikatnya memiliki hikmah dan kebaikan yang besar. Contoh: jika seseorang menderita sakit – itu adalah takdir Allah juga- maka penyakit tersebut juga merupakan sarana menghapus dosanya.
وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Bisa saja kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian, dan bisa saja kalian mencintai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Allahlah Yang Maha Mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya (Q.S alBaqoroh:216).
Seorang mukmin harus meyakini bahwa setiap taqdir dan ketetapan Allah adalah baik dan adil. Rasul menyatakan dalam salah satu doanya:
عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ
…(Ya Allah) sungguh adil ketetapanMu… (H.R Ahmad, dishahihkan oleh al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Syaikh al-Albany).
IHSAN
Ihsan adalah perbuatan kebaikan. Secara umum, terbagi menjadi 2, yaitu: perbuatan kebaikan kepada Allah dan perbuatan kebaikan kepada hamba Allah.
Dalam hadits ini, Rasul Shollallaahu ‘alaihi wasallam menjelaskan jenis ihsan yang terkait dengan Allah. Ihsan kepada Allah dalam beribadah ini terbagi menjadi 2:
Maqoomul Musyaahadah : beribadah seakan-akan menyaksikan Allah .
Seorang manusia di dunia tidak akan bisa melihat Allah dalam keadaan terjaga. Ia hanya bisa menyaksikan Allah dengan mata kepalanya langsung di akhirat (surga). Namun, dengan penghambaan dan keyakinan yang tinggi ia beribadah sehingga seakan-akan menyaksikan sesuatu yang ghaib menjadi nyata. Ia merasa beribadah dengan berdiri di hadapan Allah dan melihat Allah. Sebagian Ulama’ menyatakan: seakan-akan ia menyaksikan Allah dengan hatinya.
Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan cinta dan pengagungan terhadap Allah.
Maqoomul murooqobah : beribadah dengan perasaan selalu diawasi oleh Allah.
Pada tingkatan ini perasaan yang menonjol adalah perasaan menghinakan diri dan takut kepada Allah
Tingkatan yang pertama (maqoomul musyaahadah) lebih tinggi kedudukannya dibandingkan tingkatan yang kedua (maqoomul murooqobah).
Dalam hadits Jibril ini dijelaskan bahwa Dien ini terbagi menjadi 3 tingkatan: Islam, Iman, dan Ihsan. Penyebutan Islam dalam hadits ini lebih ke arah perbuatan lahiriah, sedangkan Iman adalah pada amalan batin (keyakinan). Ihsan merupakan tingkatan yang tertinggi.
Tanda-tanda Hari Kiamat
Dalam hadits ini Nabi menyebutkan 2 tanda hari kiamat:
(i) Budak wanita melahirkan tuannya.
Sebagian ulama’ mengartikan: Demikian buruknya keadaan menjelang datangnya kiamat itu sehingga kedurhakaan anak terhadap orang tua menjadi banyak dan tersebar. Sehingga karena saking durhakanya, sang anak seakan-akan memperlakukan ibunya bagaikan budak.
Sebagian ulama’ lain mengartikan: akan banyak terjadi pembukaan wilayah kaum muslimin melalui jihad, dan banyak ditawan budak-budak wanita. Di antara budak tersebut ada yang melahirkan anak tuannya.Kedudukan anak tersebut terhadap ibunya adalah bagaikan tuannya karena seorang anak yang dinisbatkan kepada ayahnya.
(ii) Seseorang yang tidak beralas kaki, telanjang (kurang pakaian), penggembala kambing, berlomba-lomba meninggikan bangunan
Artinya:
Keadaan nantinya akan berbalik, orang-orang yang berada pada strata ekonomi bawah dan tinggal di pedalaman, akan menguasai wilayah perkotaan dan menjadi para pemimpin/ penguasa, dan mereka berlomba-lomba meninggikan bangunan untuk bermegah-megahan.
Secara umum, para Ulama’ membagi tanda-tanda hari kiamat menjadi 3 macam:
(i) Tanda yang telah terjadi
Contoh: diutusnya Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wasallam.
Rasul bersabda:
>بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَذِهِ مِنْ هَذِهِ أَوْ كَهَاتَيْنِ وَقَرَنَ بَيْنَ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى
(dekatnya waktu) antara saat diutusnya aku dengan hari kiamat adalah bagaikan 2 (jari) ini. Rasul menggandengkan jari telunjuk dan jari tengahnya (H.R alBukhari dari Sahl bin Sa’d as-Saa’idi)
(ii) Tanda yang mulai nampak dan akan terus bertambah
Seperti dua tanda yang disebutkan dalam hadits ini. Demikian juga tanda-tanda: kematian para ulama’, tersebarnya kebodohan, banyaknya pembunuhan, tersebarnya zina dan riba, banyak keluarnya wanita yang bersolek, dan semisalnya.
(iii) Tanda yang baru muncul saat benar-benar mendekati hari kiamat.
Contoh: keluarnya Dajjal, turunnya Isa, keluarnya al-Mahdi, keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, matahari terbit dari barat, dan semisalnya. Jenis yang ke-3 ini disebut juga dengan tanda-tanda kiamat besar...(Insya Allah Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar