Upaya-Upaya Syar'i Untuk Memelihara dan Menjaga
Kemuliaan dan Kesucian Wanita (Bagian 3)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Syaikh Shalih
bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan
(Bagian 3)
Melarang Wanita Bepergian Kecuali Bersama Mahramnya
Di antara sarana untuk menjaga farj (kemaluan) adalah
melarang wanita bepergian kecuali bersama dengan seorang mahram yang menjaga dan
melindunginya dari minat busuk lelaki iseng dan fasiq. Banyak hadits shahih yang
melarang wanita bepergian tanpa mahram. Di antara hadits itu
adalah,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda:
((لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ ثَلاَثةَ أَيَّامٍ إِلاَّ
مَعَ ذِي مَحْرَمٍ))
“Tidak boleh
seorang wanita bepergian (safar) sejauh perjalanan tiga hari kecuali bersama
mahramnya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 1086, 1087 dan Muslim no.
1338)
Dari Abu Sa'id Al Khudri Radhiallahu'anhu bahwasanya
Rasulullah melang wanita bepergian selama perjalanan dua hari atau dua malam
(hari) kecuali ia ditemani oleh suaminya atau seorang mahram.
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada
Allah dan hari akhir melakukan safar (bepergian) selama satu hari satu malam
yang tidak disertai mahramnya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi,
Ibnu Majah, dan Ahmad)
Ketentuan lamanya bepergian tiga atau dua hari atau
sehari semalam yang tertera di hadits ini, maksudnya ialah bepergian dengan
menggunakan sarana transportasi yang dikenal di zaman itu, yaitu dengan berjalan
kaki atau dengan mengendarai unta atau kuda. Tentang adanya hadits yang
berbeda-beda dalam menentukan lamanya perjalanan, tiga atau dua hari atau sehari
semalam atau kurang dari itu, para ulama telah memberikan jawaban bahwasanya
yang dimaksudkan bukanlah zhahirnya lafadz hadits itu. Akan tetapi maksudnya
bahwa setiap perjalanan yang dapat disebut safar (bepergian), wanita dilarang
keluar untuk itu (tanpa mahram).
Imam An Nawawi dalam syarh Shahih Muslim (9/103)
mengatakan, "Ringkasnya, bahwa setiap perjalanan yang dinamakan safar
(bepergian) atau dua atau satu hari ataupun dalam jarak barid (12 mil) atau
lainnya. Hal ini berdasarkan riwayat dalam bentuk muthlaq (tanpa ikatan) dari
Ibnu Abbas Radhiallahu'anhu, dan riwayat itu adalah riwayat yang datang terakhir
dalam shahih Muslim yang baru lalu,
((لاَ تُسَافِرِ الْمَرْأَةُ ثَلاَثةَ أَيَّامٍ إِلاَّ
مَعَ ذِي مَحْرَمٍ))
“Tidak boleh
seorang wanita bepergian (safar) sejauh perjalanan tiga hari kecuali bersama
mahramnya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 1086, 1087 dan Muslim no.
1338)
Hadits ini mencakup segala perjalanan yang disebut safar
(bepergian). Wallahu a'lam"
Adapun orang yang memfatwakan dibolehkannya wanita
bepergian bersama sekelompok kaum wanita untuk melakukan haji yang fardhu, fatwa
ini menyelisihi As Sunnah. Imam Al Khaththabi dalam Ma'alim As Sunan oleh Ibnul
Qayyim mengatakan, "Nabi Shallallahu'alaihi wasallam melarang wanita bepergian
kecuali bersama serang lelaki mahramnya."
Dengan demikian membolehkan wanita keluar untuk pergi
haji, padahal tanpa memenuhi syarat yang ditetapkan oleh nabi Shallallahu'alaihi
wasallam adalah menyalahi As Sunnah. jika keluarnya wanita dengan selain
mahramnya adalah suatu maksiat (pelanggaran), maka tidaklah dibenarkan
mewajibkan haji yang merupakan suatu ketaatan, dengan menggiringnya sekaligus
melakukan sesuatu yang menyebabkan kemaksiatan.
Menurut penulis (Syaikh Fauzan), mereka tidaklah
membolehkan secara mutlak bagi wanita bepergian tanpa mahram. Akan tetapi mereka
membolehkan hal itu bagi wanita dalam bepergian untuk haji yang fardhu saja
(haji yang pertama kali).
Imam An Nawawi dalam Al Majmu' 8/249 berkata, "Tidak
boleh (bagi wanita bepergian) dalam rangka melakukan haji tathawwu' (sunnah),
berniaga, ziarah ke masjid Nabawi, dan semacamnya kecuali dengan
mahram.
Maka, orang-orang di masa kini yang menganggap sepele
masalah bepergian wanita dengan tanpa mahram dalam segala bentuk bepergian
adalah tidak sejalan dengan pendapat seorangpun dari para ulama terkemuka yang
laik diikuti pendapatnya.
Sedangkan kilah mereka, "Bahwa mahramnya itu telah
mengantarnya sampai naik pesawat terbang lalu dijemput oleh mahramnya yang lain
sesampainya di negeri atau kota yang dituju." Karena menurut anggapan mereka
pesawat terbang adalah terjamin disebabkan banyakanya penumpang, baik lelaki
maupun wanita.
Kepada mereka kita katakan, "Tidak, sekali lagi tidak.
Pesawat terbang justru lebih bahaya dibanding yang lain. Karena para penumpang
di situ campur. Bisa jadi wanita itu duduk berdampingan dengan seorang lelaki.
Bisa jadi pesawat memperoleh sinyal yang mengharuskannya dialih arahkan dari
tujuan semula ke bandar udara yang lain. Dengan demikian wanita itu tidak
menemukan orang (mahram) yang menjemputnya, yang karenanya ia menjadi sasaran
bahaya. Apa jadinya seorang wanita berada di suatu negeri atau kota yang tidak
dikenalinya, sedang ia tidak memiliki disitu ?!.
[Dinukil dari kitab Tanbiihat 'ala Ahkam Takhtash bil
Mukminat, Penulis Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al Fauzan, Edisi
Indonesia Sentuhan Nilai Kefiqihan Untuk Wanita Beriman, Diterbitkan oleh Kantor
Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia di Jakarta, hal.
124-126]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar